****
"Woy Hid, jangan ngelamun saja kamu ini, kesambet nanti kamu. Ini lho masih pagi, udah nglamun saja kamu," sapa kawanku di ruang kelas, mengganggu diamku saja.
"Pak itu..... pokoknya Bapaknya sudah datang," ungkap salah seorang kawan laki-laki sambil lari, seolah baru saja ditemui syetan sampai terbirit-birit. Seketika teman-teman cowok yang lain pun mulai lari masuk ke kelas, sedangkan yang cewek pun juga ikut menata kursi. Ruangan dengan ukuran 3m x 4m diisi oleh 40 orang, ruangan yang awalnya berantakan dan berserakan kursi di mana-mana, ada yang duduk di pojok ruang, ada yang ramai sendiri membicangkan sesautu yang arahkan ke timur dan selatan, tetapi dalam waktu satu menit berubah total dan terlihat rapi.
Aktivitasku kini telah kembali seperti biasa, dengan rutinitas dan riuh piruknya suasana kampus, sederetan buku dan tugas. Entah kenapa pagi ini aku mengingat kejadian itu, pernyataan dari nenekku, kejadian yang sudah dua tahun yang lalu. Lamunan pagi ini membuatku terdiam dan merenung. Ya, memang akhir-akhir ini membuatku capek, lelah, bosan segala rutinitasku, tugas yang semakin menumpuk menjelas ujian akhir semester (UAS) yang tak kunjung usai, belum lagi kegiatan eksta, yang harus ini dan itu.
"Untuk apa kamu kuliah Hid, kalau kamu masih saja sepeti ini. Bukankah dunia kampus sudah menjadi salah satu bagian yang kamu inginkan sejak dulu. Sekarang kamu bilang capek?" hatiku mulai bergeming. Dosen mejelaskan tentang hukum perdagangan dengan begitu jelas dan tegas, tetapi otakku tak mendengar apa-apa.
"Bismillah......" tegasku kepada hati dan pikiranku. Aku kembali menata hati dengan suatu yang menjadi keputusanku dua tahun yang lalu sampai mengantarkanku pada posisi saat ini. Aku pun mulai berusaha mengikuti penjelasan dari dosen tentang mata kuliah hukum dagang sat itu.
Waktu telah usai, jam kelas masih menunjukkan jarum pendek di angka 10 sedangkan jarum panjang di angka 11. Mata kuliah selanjutnya akan dimulai jam 13.00 WIB nanti. Suasana di luar kelas sudah rame, mereka memaksa untuk segera masuk kelas, sehingga mau tidak mau aku dan teman-teman kesannya sedikit diusir untuk segera meninggalkan kelas. Sambil menunggu kelas selanjutnya aku mengajak beberapa teman untuk berkunjung, atau sekedar main ke perpus fakultas hukum.
"Yuk, ke perpus!"
Sesampainya di perpus, meletakkan tas di loker, mengambil kartu perpustakaan dan handphone dan mulai berjalan masuk, seolah mencari sederetan buku di sekumpulan rak buku yang menjulang tinggi. Aku pun menemukan sebuah buku yang berjudul, "Bersikap Bodo Amat". Aku bawa ke meja pembaca untukku baca.Â
Nyatanya, buku itu hanya ku buka, bolak-balik halamannya tanpa sedikit pun aku baca. Aku pun masih merenungi lamunannku tadi pagi, kenangan bersama si Mbah yang tanpa diundang ingatan itu muncul sendiri. Aku mulai diam dan merenung, hal itu mengingtkan aku akan pesan seseorang.
"Nak, bapakmu hanya bisa membantumu seperti ini, sebagai pedagang demi bisa mengantarkan pada impianmu. Kuliah yang rajin ya, minta sama Gusti Allah semoga anakku Hida diberikan kemudahan untuk menuntut ilmu." Ungkap bapak yang saat itu baru pulang dari pasar usai jualan, dan tiba-tiba memnggilku yang sedang asyik main handphone di teras rumah.Â