Mohon tunggu...
Afif Izzaturrahman
Afif Izzaturrahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya tertarik mempelajari lebih dalam tentang dunia bisnis, dikarenakan saya ingin membangun sebuah bisnis nantinya. Dengan masuk Manajemen Unair saya berharap bisa mengembangkan minat saya tersebut. selain itu saya juga memiliki beberapa hobi, diantara nya adalah bermain bulurangkis, bermain basket, bermain alat musik yaitu gitar dan bernyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Pendidikan Karakter dalam Upaya Pencegahan Hoax dan Ujaran Kebencian di Lingkungan Sekolah

9 Juni 2022   01:00 Diperbarui: 9 Juni 2022   01:10 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berdasarkan teori komunikasi antar manusia, Uses and Graatifications Theory,seorang manusia pada dasarnya membutuhkan media untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam memperoleh informasi. Dalam rangka memperoleh informasi, manusia akan berinteraksi dengan sesamanya dan menjalin komunikasi searah maupun dua arah melalui berbagai media (Rahmadhany, et al., 2021). 

Pemilihan media komunikasi perlu dilakukan secara tepat sehingga komunikasi dapat terjalin secara efektif yang mana terdapat pemahaman yang sama antara komunikator (pemberi informasi) dan komunikannya (penerima informasi). Komunikasi yang tidak efektif dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam penerimaan informasi yang dapat menjadi masalah serius kedepannya.

Komunikasi yang tidak efektif dapat menyebabkan hoax yang beredar di kalangan masyarakat. Apabila meninjau beberapa kasus persebaran hoax di Indonesia, terdapat beberapa kasus persebaran hoax yang sempat menjadi topik hangat, seperti tersebarnya video rekaman jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang ternyata merupakan video pendaratan darurat pesawat Eithopian Airline. 

Selain itu, masyarakat Indonesia sempat dihebohkan dengan beredarnya rekaman percakapan pilot pesawat Sriwiaya Air sebelum mengalami kecelaan yang faktanya merupakan rekaman percakapan pilot pesawat Adam Air tahun 2007 silam. 

Dari kedua contoh tersebut, dapat diketahui bahwa masyarakat Indonesia kerap menyebarkan informasi melalui berbagai media tanpa melakukan riset dan verifikasi kebenaran informasi terlebih dahulu  yang kemudian menyebabkan penyebaran hoax di kalangan masyarakat (Rahmadhany, et al., 2021). 

Kebebasan masyarakat dalam mengakses informasi dan menjalin komunikasi juga dapat menyebabkan perilaku ujaran kebencian (hate speech). Adanya kebebasan masyarakat untuk mengomentari orang lain dapat dijadikan sarana masyarakat tidak bermoral untuk mengungkapkan ujaran kebencian kepada orang lain. Pada dasarnya setiap manusia memiliki hak dan 

kebebasan untuk menjalin menyampaikan pendapatnya, namun penyampaian pendapat harus dilakukan secara bermoral dan mengikuti peraturan yang berlaku. Penggunaan kata kasar atau kalimat tidak bermoral

 dapat menyebabkan kerugian bagi pihak pembaca atau pendengar. Keterbatasan penguasaan kosa kata dan kecerdasan linguistik juga dapat mendasari ujaran kebencian karena pelaku tidak dapat memilah kosa kata dalam menjalin komunikasi (Ningrum, et al., 2018). 

Selain itu, keterbatasan diri dan sikap tidak mencintai diri sendiri juga dapat menyebabkan munculnya rasa dengki seseorang, yang demikian dapat mendasari ungkapan kebencian terhadap orang lain. 

Dalam meminimalisir penyebaran hoax dan ujaran kebencian di kalangan masyarakat Indonesia, pendidikan menjadi pilar utama untuk membentuk karakter masyarakat sehingga perilaku menyimpang tersebut dapat diminimalisir. Perlu ditekankan bahwa terdapat dua tahap penting dalam menanamkan nilai moral dan karakter bangsa.

 Pertama, pada tahap seseorang memulai penyebaran hoax dan ujaran kebencian. Pemerintah dan masyarakat perlu menanamkan nilai moral dan pembentukan karakter sehingga meminimalisir munculnya niat untuk melakukan tindakan tersebut. 

Kedua, pada tahap seseorang menerima informasi yang tidak benar dan ujaran kebencian dari orang lain. Penanaman  karakter dan nilai moral sangat penting untuk memutus rantai persebaran hoax dan ujaran kebencian. 

Penanaman karakter pada siswa merupakan upaya pencegahan perilaku menyimpang sedari dini. Penanaman karakter dapat dilakukan melaui sekolah atau lembaga pendidikan lain untuk membentuk moral generasi penerus bangsa. Pada saat seseorang kehilangan karakter utama dalam dirinya yaitu jujur, maka karakter lain dalam dirinya akan mengalami kelunturan, 

misalnya munculnya karakter suka menipu, memfitnah, hingga melakukan penyebaran informasi tidak benar (Widayati, 2019). Oleh karena itu penanaman karakter utama dan karakter positif sangat berkontribusi dalam membenahi moral generasi muda Indonesia.

 Pembentukan karakter dan penanaman nilai moral pada generasi muda dapat dilakukan melalui pendidikan karakter di sekolah, baik di tingkat taman kanak-kanak hingga tingkat perguruan tinggi. 

Terdapat berbagai cara dalam pelaksanaan pendidikan karakter di lingkungan sekolah. Pihak sekolah dapat membentuk karakter siswa melalui kegiatan akademik maupun non akademik. Pembentukan karakter melalui kegiatan akademik dapat dilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan Pancasila. Kedua topik tersebut dapat dimanfaatkan 

dalam menanamkan nilai moral kepada generasi muda sehingga generasi muda bangsa Indonesia memiliki nilai moral dasar yang sesuai dengan ideologi negaranya. Sesuai dengan sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”, 

nilai agamis dapat ditanamkan dalam karakter siswa dengan mengingat bahwa kehidupan ini bukanlah bertujuan untuk menang dari yang lain, melainkan perihal meningkatkan keimanan. Iman yang kuat menjadi pondasi utama dalam mencegah perilaku menyimpang seperti penyebaran hoax dan ungkapan kebencian (Latif, 2011).

Sesuai sila kedua yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, nilai kemanusiaan dapat ditanamkan dalam karakter generasi bangsa dengan menyadarkan mereka akan pentingnya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan menghargai sesama manusia di dunia (Fuad, 2021). Nilai toleransi sesuai sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” 

dapat ditanamkan pada siswa dengan menekankan bahwa Indonesia merupakan negara multikultural yang kaya akan suku, agama, budaya, ras, status ekonomi, dan keragaman lainnya. Keragaman yang dimiliki merupakan suatu rahmat dan tidak seharusnya digunakan sebagai dasar diskriminasi melalui penyebaran hoax dan hate speech (Hidayat, et al., 2019).

Sila keempat Pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” mengandung nilai gotong royong menuju masyarakat yang sejahtera. Nilai tersebut dapat ditanamkan dalam karakter siswa untuk menegaskan bahwa kecenderungan individualis dapat menyebabakan konflik berbasis SARA 

yang tidak sesuai dengan nilai ideologi negara Indonesia. Selain itu, dengan penanaman nilai tersebut, siswa dapat memahami bahwa perbedaan tidak dapat mendasari diskriminasi melainkan mendasari keberagaman masyarakat (Maftuh, 2008). 

Sila kelima Pancasila yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” mengandung nilai keadilan yang apabila ditanamkan dalam karakter siswa sejak dini dapat membentuk karakter generasi bangsa yang adil dan tidak membeda-bedakan sesama manusia berdasarkan latar belakangnya. Sila tersebut menegaskan bahwa setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. 

Setiap siswa harus  memiliki karakter adil supaya terhindar dari perilaku diskriminasi sesama manusia (Damanhuri, 2016). Dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam pribadi siswa di sekolah, harapannya karakter siswa terbentuk sedari dini sehingga dapat mencegah perilaku menyimpan yang dapat menimbulkan konflik sosial nantinya.

Selain melalui penanaman nilai Pancasila, pembentukan karakter siswa juga dapat dilakukan dengan kegiatan non akademik, seperti kegiatan pramuka, kegiatan ekstrakulikuler, social project, hingga kegiatan non akademik lainnya. Melalui pramuka, siswa memiliki fasilitas untuk bekerja sama dengan teman-temannya, serta membentuk karakter positif melalui berbagai kegiatan. 

Sementara itu, melalui kegiatan ekstrakulikular siswa dapat mengembangkan minat dan bakatnya sehingga timbul rasa percaya diri yang dapat meminimalisir sifat iri dengki yang mendasari perilaku hate speech. Melalui social project, siswa memperoleh kesempatan untuk menyalurkan bakatnya secara langsung sekaligus berlatih berinteraksi dengan sesama manusia. 

Melalui pembentukan karater di sekolah, pengaruh hoax dan hate speech pada generasi muda dapat diminimalisir dengan memperkuat karakter generasi muda. Penanaman karakter positif seperti sifat sabar, toleransi, menghargai sesama, nasionalisme, cermat, pantang menyerah dapat menjadi kekuatan dalam menyikapi hoax dan hate speech. 

Selain itu, melalui pendidikan karakter, karakter negatif dapat diminimalisir sebelum merugikan pihak lain seperti sifat angkuh, iri dengki, mudah marah, kecil hati, dan karakter negatif lainnya (Palupi, 2020). 

Melalui pendidikan karakter di sekolah, karakter generasi muda Indonesia dapat terbentuk untuk nantinya menjadi generasi penerus bangsa yang bijak dalam menerima dan menyebarkan informasi, serta bijak dalam mengungkapkan pendapatnya di muka umum. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun