Natal dan Tahun Baru merupakan momen libur nasional yang penting bagi masyarakat Indonesia. Seluruh lapisan masyarakat terutama pekerja kantoran sangat menantikan libur nasional yang bisa dibilang cukup panjang ini. Pada momen liburan ini, masyarakat biasanya akan berlibur ke suatu tempat bersama keluarga, membeli hadiah untuk perayaan natal bagi yang merayakan, dan pengeluaran lainnya.
Banyaknya pengeluaran biaya oleh masyarakat menimbulkan tingginya permintaan dana ke bank sebagai tempat dimana masyarakat menyimpan atau menyalurkan dananya. Hal ini berpengaruh langsung terhadap bank karena bank harus bisa menyediakan kebutuhan dana yang diminta oleh masyarakat untuk keperluan saat libur natal dan tahun baru. Ketersediaan dana yang dimiliki oleh bank untuk membayar kewajiban jangka pendek, dalam kasus ini adalah kenaikan permintaan dana oleh masyarakat karena momen libur natal dan tahun baru, dinamakan likuiditas.
Risiko Likuiditas merupakan Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Likuiditas merupakan salah satu aspek penting bagi kelangsungan hidup suatu bank. Likuiditas yang cukup akan memungkinkan bank untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah dan pemangku kepentingan lainnya. Namun, pada periode tertentu, seperti saat Natal dan Tahun Baru, bank dapat menghadapi risiko likuiditas yang meningkat.
Banyak cara yang dilakukan bank maupun pemerintah sebagai pemegang regulasi di Indonesia agar dapat mengurangi risiko likuiditas dari adanya momen libur panjang ini. Pemerintah misalnya dapat mengeluarkan kebijakan moneter dari Bank Indonesia (BI). Bank Indonesia dapat melakukan penyesuaian kebijakan moneter, seperti menaikkan suku bunga, untuk mengendalikan inflasi. Kenaikan suku bunga dapat menekan peredaran uang yang terjadi di masyarakat karena masyarakat akan menyimpan uangnya kembali ke tabungan deposito dan sejenisnya.
Risiko likuiditas dapat menyebabkan beberapa masalah pada sebuah bank mulai dari yang kecil sampai masalah yang fatal. Masalah pertama dan yang paling umum yang disebabkan oleh risiko likuiditas adalah ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban jangka pendek, diantaranya yaitu ketidaktersediaan uang tunai saat nasabah akan menarik uangnya di bank tersebut. Masalah ini akan menyebabkan masalah lainnya seperti masalah reputasi atau nama baik dari bank tersebut karena masalah likuiditas tadi.
Masalah selanjutnya yaitu bank harus menjual aset-aset yang dimiliki dibawah atau bahkan jauh dari harga pasar terkini untuk menutupi kekurangan likuiditas tersebut. Hal ini membuat bank merugi karena aset yang sudah direncanakan harus dijual untuk menutupi masalah likuiditas.
Namun, bank mempunyai beberapa strategi untuk memitigasi masalah-masalah yang terjadi akibat dari risiko likuiditas. Strategi pertama yaitu bank menambah cadangan uang tunai agar likuiditas tetap terjaga. Selanjutnya yaitu mengambil kebijakan pendanaan seperti tidak bergantung kepada pendanaan jangka pendek dan meningkatkan diverisifikasi sumber pendanaan. Mitigasi terakhir yang dapat dilakukan yaitu menggunakan manajemen risiko likuiditas untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko likuiditas.
Seperti kasus pada Bank BCA dan Bank BRI yang mengambil tindakan untuk mengatasi risiko likuiditas pada momen libur nasional natal dan tahun baru dimana banyak pihak ketiga atau nasabah menarik dananya dari bank untuk berbagai keperluan saat liburan. PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menyediakan uang tunai sebesar Rp41,1 triliun untuk kebutuhan Libur Natal 2023 dan tahun baru 2024 (Nataru). Ketersediaan uang tunai Libur Nataru kali ini meningkat sekitar 5% dibandingkan realisasi uang tunai disiapkan di periode Nataru tahun sebelumnya.
Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) sendiri menyiapkan uang kas senilai Rp25,2 triliun pada periode Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Direktur Jaringan dan Layanan BRI Andrijanto mengungkapkan angka ini tercatat lebih rendah sebesar 5% dibandingkan dengan realisasi tahun lalu yang mencapai sebesar Rp26,5 triliun.
Ketersediaan uang tunai di mesin ATM kali ini pun mulai teratasi karena banyak masyarakat yang sudah mulai menggunakan internet banking atau mobile banking untuk melakukan berbagai transaksi.
Dari fenomena di atas disimpulkan bahwa, momen libur nasional natal dan tahun baru memengaruhi likuiditas dari sebuah bank. Karena banyak masyarakat yang menarik uang mereka dari bank untuk kebutuhan liburan natal dan tahun baru. Hal ini menyebabkan beberapa risiko likuiditas yang dialami oleh bank. Namun, bank memiliki strategi dan kebijakan yang matang untuk mengatasi risiko likuiditas yang dialami karena fenomena tersebut. Hasilnya adalah permintaan uang tunai dari masyarakat terpenuhi dan bank pun terhindar dari risiko likuiditas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H