Diplomasi dalam bentuk sederhana dapat dimaknai sebagai kegiatan dalam hubungan internasional. Kegiatan tersebut dilakukan oleh negara demi kepentingan dan tujuan yang ingin dicapai.Â
Selain itu, peran diplomasi pun dianggap penting sebagai cara penyelesaian masalah yang terjadi, baik dalam lingkup regional maupun internasional.Â
Efektivitas diplomasi sendiri ialah pencapaian kepentingan nasional yang tidak tercampur tangan oleh keterlibatan publik dalam merumuskan maupun implementasi diplomasi, lebih kepada ditentukan oleh kinerja eksklusif dan para diplomat. Tentunya pendapat ini menurut dari pendekatan diplomasi yang diusung oleh barat.
Namun, makna lain dapat kita temukan pada diplomasi Islam. Islam mengingatkan kepada kita bahwasanya setiap manusia ialah khalifah di muka bumi.Â
Maka, pada dasarnya kita hidup dalam lingkup berdiplomasi. Setiap manusia merupakan diplomat dalam tingkatan dan lingkupnya masing-masing. Sesuai dengan sinonim diplomasi itu sendiri, diplomasi bisa diartikan dengan negosiasi, kecakapan, dan taktik.
Ada sebuah kutipan yang disebutkan oleh Herb Cohen dalam bukunya yang berjudul 'You Can Negotiate Anything'. Ia menyebutkan bahwa "Sesungguhnya dunia anda adalah sesuatu yang berisi daftar negosiasi yang sangat panjang, serta suka atau tidak suka, anda adalah seorang negosiator". Kutipan lain yang bisa kita ambil juga terdapat pada ungkapan Muawiyah bin Abi Sufyan, "Dunia ini lebih banyak dikendalikan dengan lidah daripada dengan pedang". Maka dari itu, kemampuan berdiplomasi dan negosiasi sudah mestinya ada dalam setiap individu, masyarakat, pemerintah dan negara.
Jika kita telisik lebih jauh pada sejarah diplomasi, konteks diplomasi antarnegara digambarkan dengan konotasi yang buruk namun memiliki ruang yang sangat eksekutif, rumit dan penuh dengan kerahasiaan yang tinggi.Â
Gambaran yang muncul pertama kali jika disebutkan kata diplomasi atau diplomat adalah ketampanan, kelicikan, pujian yang pada akhirnya bertujuan untuk menipu dan muslihat. Tentunya hal ini tidak sangat sesuai dengan apa yang diajarkan oleh nilai agama, terkhusus pada agama Islam.
Diplomasi yang dicontohkan dan diajarkan oleh Nabi Muhammad lebih kepada manajemen hubungan antar golongan. Dalam menjalin hubungan dengan manusia ataupun negara tentunya kita harus mengutamakan sikap jujur yang pada akhirnya akan berdampak pada kehidupan secara luas.Â
Allah juga telah memperingatkan dalam al-Qur'an, tentang bagaimana kebenaran yang dimiliki manusia menjadi salah satu faktor tegaknya agama dan dunia. Sikap inilah yang seharusnya dimiliki dan di praktikkan dalam berdiplomasi.Â
Tak heran, Nabi Muhammad mendapatkan gelar al-Amin, yang memiliki arti orang yang dapat dipercaya dengan sifat yang sangat jujur sehingga mendapatkan predikat orang yang terhormat di antara kaumnya. Tentunya, hal inilah yang menjadi kunci keberhasilan dari cara diplomasi Islam.
Lalu bagaimana kita dapat menerapkan diplomasi yang jujur? Dengan keadaan kita saat ini memang diakui harus melalui tantangan yang cukup berat. Beragam etnis, negara, kejadian, fenomena, dan peristiwa yang mengakibatkan munculnya keniscayaan untuk saling mengenal dan bekerja sama.Â
Rasanya cukup jelas untuk kita menerapkan diplomasi yang jujur dimulai dari menerapkan sikap jujur terhadap diri sendiri dan sekitar. Penting pula menyadari bahwa diplomasi harus dipersiapkan dengan matang, disampaikan dengan lemah lembut dan sabar serta menyebarkan kebaikan dengan penuh kejujuran.
Referensi :
Warsito, T. (2016). "DIPLOMASI BERSIH" DALAM PERSPEKTIF ISLAM. THAQAFIYYAT: Jurnal Bahasa, Peradaban Dan Informasi Islam, 16(2), 145-176.
Saptomo, B. (2020). PENGUATAN DIPLOMASI ISLAM. Prodising ISID, (1), 15-20.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H