Mohon tunggu...
Afifatul Khoirunnisak
Afifatul Khoirunnisak Mohon Tunggu... Petani - Sarjana Pertanian

Menikmati perjalanan hidup dengan belajar dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Petani Milenial, Jawaban Atas Krisis Regenerasi Petani?

11 November 2021   13:50 Diperbarui: 12 November 2021   14:13 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani Milenial (sumber: istockphoto.com)

Mayoritas petani di Indonesia sudah memasuki usia non-produktif. Lantas, siapakah yang akan meneruskan usaha tani? Bagaimana nasib Indonesia sebagai negara agraris?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mungkin berkecamuk di pikiran sebagian orang. Ada yang peduli, dan mulai menyiapkan generasi penerus petani. Sebaliknya mungkin ada juga yang acuh tak acuh, asal perut kenyang, tidaklah menjadi urusan.

Sudah selayaknya kita mulai memikirkan nasib pertanian kedepannya. Sangat sayang sekali apabila kekayaan sumberdaya alam Indonesia terabaikan begitu saja. Bahkan tertuang dalam lirik sebuah nyanyian "tongkat dan kayu jadi tanaman" yang menunjukkan betapa suburnya alam Indonesia. Namun, apabila tidak dikelola dengan baik dan didukung dengan SDM yang baik, ya percuma saja.

Mengatasi kekhawatiran tersebut, pemerintah sudah melaksanakan beberapa program guna menarik generasi milenial untuk terjun ke sector pertanian, seperti Petani Milenial, Santri Tani Milenial, dan banyak program lainnya. Program-program tersebut bertujuan untuk membekali para milenial untuk melanjutkan sistem usaha tani dan harapannya dapat memajukan pertanian di Indonesia.

Mengapa generasi milenial harus turut serta?

Mungkin ada yang bertanya-tanya mengapa sasarannya lebih ke generasi/petani milenial. Jawabannya sederhana, karena nasib Indonesia kedepannya berada di tangan milenial. Definisi petani milenial menurut BPS yaitu petani yang berusia sekitar 19 -- 39 tahun, dimana usia produktif tersebut dianggap lebih mengenal teknologi dan diharapkan dapat memberikan inovasi untuk kemajuan pertanian di Indonesia.

Disamping itu masih terdapat gap besar antara meningkatnya kebutuhan pangan manusia dengan masih rendahnya produksi pertanian yang salah satunya disebabkan rendahnya kualitas SDM petani. Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian yang diterbitkan pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada 2020 proporsi petani yang berlatar belakang pendidikan dasar sebesar 83%, pendidikan menengah sebesar 15% dan pendidikan tinggi hanya 2%. 

Kondisi tersebut tidak terlepas dari mayoritas petani yang berusia non produktif (petani tua) yang kurang mengenal teknologi. Sehingga disini peran generasi milenial sangat ditunggu dan menjadi sebuah harapan baru untuk kemajuan pertanian di Indonesia. Namun, apakah generasi milenial tertarik terjun ke sektor pertanian?

Bagaimana cara menarik minat petani milenial?

Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi pada tahun 2030 mendatang. Bappenas menyatakan bahwa pada tahun tersebut jumlah usia produktif bisa mencapai 64% dari total jumlah penduduk sekitar 297 juta. Tentunya hal tersebut menjadi hal yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan dengan baik. Sudah seharusnya sektor pertanian mengambil momentum tersebut untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. 

Namun masih rendahnya minat milenial untuk terjun ke pertanian menjadi salah satu tantangan saat ini. Masih banyak ditemui fakta di lapangan bahwa para petani tidak ingin anaknya terjun ke pertanian dikarenakan berbagai faktor seperti masih rendahnya kesejahteraan petani. Ada juga milenial yang malu terjun di pertanian karena selama ini pertanian identik dengan panas-panasan dan kotor.

Kondisi tersebut tidak sepenuhnya benar, dan tidak sepenuhnya salah. Saat ini pelan-pelan sudah mulai terlihat peran petani milenial yang harapannya juga dapat menarik generasi milenial lainnya untuk menggeluti pertanian. 

Beberapa contoh konkrit yang mungkin dapat merubah mindset kita tentang pertanian antara lain yaitu urban farming, smart farming, organic farming, microgreen farming, aquaponic, hidroponic, dan banyak teknologi lainnya. Pemasaran produk-produk pertanian melalui digital marketing juga menjadi bukti nyata semakin banyak milenial yang tertarik di bidang pertanian.

Bagaimana peran petani milenial?

Momok mengerikan dan terkesan kolot bagi sebagian besar kaum milenial perlahan mulai pudar dengan hadirnya berbagai sosok petani muda yang sukses dalam bidang pertanian. 

Petani muda ini menghadirkan suasana baru dalam hal pencitraan diri seorang petani, dimana teknologi melekat erat dalam aktivitas sehari hari sebagai petani. Sebut saja, Agung Wedhatama, sosok petani milenial yang berasal dari Desa Gobleg, Buleleng, Bali. Agung menjadi salah satu petani muda yang bergerak dibidang pertanian organik. 

Agung memiliki metode bercocok tanam yang bisa dibilang berteknogi dimana Agung menyebutnya dengan Smart Farming. Smart Farming gagasan Agung cukup beragam dalam penerapannya pada budidaya tanaman. Agung juga telah membentuk komunitas Petani Muda Keren (PMK) di Desa Goblek, Buleleng. Komunitas ini terfokus pada komoditas hortikultura berupa sayuran melalui integrasi teknologi smart irrigation yang dapat dikendalikan dengan perangkat Android.

Ilustrasi Smart Farming (istockphoto.com)
Ilustrasi Smart Farming (istockphoto.com)

Tidak hanya itu, Agung juga mendirikan PT. Bos (Bali Organik Subak) serta BosFresh Apps yang bergerak di bidang pertanian dengan basis di Bali. Agung melihat masih cukup besarnya peluang yang ada di Industri pertanian Indonesia. 

Peran Agung sebagai milenial tidak hanya menginisiasi gerakan bertani bagi anak muda akan tetapi memberikan gambaran atau citra yang baik bagi petani milenial. Agung menggambarkan petani milenial tidak serta merta harus turun ke lapangan akan tetapi dapat dilakukan melalui perangkat Android.

Potensi dan tantangan petani milenial kedepan

Petani milenial menjadi sosok yang saat ini menjadi harapan besar bagi keberlangsungan aktivitas pertanian di Indonesia. Petani milenial atau petani muda masih sangat dibutuhkan kehadirannya untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan budidaya tanaman ataupun beternak hewan. Potensi yang cukup besar dan peluang yang terbuka lebar masih sangat besar untuk menjadi petani milenial yang berteknologi. 

Akses internet di Indonesia mulai menjangkau ke berbagai pelosok daerah di Indonesia. Secara umum generasi milenial memiliki tingkat pendidikan tinggi serta usia produktif yang masih prima. 

Sehingga akses terhadap teknologi informasi sudah cukup, baik bagi milenial yang akan menjadi petani atau milenial lain yang mungkin dapat menjadi audiens. Kebijakan pemerintah yang turut mendukung pertumbuhan dan perkembangan petani milenial dan perubahan perilaku masyarakat dalam mendukung sektor pertanian selama pandemi menjadi peluang besar dan jalan lebar bagi pemuda Indonesia.

Pertanian presisi dengan menggunakan teknologi sangat dibutuhkan untuk menjamin akurasi, presisi, real time, keaslian, dan transparansi dalam menghitung permintaan (demand) dan pasokan (supply). Akan tetapi, pada pelaksanaannya memiliki berbagai tantangan yang dapat ditemui seperti akses internet yang masih minim di wilayah tertentu serta minat untuk berwirausaha yang rendah. Hal ini dikarenakan banyak petani milenial yang masih sebatas membuat teknologi saja belum mencapai keinginan untuk melakukan aktivitas komersialisasi.

Pemerintah sudah membuka peluang bagi generasi milenial untuk turut serta dalam perkembangan sector pertanian. Namun berhasil atau tidaknya bukan semata hanya menjadi tanggungjawab pemerintah. Melainkan juga tanggungjawab kita sebagai generasi milenial, apakah mampu menyambut umpan pemerintah atau justru sebaliknya. Harapannya semakin banyak generasi milenial yang tertarik terjun ke bidang pertanian. Sehingga istilah Indonesia sebagai negara agraris tidak hanya tinggal sebagai cerita saja.

Ditulis oleh:

Afifatul Khoirunnisak (Mahasiswa Pengelolaan Tanah dan Air, Universitas Brawijaya)

Rizki Abi Amrullah (Mahasiswa Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Institut Pertanian Bogor)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun