Artikel ini  terbit di https://www.researchgate.net/publication/363156952_ANALISIS_PERBANDINGAN_PEMILU_ONLINE_DAN_OFFLINE_PADA_LINGKUP_FAKULTAS_ILMU_SOSIAL_DAN_POLITIK
kerjasama penelitian dpp komap dan freshclubÂ
Permasalahan yang sering terjadi pada pemilu kampus yaitu terjadinya kecurangan dalam pemungutan suara. Hal ini dianggap sangat menganggu bagi mahasiswa, salah satunya kampanye yang dilakukan cenderung memaksa.Â
Kegiatan pemilu secara online dan offline memiliki perbandingan yang signifikan. Dalam penelitian ini kami menggunakan metode kuantitatif untuk menelaah lebih dalam lagi permasalahan yang ada dalam masyarakat Fakultas sosial-politik (Fisipol).Â
Kegiatan Pemilihan Umum Raya (PEMIRA) merupakan sebuah pesta demokrasi kampus tingkat Fakultas maupun universitas yang diadakan setahun sekali. Namun dengan adanya covid -19 kegiatan Pemira diadakan online.Â
Namun dibalik itu, pemilu online dilakukan ditingkat Fisipol dianggap memiliki kecacatan dan rentan akan kecurangan. Dengan adanya artikel ini, kami berharap dapat meningkatkan kepuasan partisipasi masyarakat fisipol dalam pemilihan umum.
PENDAHULUAN
Pemilihan umum atau pemilu merupakan suatu sarana bagi warga negara dalam menyalurkan pendapat. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, terhitung sudah dua belas kali pemilu dilaksanakan. Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali (tempo, 2022).Â
Tujuan diadakannya pemilihan umum yakni sebagai perwujudan tata kehidupan negara serta pembangunan hukum. Pemilihan umum yang bersifat demokratis menjadi instrumen dalam penegakan kedaulatan rakyat yang berfungsi untuk mencapai tujuan negara seperti yang tertera pada pembukaan UUD (RI, 2009).
Dalam lingkup lokal, sebagai mahasiswa khususnya, adopsi sistem pemilihan umum di kampus diterapkan dengan mengacu pada asas pemilihan umum yang sah dan legalitasnya konkret. Kontestasi ini kerap diselenggarakan saat sudah memasuki masa akhir dari suatu jabatan, tidak lain dan tidak bukan sama halnya dengan pemilihan umum lingkup nasional atau negara.Â
Dengan berbagai spektrum mekanisme pemilihan umum yang ditentukan oleh lembaga terkait sebagai pondasi berjalannya pemilihan umum kampus yang sesuai. Adanya agenda seperti pemilu kampus ini dapat menjadi paradigma baru dalam lingkup akademis sebagai pembelajaran politik, yang selaras dengan sistem yang sama berjalan pada negara kita.
Permasalahan yang sering terjadi pada pemilu kampus yaitu terjadinya kecurangan dalam pemungutan suara. Misalnya dalam pemilu online ada salah satu pihak dari partai yang merupakan peserta pemilu menggunakan identitas temannya untuk memilih calon yang diusung oleh partainya.Â
Kemudian adanya kampanye yang berlebihan dari partai yang merupakan peserta pemilu. Hal ini dianggap sangat mengganggu bagi mahasiswa, karena kampanye yang dilakukan cenderung memaksa para mahasiswa untuk memilih calon yang diusung oleh mereka.Â
Dan yang paling sering menjadi permasalahan yaitu kurangnya partisipasi dari mahasiswa dalam pemilu kampus, hal ini disebabkan oleh kurangnya antusias mahasiswa terhadap siapa nanti yang akan terpilih atau yang akan menjadi pemimpinnya, mereka beranggapan itu tidak akan mempengaruhi proses kuliah mereka.Â
Kemudian dapat juga disebabkan oleh rasa malas dari mahasiswa untuk datang ke kampus ataupun rasa malas untuk hanya sekedar membuka dan mengisi website pemilu.
Penyelenggaraan kegiatan pemilu kampus secara online maupun online tentunya memiliki kelebihan maupun kekurangannya tersendiri. Covid 19 sendiri merupakan sebuah alasan yang mengharuskan penyelenggaraan pemilu kampus diadakan secara online.Â
Adapun kegiatan pemilu online menjadi sebuah acuan perbandingan daripada penyelenggaraan kegiatan pemilu offline. Berbagai polemik yang terjadi pada kegiatan pemilu online yang banyak kami ketahui dari bermacam sumber menjadikan suatu hal yang menarik untuk kami teliti lebih lanjut dan membandingkan bagaimana jumlah partisipasi mahasiswa dalam kegiatan pemilu online maupun offlinee.Â
Tingkat antusias mahasiswa tentunya akan menjadi bahan bagi kami untuk mendalami penelitian ini. Pada penelitian ini kami menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan cara membagikan kuisioner kepada seluruh Mahasiswa Fisipol Umy.
LANDASAN TOERI
Pemilu Offline
Pemilihan umum adalah sarana  bagi mahasiswa untuk menggunakan hak politik untuk memilih  mereka yang dianggap layak menjadi wakil  duduk di dewan perwakilan mahasiswa, dengan demikian presiden dan wakil presiden dewan eksekutif mahasiswa. Setiap siswa  secara pribadi bebas menentukan dan menggunakan hak pilihnya, tanpa  takut akan ancaman apapun (NTT, 2019).Â
Perwujudan  dari hak-hak tersebut adalah demi hukum. Oleh karena itu, pihak kampus melindungi hak-hak politik mahasiswa dari segala macam permasalahan yang berasal dari organisasi gerakan atau kelompok lain. Jaminan perlindungan akan menentukan kualitas pendengaran.Â
Proses penghitungan suara  awalnya dari  setiap kotak suara, kotak suara dari setiap Himpunan Mahasiswa (HIMA), dan kotak suara untuk calon presiden dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) disesuaikan calon yang mencalonkan  untuk pemilihan di kotak suara.Â
Proses penghitungan suara di tempat pemungutan suara  memakan waktu lima jam. Perhitungan suara  ini sangat memakan waktu dan sangat tidak efisien  karena banyaknya suara dari jumlah kotak suara. Pemira biasanya hanya dilakukan selama satu hari, dengan mempertimbangkan intensitas  mahasiswa yang menghadiri universitas atau kampus pada hari itu. Banyak dari mahasiswa yang tidak menghargai pentingnya pemilihan umum sebagai bentuk demokrasi kampus.
Pemilu Online
Pemilihan umum merupakan wujud kecil demokrasi yang ada di lingkungan pendidikan. Pemilu Kampus Online merupakan pemilihan umum kandidat kampus yang dilaksanakan secara online, dan berawal mula sejak adanya pandemi Covid 19.
 Kemudian terjadilah penyesuaian dengan demokrasi yang digunakan di Indonesia yaitu dalam penerapan sistem pemilu online (Presiden Mahasiswa) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penggunaan  sistem  online ini merupakan wujud peningkatan dan  pemanfaatan teknologi dalam mencapai demokrasi yang ideal.Â
Penerapan pemilu kampus online menggunakan sistem online, berbeda dengan Pemilu yang sebelumnya yang menggunakan sistem coblos atau mencontreng. Satu hal yang menjadi keunggulan dalam pemilu kampus secara online yaitu acara ini dilakukan dengan virtual yang memiliki dampak sangat positif karena dapat mengurangi potensi adanya kerumunan orang di satu ruangan. Hal ini menjadi sangat fundamental di era new normal seperti sekarang.Â
Sistem online ini merupakan pemungutan suara dengan cara mengeklik, menggunakan alat modern berupa laptop atau handphone yang terkoneksi dengan internet yang stabil. Dengan penggunaan sistem ini diharapkan akan memperoleh hasil pemilu yang akurat, cepat, mudah, dapat mengurangi penggunaan kertas, serta dapat mengurangi potensi sengketa Pemilu yang seringkali terjadi karena kurang mampunya dalam mengelola pendataan pemilih dan perhitungan suara.Â
Sistem yang lebih praktis dan modern seharusnya dapat meningkatkan partisipasi para mahasiswa. Tetapi, adanya isu ketidakpercayaan mahasiswa terhadap tingkat keamanan data, kerahasiaan informasi data dan informasi pemilu secara online menjadi penghambat program kerja pemilu kampus ini.
Pengadopsian teknologi digital dalam giat Pemilu memiliki manfaat untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestasi politik yang legitimate baik dalam tahapan pemilih, verifikasi identitas pemilih, pemungutan suara, penghitungan suara hingga transmisi dan tabulasi hasil pemilu," ungkapnya dalam Rapat Koordinasi Digitalisasi Pemilu Untuk Digitalisasi Indonesia Menkominfo menjelaskan hal yang penting diperhatikan bersama bukan saja proses secara digital saja (kominfo, 2022).Â
Namun, lebih pada kesiapan masyarakat untuk menjaga tingkat kepercayaan dalam setiap tahapan Pemilu termasuk saat verifikasi dan re-verifikasi data. transformasi digital di level global memengaruhi beragam aktivitas manusia.Â
Oleh karena itu, digitalisasi Pemilu menjadi hal keniscayaan sebagai bagian dari praktik demokrasi dan manifestasi kedaulatan rakyat Indonesia. Namun demikian, Menkominfo menilai tren digitalisasi dan bahkan kini muncul era cyber election yang ditandai dengan beberapa karakteristik.Â
Mengenai inovasi digital, Menteri Johnny menyatakan secara teknis upaya akselerasi pembangunan infrastruktur TIK oleh pemerintah diharapkan memudahkan digitalisasi. Menkominfo mengingatkan salah satu tantangan terbesar berkaitan dengan legitimasi.Â
Oleh karena itu, Menteri Johnny mendorong upaya bersama meyakinkan masyarakat agar legitimasi Pemilu digital bisa diterima. Dapat dilihat bahwa belum terjadinya pemilu secara online tersebut telah banyak pro dan kontra di dalamnya yang akan menghambat proses terjadinya pemilu (kominfo, 2022).
 Jika dilihat dari sisi lainnya, pemilihan online tersebut dapat meningkatkan dan mewujudkan keefektifan dan efisiensi dalam proses kontestasi politik. Dirinya menambahkan, namun jika dilihat dari proses transisi offline menuju online sejak beberapa tahun terakhir, sangat janggal jika proses pemilu tahun berikutnya dilakukan secara online. pemilu akan tetap berjalan seperti sebelumnya sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.Â
Dalam momen yang sangat sakral tersebut untuk menentukan masa depan bangsa, sudah seharusnya sistem pemilu berkualitas dalam mekanismenya dan meminimalisir kejadian yang mampu merugikan satu sama lain.
Perbandingan Pemilu Online dan Offline
Pemilu online dan pemilu offline tidak lah jauh berbeda, meskipun dilaksanakan online maupun offline seseorang masih bisa menggunakan hak pilihannya. Pemilu online mulai popular khususnya di lingkup mahasiswa untuk memilih Ketua Bem, Dema, Ketua Hmj dan lain sebagainya semenjak covid 19 menyerang. Â Perbedaan paling signifikan antara pemilu online dengan offline dapat di lihat dari cara menggunakan hak suara atau cara memilihnya.Â
Pemilih dalam pemilu online dapat memilih kapan dan di manapun tentunya dengan waktu yang sudah di tentukan, berbeda dengan pemilu offline yang harus datang ke lokasi pemilihan.Â
Dari segi biaya, pemilu online juga tidak sebanyak pemilu offline, karena dalam pemilu online pemilih menggunakan hak pilihnya melaui platform yang di buka melalui smartphone masing-masing. Jadi tidak terlalu mahal jika di bandingkan dengan pemilu offline yang harus sewa lokasi, kertas pencoblosan, tenaga manusia dan hal lain yang mendukung pemilu offline.Â
Untuk peserta pemilu dalam pemilu online dan pemilu offline nampaknya tidak ada perbedaan jika covid 19 sudah menghilang. Karena peserta pemilu dapat berkampanye secara offline untuk memaparkan visi-misinya sehingga tidak akan menghilangkan euphoria dari pemilu itu sendiri.Â
Karena pemilu online hanya dalam cara pemilih menggunakan hak pilihnya. Terlepas dari pemilu online yang di adakan karena covid-19, jika di lihat dari segi biaya dan kemudahan dalam menggunakan hak pilih, nampaknya pemilu online bisa menjadi langkah baru tanpa menghilangkan hak-hak peserta pemilu dalam berkampanye.
Pengaruh Rendahnya Partisipasi Pemilu
Rendahnya partisipasi pemilu masyarakat fisipol pada pemilu tidak muncul begitu saja, dengan rendahnya partisipasi pemilu yang memiliki beberapa faktor penyebab. Dijelaskan ada beberapa faktor yang memengaruhi berubahnya perilaku memilih. Suara mahasiswa sangat diperlukan dalam pemilihan.Â
Rendahnya kesadaran politik, sikap, dan kepercayaan terhadap lembaga juga tidak lepas dari partisipasi pemilu  mahasiswa, kesadaran politik, atau orang yang memahami kebijakan sosial, serta kesadaran mereka akan interaksi antara lingkungan sosial dan politik. sikap dan kepercayaan seseorang terhadap sistem politik, yaitu, bagaimana seseorang memberikan pemerintahan atas pertimbangan mereka, apakah mereka menerimanya atau tidak.Â
Hal ini sesuai dengan komponen dari budaya politik yang ada pengetahuan, perasaan atau kepercayaan, dan orientasi. Akibatnya, jika ini benar, setiap orang yang terlibat dalam politik, apakah mereka mengejar karir di dalamnya atau tidak, harus memiliki pemahaman tentangnya dan memiliki pengetahuan yang diperlukan, dan siapa pun yang terlibat dalam aktivisme politik atau advokasi diri juga harus memiliki pengetahuan ini.Â
Kemudian salah satu faktor penyebab adalah masih tingginya angka pemilih yang golput. Khusus untuk pemilih pemula, kebanyakan masih menganggap pemilu itu menyulitkan. Kurangnya sosialisasi tentang pemilu, serta ketidaktahuan pemilih tentang calonnya menyulitkan mereka untuk memilih. Meningkatkan kesadaran berpolitik dalam pemilu juga mesti digiatkan terutama untuk pemilih pemula. Dan calon legislatif harus mampu menunjukkan visi misinya (Unpad, 2014).
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, yang membahas tentang pemilu khususnya di masyarakat Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, kami memakai metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah proses mengumpulkan dan menganalisis data numerik (Laily, 2022). Â
Ini dapat digunakan untuk menemukan pola dan rata-rata, membuat prediksi, menguji hubungan sebab akibat, dan menggeneralisasi hasil ke populasi yang lebih luas. Penelitian kuantitatif adalah kebalikan dari penelitian kualitatif, yang melibatkan pengumpulan dan analisis data non-numerik (misalnya teks, video, atau audio).Â
Penelitian kuantitatif banyak digunakan dalam ilmu alam dan sosial, yang dimana biasanya menggunakan cara pengumpulan data melalui kuesioner yang akan diisi oleh responden.Â
Tingkat partisipasi politik masyarakat akan dijelaskan dengan menggunakan data angka yang dikumpulkan selama investigasi. Kuesioner yang dibuat bertujuan untuk mencakup populasi masyarakat Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Lalu sampel yang sudah terkumpul adalah sebanyak 38 responden dari Jurusan Hubungan Internasional, Ilmu Pemerintahan, dan Ilmu Komunikasi.Â
Kemudian disebar melalui platform google form dengan tujuh pertanyaan termasuk dengan pilihan dan jawaban esai yang harus diisi setiap responden.
Cara yang dipakai untuk membuat kuisioner adalah dengan menanyakan preferensi penjawab dan menanyakan alasan atas pilihan mereka. Perbandingan dimulai dengan membandingkan kepuasan partisipan pemilu online dan menanyakan alasan atas kepuasan tersebut. Setelah itu kuisioner menanyakan opini partisipan mengenai partisipasi pemilu yang tidak maksimal, keresahan pemilu online dan offline, cara meningkatkan partisipasi, dan kritik dan saran.Â
Manfaat dan tujuan dari penelitian artikel ini adalah untuk mengevaluasi pemilu-pemilu yang dilakukan dan membandingkan pemilu online dan offline. Adapun rumusan masalah yang kita capai untuk artikel ini adalah sebagai berikut:
- Apa perbandingan signifikan dari pemilu online maupun offline di Fisipol Umy?
- Bagaimana cara meningkatkan antusias mahasiswa dalam keikutsertaan pemilu Fisipol Umy?
Setelah melakukan perbandingan tersebut dan poin poin utama dari tujuan artikel ini sudah ditemukan, evaluasi ulang akan dilakukan untuk mencari solusi terhadap masalah-masalah yang dikemukakan di artikel ini.
Berdasarkan data yang didapatkan dari jawaban responden terkait kepuasan penyelenggaraan pemilu online, 58,5% merasa tidak puas dan 41,5% lainnya merasa puas.Â
Ketidakpuasan responden mengenai penyelenggaraan pemilu online dikarenakan beberapa hal seperti meningkatkan potensi terjadinya kecurangan, penyalahgunaan identitas, banyaknya intervensi, ketidakpuasan pada UI dan UX website yang dijadikan sebagai wadah untuk memilih, penyebaran informasi terkait pemilu belum merata, tidak dapat melihat pasangan calon secara langsung, hilangnya atmosfer pemilu yang sesungguhnya, dan trouble pada website pemilu.
 Sedangkan responden lainnya merasa puas dikarenakan pemilu online dirasa lebih efisien dari segi waktu, biaya dan tempat, lebih mudah, mengurangi penyebaran covid 19, dan eksekusi yang lebih sederhana.
Sesuai dengan data yang didapatkan dari jawaban responden mengenai penyelenggaraan pemilu offline, sebanyak 75,6% menyatakan puas dan 24,4% lainnya tidak puas.Â
Alasan responden yang puas pada kegiatan pemilu offline yaitu lebih efektif, tidak mudah dimanipulasi, euphoria yang lebih terasa, dapat mengamati kondisi lapangan, banyak pihak yang berpartisipasi, lebih transparan, pengawasan bawaslu lebih ketat, proses pemilu lebih mudah, lebih interaktif, dan lebih terstruktur rangkaian acaranya.Â
Sedangkan minoritas responden tidak merasa puas pada penyelenggaraan pemilu offline karena belum pernah berpartisipasi, mengeluarkan usaha yang lebih banyak seperti tenaga dan waktu, kurang efektif, ketidakpahaman pemilih mengenai alur dan sistem pemilu.
Melihat data yang sudah diperoleh, terdapat perbandingan signifikan dari pemilu online maupun offline pemilu Fisipol Umy. Responden yang merupakan Mahasiswa Fisipol Umy lebih puas dengan pemilu yang diselenggarakan secara offline seperti data yang sudah didapatkan, dimana 75,6% menyatakan puas dengan adanya pemilu offline dan hanya 58,5% yang menyatakan puas dengan pemilu online.
Dengan kondisi yang saat ini terjadi kemungkinan akan terus berubah, sistem yang akan dilakukan oleh penyelenggara pemilu akan berganti sesuai dengan kondisi yang diregulasikan, namun hadirnya kegiatan pemilu yang dilakukan baik secara online maupun offline tetap perlu dilakukan dengan maksimal dan sebaik baiknya dengan partisipasi dan keterlibatan Mahasiswa Fisipol dalam pemilu.Â
Yang pasti kedua sistem memiliki teknis yang sangat berbeda, maka dengan penyelenggara pemilu fisipol harus memiliki langkah taktis yang akurat dan menarik untuk kembali menghidupkan nafas demokrasi di lingkungan Fisipol dengan membuat propaganda yang sesuai dengan selera sosial media yang ada sampai saat ini ini menjadi langkah yang baik, penyelenggara perlu berpikir kreatif dan inovatif akan terselenggaranya pemilu.
Hal  ini jelas saja mengundang minat mahasiswa untuk terlibat, begitu juga apabila dilakukan secara offline, kegiatan pemilu juga perlu disosialisasikan dengan tepat, pengadaan kegiatan pemilu secara offline harus dipersiapkan dengan sebaik mungkin, hal ini menunjang semangat partisipasi mahasiswa dan menghidupkan kembali euforia pesta demokrasi yang sudah tertidur di beberapa tahun kemarin.
HASIL PEMBAHASAN
Analisis Pemilu Online
Kegiatan Pemilihan Umum Raya (Pemira) merupakan sebuah pesta demokrasi tingkat fakultas maupun universitas yang diadakan setahun sekali. Dari kegiatan inilah dilahirkannya para pemimpin yang akan menjalankan roda kepemimpinan dan estafet perjuangan akan diteruskan. Namun, dengan adanya pandemi covid 19 menyebabkan beberapa kegiatan mahasiswa menjadi terhambat, termasuk pelaksanaan Pemira.Â
Pemira pada tingkat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FISIPOL UMY) misalnya, 2 Tahun terakhir Fisipol Umy telah menjalankan pemira secara online akibat pandemi covid-19.Â
Tata cara pemungutan online adalah; pemilih atgau mahasiswa diarahkan ke website yang telah dibuat panitia, setelah itu login menggunakan akun KRS Mahasiswa, dan Mahasiswa Fisipol dapat menggunakan haknya untuk memilih kandidat yang dipercaya sesuai kriteria.
Pemira yang dilakukan secara online ini terkesan membawa warna baru bagi pesta demokrasi mahasiswa. Namun dibalik itu semua nyatanya pemilu online yang dilakukan ditingkat Fisipol Umy dianggap memiliki kecacatan dan rentan akan kecurangan.Â
Hal tersebut dikuatkan oleh data kuisioner yang menunjukkan 58,5% masyarakat Fisipol Umy tidak puas dengan adanya pemilu online tersebut. Pemilu online disinyalir riskan akan kecurangan dan keberpihakan, dari mulai tata letak peserta pemilu yang tidak diletakkan secara sejajar, kurang masifnya mengenai sosialisasi pemilu, website yang mengalami gangguan, hingga penyalahgunaan akun KRS mahasiswa pemilih.
Analisis Pemilu Offline
Pemilu secara singkat dipahami sebagai kegiatan yang menjadi wadah masyarakat guna memilih seorang pemimpin, baik itu ditingkat desa, daerah, maupun negara. Pemilu tidak hanya dijadikan wadah guna memilih pejabat negara tetapi juga digunakan untuk memilih pejabat kampus.Â
Selayaknya hal lain, pemilu tentu tidak terlepas dari berbagai pro dan kontra di dalamnya, terlebih saat ini dengan adanya pandemi dan kemajuan teknologi, pemilu offline seakan tergusur eksistensinya oleh pemilu online melalui platform yang disediakan baik oleh negara maupun pihak kampus.Â
Hasil kuisioner ini membuktikan bahwa setidaknya terdapat 75% responden yang puas dengan pemilu offline, sedangkan sisanya kurang puas terhadap pemilu offline. Pemilu offline dinilai lebih baik daripada pemilu online karena memiliki tingkat transparansi yang lebih tinggi, pasalnya semua hal yang terjadi dalam proses pemilu dapat terlihat oleh orang banyak.Â
Selain itu, pemilu offline juga minim akan manipulasi dan juga kecurangan di dalamnya. Pemilu offline juga dinilai lebih efektif karena pemilihan dapat dilaksanakan secara langsung dan hasil juga dapat diketahui secara transparan.Â
Pemilu offline juga memberikan kemudahan kepada para pasangan calon untuk mensosialisasikan visi misinya didepan pemilihnya, dan pemilih pun tidak akan kebingungan dengan pasangan calon yang akan mereka pilih.Â
Akan tetapi, pemilu offline ini juga memiliki banyak kekurangan diantaranya antrean yang panjang, pemilu yang dinilai kurang terkonsep, tahapan yang rumit, biaya dan waktu yang tidak sedikit, hingga pada memungkinkan terjadinya keributan saat perhitungan suara karena perbedaan kubu.
KESIMPULAN
Penyelenggaraan kegiatan pemilu kampus secara online maupun online tentunya memiliki kelebihan maupun kekurangannya tersendiri. Covid 19 sendiri merupakan sebuah alasan yang mengharuskan penyelenggaraan pemilu kampus diadakan secara online. Dengan diadakan pemilu secara online, kami dapat mengetahui bahwa banyak pelajaran dan pengalaman yang kami dapatkan dari pemilu online ini.
Adapun analisis perbandingan pada pemilu online dan offline ini, kami memliki harapan agar dapat meningkatkan kepuasan partisipasi masyarakat pemilu online dan offline Fisipol tanpa adanya paksaan atau pun desakan dari pihak manapun. dengan metode kuantitatif  yang  membahas tentang pemilu online dan offline bisa menjadi rujukan oleh  BAWASLU Fisipol untuk lebih bijaksana lagi  dalam  mengadakan pemilihan umum Fisipol.Â
Menurut data analisis pemilu online dan offline, setidaknya ada 75,6% responden yang lebih memilih pemilu offline dan 58,5% responden memilih pemilu online. Dengan begitu pemilu offline lebih dinilai lebih baik oleh masyarakat Fisipol Umy, karena memiliki tingkat transparasi yang lebih tinggi dan minim terjadi kecurangan didalamnya.
Dengan hasil analisis yang diatas dapat disimpulkan, bahwa pemilu yang diadakan secara offline pada tingkat fakultas memiliki minat yang lebih banyak dibandingkan pemilu yang diadakan secara online. Harapan kami kedepannya adalah pemilu yang akan diselenggarakan kedepannya agar dapat dilaksanakan Kembali secara offline atau tatap muka.Â
Tentunyaa dengan diadakan pemilu secara offline, akan menjadi suatu cikal bakal integritas politik kampus yang lebih baik lagi untuk kedepannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H