Terkait biaya produksi yang mahal, berdasarkan Fabby Tumiwa (pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR)), mengatakan bahwa pengembangan PLTS bila dijalankan dengan baik, maka dalam 3-5 tahun setelah pembangkit beroperasi maka biaya produksi tarif listrik akan turun hingga mencapai lebih kecil dari US$ 0,1 per Kwh. Bahkan di luar negeri seperti negara  Brasil, Uni Emirat Arab, India dan Thailand sudah mencapai angka USD 0,08 per Kwh. Biaya ini sangat murah dibandingkan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang mencapai 0,4 per Kwh.
Jika biaya produksi listrik EBT dapat berkompetisi dengan listrik fosil, apalagi kalau lebih murah, tentu akan sangat menarik minat investor untuk membangun pembangkit listrik tenaga EBT. Bila kita dapat bertumpu kepada EBT, maka kita bisa mandiri di bidang listrik karena sumber EBT negara kita berlimpah, dan semua pelosok tanah air tercinta ini bisa diterangi dan tentunya akan menyelamatkan lingkungan untuk anak dan cucu kita di masa mendatang.
Fifth Day in #15hariceritaenergi
 For more information, visit https://www.esdm.go.id/
Sumber :
[2] http://nasional.kompas.com