Mohon tunggu...
Afifah Jilan Hasninda
Afifah Jilan Hasninda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kedokteran Universitas Airlangga

Mulai tertarik untuk menulis sejak kecil serta selalu berusaha untuk menghasilkan konten positif dan bermanfaat bagi masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Strategi Pencegahan dan Penanganan Stunting Demi Membentuk Generasi Emas Indonesia 2045

7 Juni 2022   20:46 Diperbarui: 7 Juni 2022   20:59 1363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1 (World Vision, 2015)

Stunting bersifat irreversible atau sulit untuk disembuhkan secara menyeluruh. Namun, apabila penanganan atau proses recovery dilakukan di 2 tahun pertama secara maksimal dengan memberikan nutrisi yang cukup dan memberikan stimulus berupa suplemen, dampak stunting saat dewasa dapat diminimalisirkan walaupun tidak sepenuhnya. Namun, apabila mereka mendapatkan penanganan atau proses recovery di lebih dari 2 tahun pertamanya, maka anak tersebut dapat berpeluang memiliki kognitif yang lebih buruk dibandingkan dengan yang tidak terkena stunting. Bahkan dampaknya sama buruk dengan anak yang tetap stunting di usia tersebut (Casale dan Desmond, 2016).

Oleh karena urgensi stunting yang tinggi dan dampak yang sangat memprihatinkan, diperlukan deteksi dini untuk mencegah stunting pada anak dengan melakukan kontrol rutin untuk memantau pertumbuhan anak (Maqbool et al, 2008). Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam melakukan pemantauan pertumbuhan anak adalah dengan memaksimalkan bantuan grafik pertumbuhan dengan minimal tiga dari empat indikator pertumbuhan, yakni BB/U (berat badan menurut usia), PB/U (panjang badan menurut usia), BB/PB (berat badan menurut panjang badan), dan IMT/U (indeks massa tubuh menurut umur). Penilaian ini berdasarkan arah garis atau kecenderungan (tren), status pertumbuhan, serta status gizi anak. Penentuan status gizi anak dipantau dengan indikator BB/TB, bukan berdasarkan BB/U.

Selain itu, pemantauan pertumbuhan dapat dilakukan dengan cara melakukan pengukuran dan penimbangan yang benar (meliputi panjang badan, tinggi badan, dan berat badan). Kedua, lakukan plotting pencatatan yang benar dengan grafik yang didasarkan pada usia dan jenis kelamin. Ketiga, menilai dan menginterpretasi sesuai dengan definisi, gejala, dan ketentuan yang berlaku. Keempat, melakukan tindak lanjut dengan menyesuaikan pada hasil interpretasi dan hasil klinis, baik melalui tenaga kesehatan yang berwenang untuk mengobservasi maupun untuk melakukan penanganannya (Hanandita, 2018).

Pemberian praktik makan dengan berdasarkan standar WHO juga dianjurkan untuk mencegah stunting (Hanandita, 2018). Sejak kelahiran hingga anak berumur 2 tahun, berikanlah ASI eksklusif yang cukup bagi anak. Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang diberikan sejak anak berusia 6 bulan juga harus memenuhi standar nutrisi yang harus diberikan. MPASI dianjurkan mengandung makronutrien sesuai proporsi yang ditetapkan WHO, yakni karbohidrat dengan persentase 35-36%, protein dengan persentase 10-15%, buah dan sayur untuk perkenalan rasa, serta lemak dengan persentase 30-45%.  Kemudian, mikronutrien yang dianjurkan adalah zat besi (bayam, ikan, jeroan, brokoli), seng (makanan laut, daging, kacang-kacangan), vitamin A (ubi jalar, wortel, apricot), dan lainnya.

MPASI juga harus diberikan dengan beberapa syarat (Hanandita, 2018). Pertama, tepat waktu. Kedua, adekuat atau mengandung zat gizi yang lengkap dan juga kuat. Ketiga, pastikan MPASi yang diberikan aman dan higienis (menjaga kebersihan saat memasak, masak dengan benar, menyimpan makanan di suhu yang tepat). Keempat, diberikan secara responsif, usahakan tidak ada distraksi. Selain MPASI, makanan yang diberikan kepada anak juga harus diberikan dengan baik, yakni makanan mengandung protein, karbohidrat, lemak serat, vitamin (vitamin A, D, E, dan K), serta mineral.

Dengan ibu yang sigap dan teredukasi ditambah dengan program kerja pemerintah yang memfasilitasi pencegahan dan penanganan stunting, prevalensi stunting dapat diturunkan. Jika program tersebut terealisasikan, Indonesia dapat mewujudkan generasi emas penerus bangsa yang sehat dan unggul. Mengapa demikian? karena anak yang tumbuh dengan sehat akan memiliki kekuatan dan peluang yang besar untuk menjadi generasi emas. Mereka akan memiliki kesehatan fisik dan kognitif yang jauh lebih baik ketika mereka tidak mengalami stunting. Bonus demografi dan Indonesia Emas 2045 pun juga akan dipenuhi oleh mereka yang juga produktif dan siap dalam menjalankan estafet kepemimpinan bangsa. Hal ini akan menjadi salah satu faktor Indonesia akan menjadi negara yang lebih maju kedepannya. 

 

Daftar Pustaka:

Casale & Desmond. 2016. "Recovery from stunting and cognitive outcomes in young children: evidence from the South African Birth to Twenty Cohort Study" dalam J Dev Orig Health Dis, Vol 7(2): 163-171.

Hanindita, Meta. 2018. Mommyclopedia: Tanya-jawab tentang Nutrisi di 1000 Hari Pertama Kehidupan Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun