Mohon tunggu...
Afifah Rahmadani
Afifah Rahmadani Mohon Tunggu... Animator - Public Relations Student

Welcome readers

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Strategi Media TV di Era Industri 4.0 dalam Upaya Menjaga Eksistensinya

7 Mei 2021   13:53 Diperbarui: 7 Mei 2021   14:03 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pada era industri 4.0 menuju 5.0 bahkan 6.0 bidang teknologi menuntut adanya pesebaran informasi didunia digital. Hal ini berdampak pada industri pertelevisian yang harus bersaing dengan media-media online yang lebih mudah diakses. Stasiun televisi dituntut untuk terus menghadirkan inovasi disetiap tayangannya.

Pada hari Jumat, 30 April 2021 saya mengikuti sebuah webinar yang dilaksanakan oleh LPPM Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie yang bertemakan "Strategi Media Tv di Era Industri 4.0 

Dalam Upaya Menjaga Eksistensinya" dalam webinar tersebut dihadiri 3 pembicara yang 2 diantaranya adalah orang-orang yang bekerja di stasiun televisi, yaitu ada Yohanes Stephanus Siahainenia selaku News Production Bulletin Dept.Head Metro TV dan selanjutnya ada Melisa Candasari presenter Talkshow TV One  dan Kompas TV sekaligus alumni dari prodi Ilmu Komunikasi IBIKKG 2006. 

Dalam webinar tersebut para pembicara yang memang merasakan langsung serta berjuang sebagai orang-orang dibalik layar maupun didepan layar televisi membagikan pengalaman dan bagaimana caranya sebuah stasiun televisi mempertahankan program-programnya ditengah persaingan dunia digital ini.

Bapak Yohanes dari Metro Tv menjelaskan bagaimana Metro Tv membuat integrated media didalam ekosistem penayangan program. Dimana tiap-tiap media nya berpusat Metro Tv namun memiliki perbedaan dari setiap imagenya. Diantara lainnya ada PODME platform podcast, dari namanya saja sudah jelas diketahui bahwa sesuatu yang dibuat disitu adalah sebuah podcast, jika kita melihat sekarang, banyak sekali orang-orang membuat podcast. 

Hal tersebut dinilai sangat mudah dalam pembuatannya sehingga menciptakan banyak ketertarikan untuk orang-orang membuatnya. Hanya bermodalkan merekam suara yang bisa dilakukan lewat Handphone maka podcast saat ini sangat digandrungi oleh orang-orang. 

Hal ini tentu sangat relevan dengan hadirnya PODME dimana banyaknya peminat podcast mungkin akan merasa semakin banyak mendapatkan refrensi platform podcast sehingga PODME sudah barang pasti memiliki penikmatnya sendiri. Selain itu Bapak Yohanes mengatakan sesuatu yang diproduksi di PODME pun tidak akan sama dengan apa yang ada di Metro Tv, disana dibuat untuk memproduksi media hiburan lain dari yang diproduksi biasanya di Metro Tv.

Selain PODME yang dijelaskan diatas masih ada lagi media lainnya yang merupakan bagian dari Metro Tv. Bapak Yohanes juga mengatakan jika televisi tidak akan hilang dan ditinggalkan walaupun hadirnya media digital seperti sosial media  sebagai platform yang menghadirkan berita, hiburan dan informasi yang sebelumnya orang-orang sudah dapatkan terlebih dahulu dari televisi. 

Bapak Yohanes mengatakan yang sebenarnya terjadi itu adalah pergeseran medianya. Dimana media digital seperti sosial media dinilai memiliki kemudahan dalam diakses sehingga membuat orang lebih menyukai karna kepraktisan yang dihadirkan. 

Pasalnya berita Metro Tv yang diunggah diyoutube memiliki banyak views yang bahkan datangnya dari kalangan umur diluar segmentasi umur penonton tayangan berita tersebut. Jika di Tv tayangan beritanya memiliki segmentasi umur 30 tahun sampai lebih dari 30 tahun, tetapi ternyata ketika berita tersebut diunggah ke youtube penontonnya berada diumur sekitar 17-20 tahunan. 

Maka disini yang menjadi pembeda adalah medianya. Ketika berita tersebut diunggah ke media digital seperti youtube maka belum tentu berita tersebut tidak ada peminatnya bahkan diluar dugaan yang menjadi viewers nya adalah orang-orang diluar segmentasi berita tersebut.

Selain media nya yang bergeser Bapak Yohanes menyatakan bahwa tayangan-tayangan yang ada di sosial media lebih disukai karna lebih cepat persebarannya dibandingkan ditelevisi, namun ia mengatakan bahwa dari cepatnya tersebar berita tersebut juga kemudian menimbulkan kevalidan dari berita tersebut. 

Ia membandingkan dengan proses penayangan dan perebaran berita dan informasi ditelevisi yang harus diolah lagi sebelum bisa naik dan tayang ditelevisi. 

Beliau mengatakan jika berita yang tayang ditelevisi dinilai lebih lama tayanganya daripada sosial media selain karna harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu kemudian juga harus terpercaya, sebab wartawan atau jurnalis memiliki kode etik kerja yang harus dipatuhi, mereka harus mencari narasumber terkait berita yang bersangkutan agar berita tersebut dapat dikatakan laiak untuk diolah dan kemudian disebarluaskan serta diinformasikan. Maka perjalanan yang panjang harus dilalui oleh Tv untuk menyajikan berita yang ditayangkan.

Kevalidan berita di sosial media yang diragukan kemudian akan menjadi berita yang biasa kita sebut dengan hoax. Kemudian selain proses pengolahan yang panjang oleh televisi sebelum menayangkan berita ditelevisi serta kode etik jurnalis yang harus ditaati terkait kesahihan informasi, adapun kode etik jurnalis lainnya yang harus ditaati oleh seorang wartawan atau jurnalis. Biasanya berita kecelakaan atau musibah atau bencana sering kali menghadirkan korban. 

Para jurnalis harus mematuhi tentang privasi para korban yang harus dilindungi, dan terkadang disosial media berita yang sama terkait korban bencana atau musibah itu malah dihadirkan wajah dari korban tersebut. Jadi perbandingan penyajian berita tersebut terkadang membuat para penonton atau pembaca berita lebih suka melihat berita yang dihadirkan sosial media.

Selanjutnya materi dari Melisa Candasari sebagai Presenter Talkshow Tv One dan juga sebelumnya pernah bertugas sebagai jurnalis di ANTV. Melisa bercerita tentang pengalamannya dulu sebagai jurnalis dengan susahanya mendapatkan berita dan salah satu pengalamannya saat ikut liputan ke London bersama Bapak SBY yang kala itu menjabat sebagai presiden Indonesia. Disana ia ikut Pak SBY ke Buckingham dan disana yang tidak berkepentingan disuruh menunggu diluar. 

Dan pada saat itu yang menjadi perhatian adalah ketika Pak presiden diberikan jersey Arsenal, namun dengan terhalangnya para jurnalis tidak diperbolehkan masuk maka peliputan hal tersebut sangat menjadi langka karna sulit untuk didapatkan, bahkan foto saat Pak presiden menerima jersey tersebut pun hanya ada 1 buah. 

Kemudian ia harus terima tidak mendapatkan foto dari Pak presiden. Jadi beliau menginformasikan bahwa perjuangan seorang jurnalis untuk dalam memburu dan mendapatkan berita itu sungguh lah penuh usaha. Maka sangatlah tidak mudah untuk menghadirkan berita untuk ditayangkan ditelevisi.

Selain menceritakan pengalamannya saat menjadi jurnalis ia juga membagikan cerita bagaimana ia sebagai orang dibalik layar berjuang untuk mempertahankan jalannya program, bagaimana harus menciptakan ide-ide baru lagi setiap saatnya untuk mempersiapkan programnya lagi esok harinya. Melisa juga menunjukan contoh bagaimana sebuah stasiun televisi menghadirkan program dengan menggaet bintang yang sedang terkenal didunia digital youtube. 

Ia menceritakan bahwa hak tersebut juga sebagai strategi agar program tersebut mendapat engage penonton dengan membawa para penonton youtube channel sang bintang tersebut untuk menonton bintangnya ketelevisi. Kemudian dia juga menghadirkan perbandingan tayangan yang menghadirkan budaya korea yang ditayangkan karena tidak dipungkiri bahwa korea telah banyak memengaruhi anak muda di Indonesia atau bahkan dibelahan dunia lainnya. 

Maka yang ingin disampaikan oleh Melisa itu adalah bagaimana konten sebagai isi dari program itu yang menciptakan ketertarikan penonton. 

Hal tersebut harus disadari oleh Tv bagaimana mereka menghadirkan konten agar mendapatkan perhatian dari penonton dan dapat mempertahankan programnya, ia rasa hal itu lah yang dapat dilakukan sebagai upaya dari Tv untuk menjaga eksistensinya ditengah era industri 4.0.

Diakhir sharingnya Melisa juga mengatakan bahwa Tv sendiri walaupun dilihatnya mulai ditinggalkan itu sebenarnya tidak sepenuhnya benar adanya. Maksudnya ialah orang-orang tidak 100 persen meninggalkan Tv. Karena menurutnya orang-orang masih sering mempercayai sesuatu seperti berita jika sudah masuk ke Tv. Jadi Tv menurutnya sudah menjadi tempat terpercaya bagi masyarakat luas sehingga Tv tidak mungkin ditinggalkan atau tidak ditinggalkan sepenuhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun