Mohon tunggu...
M AfifKhairi
M AfifKhairi Mohon Tunggu... Seniman - diplomat

I am a student from Sriwijaya University majoring in International Relations and enjoys learning new things. Able to work in a team, adaptable, work under pressure. And also has good communication skills, can speak English and Indonesian fluently.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Polemik Panas Etnis Uighur dengan Penguasa Atas China

1 Maret 2023   23:55 Diperbarui: 2 Maret 2023   00:03 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : M. AFIF KHAIRINIM : 07041282227055

KELAS: HI A INDRALAYA
Dosen Pengampuh : Nur Aslamiah Supli, BIAM., M.Sc

''POLEMIK PANAS ETNIS UYGHUR DENGAN PENGUASA ATAS  CHINA''

LATAR BELAKANG MASALAH

Tiap negara pastinya memiliki perbedaan masyarakat, etnis, suku, maupun agama tertentu yang menjadi bagian dari kemajemukan serta ciri khas dari negara tersebut. Karena hal itu ada yang disebut mayoritas ataupun minoritas. Xinjiang merupakan salah satu wilayah di utara-barat China yang menjadi perdebatan besar pada masa kini. Ia bukan disebabkan kedudukan wilayah, tetapi terkenal  dikarenakan  ''penghilangan''  dalam  peradaban  manusia sehingga membawa kepada pergolakan politik dan agama yang menghasilkan  krisis  kemanusiaan  serta  mengorbankan  ribuan  nyawa.  Sehingga kini, pergolakan ini dilihat semakin meningkat dan tidak ada  tanda-tanda yang menunjukkan hal ini  dapat diselesaikan. 

Tidak terkecuali Islam yang kerap disudutkan dan diperlakukan tidak adil karena selalu diidentikkan dengan teroris serta pandangan negative oleh negara-negara di dunia khususnya bagi kaum minoritas Islam di negara tertentu. Isu diskriminasi kaum minoritas muslim di Rohingya masih belum surut, permasalahan muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, China kembali jadi sorotan dunia. 

Terutama, pasca-laporan jurnalisme investigatif yang dilakukan kantor berita Associated Press (AP).1 Sejumlah media internasional, menguak fakta bahwa  muslim Uighur mengalami penyiksaan, pengucilan, dan pelarangan menjalankan ajaran agama yang dianut. Sikap pemerintah Tiongkok yang menerapkan kebijakan diskriminatif dan pelabelan negatif terhadap etnik minoritas Muslim di Xinjiang dianggap menciderai Hak Asasi Manusia. Isu diskriminasi terhadap etnis Uighur setidaknya telah santer sejak 2014.

 APA SAJA YANG TERJADI?

Dimulai dengan adanya pembatasan kelahiran etnik minoritas Muslim di Xinjiang yang berlangsung sejak 2014. Demikian pula dengan kebijakan yang dibungkus dengan tujuan "memerangi terorisme". Hingga Pada 2015, Xinjiang mengeluarkan kebijakan untuk melipatgandakan pembayaran bagi pasangan Uighur yang memiliki anak lebih rendah dari kuota mereka sebesar 6000 yuan (950 dollar). Selain itu beberapa media juga menguak dan menyebutkan bahwa terdapat kebijakan larangan memakai jilbab di ruang publik, termasuk di transportasi publik serta larangan pelaksanaan upacara keagamaan ketika menikah, jika melanggar akan dikenakan hukuman denda sebesar 353 dollar.

Dalam Sejarah, Muslim China sering mengalami perlakuan keras dan diskriminasi dari pemerintah yang berkuasa. Sejak pemerintah komunis berkuasa, melalui revolusi kebudayaan menyebabkan pengekangan terhadap umat beragama dan kehidupan beragama di RRC, begitu juga halnya dengan muslim China khususnya muslim Uighur. Pemerintah China berusaha untuk menghancurkan budaya Islam dengan cara mengirim ribuan etnis Han ke wilayah mayoritas Islam dengan alasan untuk memajukan perekonomian, Akan tetapi etnis Han dikirim ke Xinjiang hanya untuk misi propaganda Pemerintahan China di Xinjiang. 

Setelah menduduki jabatan penting di Pemerintahan China etnis Han membuat kebijakan khusus bagi etnis Uighur di Xinjiang dengan tujuan menghilangkan agama serta kebudayaan yang dianut oleh Etnis Uighur yaitu agama Islam. Tercatat pada Tahun 1996 Presiden China Jiang Zemin menyatakan bahwa organisasi apapun yang mendukung gerakan separatisme dari Muslim Uighur tidak akan ditolerir dengan membuat kebijakan "Strike Hard", Pada tahun 1997 Pemerintah China memerintahkan pasukan militernya menembaki ratusan warga muslim hingga tewas, serta penangkapan dan penahanan ribuan muslim Uighur karena mereka protes atas kebijakan permerintah yang represif  dan juga ''sempit'' terhadap masyarakat muslim Uighur.

''PENYELESAIAN  MASALAH DENGAN PENDEKATAN SEGITIGA KONFLIK'' 

 Gejolak konflik Uighur di Xinjiang mulai tahun 1949 dapat dipahami berdasarkan tiga unsur utama dalam pendekatan Segitiga Konflik. Unsur-unsur tersebut adalah situasi, sikap dan perilaku. seperti yang dibahas oleh Mitchel (1981) dalam kerangka konseptual. Unsur situasional berarti konflik tujuan akhir antara Uighur dan Pemerintah China memang terjadi. Situasi ini terjadi dan melibatkan perebutan Provinsi Xinjiang atau Turkistan Timur. Pemerintah China, setelah ''mengnedalikan'' kaum Uighur, menyatakan bahwa mereka adalah bagian dari bangsa China.

 Di pihak Uighur, sampai saat ini mereka masih bersikeras dan menganggap bahwa Xinjiang adalah wilayah mereka, yaitu Uighur yang beragama Islam dan memiliki perbedaan perspektif identitas seperti bahasa, ras, budaya dan agama dengan ras Han yang adalah mayoritas di Cina. Bahkan, mereka bersikeras ras mereka lebih mirip dengan orang Turki di Asia Tengah. 

Bentrokan berdasarkan sengketa wilayah ini mengarah pada konflik kekerasan yang menelan ribuan nyawa sementara masing-masing masih mempertahankan tujuan akhir yang positif. Tujuan akhir sebagaimana dibahas dalam Pendekatan Segitiga Konflik Positif adalah sesuatu yang sangat terbatas yang secara sadar diinginkan dan diperjuangkan oleh kedua belah pihak. 

Pemerintah China secara khusus memperkenalkan ''Kamp Pendidikan Ulang'' yang menampung ratusan ribu etnis Uighur untuk mencapai keinginan mereka untuk mengasimilasi etnis Uighur ke dalam budaya China. Sama halnya dengan kaum Uighur ketika mereka mati-matian mempertahankan identitasnya dan sangat terbatas dalam membebaskan wilayah yang mereka tinggali. 

Oleh karena itu, dapat dijelaskan di sini bahwa situasi konflik yang dihadapi kedua pihak ini sangat kritis ketika tujuan akhir kedua pihak ini sangat terbatas sekaligus konflik ini terjebak dalam persoalan nilai yang sulit dicari solusinya dan pem. Konflik nilai bukanlah sesuatu yang dapat diselesaikan dan perlu dicegah atau diubah menjadi masalah material. Misalnya, aktor konflik dapat berkompromi atau mengorbankan nilai-nilainya seperti agama, ras, bahasa, budaya dan lain-lain hanya untuk mendapatkan solusi. 

Suatu unsur nilai bukanlah sesuatu yang dapat digadaikan atau dikompromikan untuk mencapai suatu tujuan. Ini bisa menjadi tujuan akhir yang negatif bagi kedua belah pihak, yang merupakan situasi yang coba dihindari oleh kedua belah pihak. Etnis Uighur sangat tidak ingin identitasnya disentuh oleh Pemerintah China. Konflik di Xinjiang kini telah berkembang dari sengketa wilayah (konflik material) menjadi konflik nilai setelah pemerintah menerapkan kebijakan asimilasi melalui program 'Re-Education Camp' terhadap etnis Uighur.

DAFTAR PUSTAKA

Fathurrahman, W. Tinjauan Ham Internasional Terhadap Praktik Diskriminasi Di Xinjiang China (Bachelor's thesis, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).

YAACOB, C. M. A. B., & RAHMAN, N. A. A. (2021). KONFLIK UIGHUR DI XINJIANG, CHINA: PEMAHAMAN DARI SUDUT PENDEKATAN SEGI TIGA KONFLIK GALTUNG: The Uighur Conflict in Xinjiang, China: Understanding from the Perspective of the Galtung's Conflict Triangle Approach. MANU Jurnal Pusat Penataran Ilmu dan Bahasa (PPIB), 32(2), 129-150.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun