Mohon tunggu...
Afifah Widia A
Afifah Widia A Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Halooo saya Afifah Widia Anggraini mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung dari Fakultas Adab dan Humaniora jurusan Sastra Inggris semester 3. Hobi saya ada lah membaca buku dan menonton film. Saya juga suka menonton drama Korea dan drama Cina

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

ATURAN PENGAMALAN HADIST DHAIF PADA KEHIDUPAN SEHARI-HARI

9 Januari 2024   19:25 Diperbarui: 10 Januari 2024   06:49 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A.Pengertian Hadits
Berdasarkan KBBI, hadits ialah sabda, perbuatan, takrir (ketetapan) Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan atau diceritakan oleh sahabat untuk mengungkapkan serta menetapkan aturan Islam; sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al - Qur'an.
Dilansir dari artikel Universitas Lampung yang bertajuk tajuk "Pengertian Hadits", Hadits merupakan catatan yang berasal dari perkataan, perbuatan, serta persetujuan Nabi Muhammad Saw. yang disampaikan melalui para penutur. Hadits juga berfungsi menjadi penjelas serta penguat makna kandungan ayat - ayat Al - Qur'an.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa hadits merupakan perkataan, perbuatan, juga ketetapan Nabi Muhammad Saw. yang disampaikan atau diriwayatkan kembali oleh para sahabat sebagai sumber aturan serta ajaran Islam yang kedua setelah Al - Qur'an.

B. Pembagian Hadits sesuai Kualitas Sanad dan  Matan
a. Hadits Shahih
Hadits shahih artinya hadits yang memenuhi syarat ketat serta dianggap sebagai hadits yang sahih dan  shahih. untuk menjamin keabsahan hadits, para ulama membagi hadits menjadi 3 kategori sesuai kualitasnya; hadits shahih, hadits hasan dan  hadits dhaif.

Hadits shahih memiliki beberapa karakteristik - ciri sebagai berikut:
1.Disampaikan oleh para penutur/rawi yang tidak memihak (adil).
2.Memiliki sifat istiqomah (mungkin berasal dari Nabi).
3.Memiliki akhlak yang baik (memiliki manfaat positif).
4.Tidak fasik (tidak mengakibatkan kekhawatiran).
5.Memelihara akhlak (kehormatan) yang baik serta memiliki daya ingat yang kuat.
6.Pada saat menerima hadits, masing - masing perawi ialah orang cukup umur (baligh) serta beragama Islam.
7.Pada matannya tidak terdapat kejanggalan atau kontradiksi (syadz), tidak terdapat alasan -- alasan yang terselubung atau tidak realistis untuk mencacatkan hadits ('illat).
Hadits shahih memegang peranan penting dalam Islam sebagai sumber aturan serta penjelasan ajaran agama.

b.Hadits Hasan
Hadits hasan merupakan tingkatan hadits yang berada di bawah hadits shahih. Hadits hasan mempunyai beberapa ciri yang membedakannya dari  hadits shahih. Berdasarkan Imam Tirmidzi, hadits hasan merupakan hadits yang tidak berisi berita yang dusta , tidak bertentangan dengan hadits lain dan  Al - Qur'an, informasinya tidak kabur, dan  mempunyai lebih dari satu sanad.
Beberapa syarat hadits hasan diantaranya:
-Periwayat (sanad) bersambung.
-Diriwayatkan oleh perawi yang adil.
-Diriwayatkan oleh perawi yang hafal, namun taraf kehafalannya masih di bawah hadis shahih.
-Tidak bertentangan dengan hadits yang perawinya dianggap berada ditingkat yang lebih tinggi atau Al - Qur'an.
-Tidak ada kecacatan.

Perbedaan utama antara hadits shahih serta hasan terletak di taraf kedhabitannya. Bila hadits shahih mempunyai taraf kedhabitannya yang tinggi, maka hadits hasan mempunyai taraf kedhabitannya yang berada di bawahnya. contoh hadits hasan ialah hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Amr bin al - Qamah, dari Salamah, dari Abu Hurairah. Hadits ini dikategorikan menjadi hasan sebab Muhammad bin Amr bin al - Qamah memiliki tingkat hafalan yang tidak luar biasa.

c.Hadits Dhaif
Hadits dhaif ialah hadits yang tidak memenuhi kriteria hadits shahih dan  hasan. Beberapa penyebab hadits dhaif diantaranya:
-Sanadnya tidak bersambung.
-terdapat perawi yang tidak dikenal.
-Perawi yang tidak beragama islam.
-Perawi yang belum baligh.
-Perawi yang dianggap pelupa, pendusta, atau fasik.

Berdasarkan Imam Al-Baiquni, setiap hadits yang tingkatannya berada di bawah hadits hasan (tidak memenuhi syarat sebagai hadits shahih maupun hasan) maka dianggap hadits dhaif dan  hadits ini terbagi menjadi beberapa macam sesuai kecacatan sanad serta matannya.

Dilansir dari artikel Universitas Islam An - Nur Lampung yang bertajuk "Pengertian hadits dhaif" hadits dhaif terbagi menjadi empat sesuai kecacatannya, yaitu:
1)Hadits Mursal
Menurut bahasa, hadits mursal berarti hadits yang terlepas, para ulama menyampaikan batasan hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya diakhir sanad, rawi ini berada pada tingkatan sahabat. Oleh karena itu, hadits mursal dalam sanadnya tidak mengungkapkan sahabat Nabi sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah Saw.
Terdapat beberapa ulama yang beropini bahwa hadits mursal ialah hadits dhaif  yang tidak diterima sebagai hujjah, namun sebagian kecil ulama, seperti Abu Hanifah, Malik bin Anas serta Ahmad bin Hambal bisa menerima hadits mursal sebagai hujjah bin rawinya adil.

2)Hadits Munqati'
Hadits munqati' menurut bahasa adalah hadits yang terputus. Batasan yang diberikan para ulama terhadap hadits munqati' adalah hadits yang gugur satu atau dua rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Rawi menjelang akhir sanad dianggap tabi'in Jika rawi diakhir sanadnya adalah sahabat Nabi. Jadi, hadits munqati' bukanlah rawi ditingkat sahabat yang gugur namun minimal gugur seorang tabi'in.

3)Hadits Mudal
Hadits mudal menurut bahasa adalah hadits yang sulit dipahami. Batasan yang diberikan para ulama terhadap hadits mudal adalah gugurnya dua orang rawi atau lebih secara beriringan dalam sanadnya. Dua orang rawi yang gugur beriringan itu merupakan Muhammad bin Ajlan dan  ayahnya, hal tersebut diketahui dari riwayat Imam Malik yang berbunyi, "Dari Muhammad bin Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah".

4)Hadits Muallaq
Menurut bahasa, hadits muallaq berarti hadits yang tergantung. Hadits muallaq menurut istilah artinya hadits yang gugur satu rawinya atau lebih diawal sanad. Jika seluruh rawinya digugurkan (tidak disebutkan) juga termasuk hadits muallaq.

C. Aturan Pengamalan Hadits Dhaif
Semua ulama sepakat bahwa mengamalkan hadits dhaif dibenarkan selama tidak berkaitan dengan aturan halal, haram, akidah, atau fadha'il amal. Dengan demikian, penyampaikan hadits dhaif memiliki banyak sekali cara, seperti mengutipnya dalam buku atau menyampaikannya dalam pengajian serta majelis taklim, dianggap sah.
Dalam al-Taqriratus Saniyyah fi Syarh al-Mandzumah al-Bayquniyyah, Hasan Muhammad al-Masyath menyebutkan:

Artinya: "Sebagian ulama memperbolehkan periwayatan hadits dhaif tanpa menjelaskan kedhaifannya dengan beberapa syarat: Hadits tersebut berisi kisah, nasihat-nasihat, atau keutamaan amalan, dan  tidak berkaitan dengan sifat Allah, aqidah, halal-haram, hukum syariat, bukan hadis maudhu', dan tidak terlalu dhaif."


Beberapa penyebab hadits dhaif antara lain sanadnya tidak bersambung, ada perawi yang tidak dikenal, perawi yang tidak beragama islam, perawi yang belum baligh, atau perawi yang dianggap pelupa, pendusta, atau fasik.
Terdapat empat kategori aturan pengamalan hadis:
1.Tidak Diperbolehkan
Tidak boleh dipergunakan dalam hal aturan atau fadhail al-amal (amal ibadah yang utama). Yahya bin Ma'in (W543 H0), Imam ALBukhari (W 256 H), Imam Muslim (W 261 H), serta Ibnu Hazm (W 456 H) semua menganut mazhab ini. Sebagian besar  ulama hadits berpendapat bahwa hadits dhaif tidak bisa digunakan sebagai dasar aturan, terutama dalam aturan halal dan haram.

2.Diperbolehkan
Hadits dhaif tidak boleh digunakan sebagai hujjah, namun terdapat beberapa ulama yang mengizinkannya, seperti dalam persoalan fadhail al-Amal dan al-Mawa'izh. Beberapa persyaratan yang wajib  dipenuhi untuk penggunaan hadits-hadits dhaif adalah sebagai berikut:
a.Hadits tersebut tidak terlalu lemah. Ini merupakan syarat yang disepakati, jadi tidak termasuk yang diriwayatkan oleh para pendusta (al-kadzdzabin) dan dituduh berdusta. tidak termasuk pula orang yang salahnya fahisy, yang berarti tidak bisa diterima.
b.Ditopang oleh nash dengan kekuatan yang lebih besar
c.Saat menggunakan hadits tersebut, itu tidak dianggap sebagai hadits yang tsubut (valid), namun dianggap sebagai tindakan ihtiyat (hati-hati), serta tidak dinibahkan kepada Nabi Saw. apa yang tidak pernah beliau katakan.

3.Tidak Diperbolehkan Mutlak
Imam Abu Bakar Ibnu al-Arabi, al-Syihab al-Khafaji, serta al-Jalal al-Dawwani yang menganut madzhab ini. dalam hal fadhail amal serta aturan syariat, hadits dhaif tidak boleh diamalkan secara mutlak.

4.Diperbolehkan Secara Mutlak
Boleh mengamalkan hadits dhaif secara mutlak, baik pada fadhail amal juga aturan syariat (halal, haram, wajib , dll.), asalkan dhaifnya tidak dhaif syadid (lemah sekali), serta tidak terdapat dalil lain selain hadis tadi atau dalil lain yang bertentangan dengannya. Karena dia tidak mengambil dalil qiyas kecuali jika tidak terdapat nash lagi, Imam Ahmad menyatakan bahwa hadits dhaif lebih disukai daripada pendapat ulama (ra'yu). Selain itu, Imam Ibnu Mandah menyatakan bahwa Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits menggunakan sanad yang dhaif Bila tidak terdapat dalil lain selain hadits tersebut, karena menurut Abu Dawud, hadits dhaif lebih kuat daripada (ra'yu).

D. Contoh Hadits Dhaif
: : .

Artinya: dari Abi Umaamah dia berkata: Rasulullah saw. pernah ditanya, do'a manakah, yang dapat didengar [diterima] ??? beliau menjawab: Do'a yang bisa diterima (didengar itu islet pada tengah malam yang terakhir, dan  sesudah selesai melaku kan shalat wajib.

Penulis

 Afifah Widia Anggraini & Adinda Ayu Rinandasari 

Referensi
Ahmad Farih Dzakiy, M. D. (2022). Hadis Dhaif Dan Hukum Mengamalkannya. Journal of Hadith Studies, 1-12.
Dzakiy, A. F. (n.d.). 12Hadis Dhaif Dan hukum Mengamalkannya.
Ferdiansyah, H. (2017, Oktober Jumat). nur online. Retrieved from nu.or.id: https://nu.or.id/ilmu-hadits/hukum-menyampaikan-hadits-dhaif-tanpa-menjelaskan-statusnya-axbDw#:~:text=Ulama%20sepakat%20bahwa%20mengamalkan%20hadits,pengajian%20dan%20majelis%20taklim%20dibolehkan.
Humas, T. (2017, November). Pengertian hadits dhaif, kriteria, dan  macam-macamnya. p. 01.
kbbi. (n.d.). KBBI. Retrieved from kbbi.web.id: https://kbbi.web.id/hadis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun