Malam hari. Angin malam menusuk tulang. Deburan ombak memecah kesunyian. Gelap gulita, hanya ditemani cahaya bintang. Di tempat inilah kita bercengkerama. Pantai Bajulmati.
Bajulmati merupakan sebuah desa yang terletak di Kabupaten Malang. Desa yang cukup terpencil karena dikelilingi oleh hutan dan pantai selatan. Sepanjang mata memandang disuguhkan perpaduan birunya laut dan langit. Sangat indah. Tempat yang cukup tenang untuk melepas penat.
Masih ingat bagaimana perjalanan kami (saya, Bu Anis, Mas Fatur, dan Diano) yang tidak singkat, hampir memakan waktu 2 jam. Kami memutuskan berangkat malam hari, setelah menghadiri acara komunitas literasi. Bunda, panggilanku ke Bu Anis mengajak kami ke rumah kawannya yang juga merupakan tokoh masyarakat di Bajulmati, Kabupaten Malang.
Bukan perjalanan yang mudah untuk mencapai kesana. Jalanan sempit yang berkelak-kelok, naik turun, ditambah tidak ada penerangan jalan membuat perjalanan serasa jauh. Hanya sedikit pemukiman disepanjang perjalanan, selebihnya yaitu hutan. Namun, perjalanan ini bukanlah sekedar perjalanan. Sudah kehendak Allah menggerakkan hati saya untuk menambah tali persaudaraan melalui silaturrahmi.
Dengan berbekal google maps, kami tiba di rumah Abah Mahbub Junaidi. Beliau adalah kawan lama bunda, seorang budayawan, tokoh masyarakat, dan pejuang pendidikan. Saya banyak belajar dari kesederhanaan beliau. Bagaimana untuk menjadi manusia yang lebih banyak bersyukur.
Malam itu juga, bunda mengajak kami pergi ke pantai. Menikmati suara ombak yang tertiup angin sambil menulis, katanya. Akhirnya kami duduk di sebuah tempat teduh di pinggir pantai. Abah memberikan banyak sekali wejangan kepada kami.
Memanusiakan manusia. Ternyata itu bukan sekedar kiasan. Abah menjelaskan bahwa hakikatnya manusia itu berasal dari tanah. Filosofi tanah yaitu dingin, tenang, diam, dan tidak pernah marah.
Tanah sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tanaman bisa tumbuh karena adanya tanah. Disisi lain, tanah tidak pernah menuntut meskipun diinjak-injak dan dikasih kotoran makhluk hidup. Sifat manusia yang sebenarnya yaitu seperti tanah. Kita harus bisa memberikan manfaat kepada sesama dan saling membantu. Namun tidak boleh marah, sakit hati, dan kecewa ketika dihina/disakiti orang lain.
Selain itu, beliau juga menjelaskan filosofi telapak tangan. Ibu jari menunjukkan Hablum minallah (hubungan manusia dengan Sang Pencipta) dan keempat jari lainnya menunjukkan Hablum minan naas (hubungan manusia dengan manusia lainnya). Hablum minan naas yang paling atas yaitu jari telunjuk, yang menggambarkan sebagai sosok orang tua dan guru. Kesuksesan kita tidak terlepas dari peran orang tua dan guru.
Disamping itu semua, Abah juga memberikan nasihat khusus kepadaku. Beliau memberikan motivasi dan memperkuat alasanku untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Yarfa'illahu. "Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu" Maka bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.Â
Bajulmati, Malang, 20102019
Afifatul Khoirunnisak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H