Mohon tunggu...
Nur Afifah Febriyanti
Nur Afifah Febriyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

berkepribadian INFJ membuat saya lebih mengandalkan intuisi dan feeling dalam segala hal. meskipun tergolong suka bersosialisasi, saya membutuhkan waktu sendiri untuk recharging my energy dengan menulis, membaca buku dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dampak Mematikan Perubahan Iklim: Ancaman Nyata bagi Kesehatan

7 Juni 2024   15:49 Diperbarui: 7 Juni 2024   15:53 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cuaca panas. [Shutterstock]

Pada abad ke-21 ini, perubahan iklim telah menjelma sebagai ancaman kesehatan global. Menurut World Health Organization (WHO), perubahan iklim sendiri diartikan sebagai cuaca ekstrem yang dapat memengaruhi determinan sosial kesehatan, seperti ketersediaan makanan yang cukup, tempat tinggal yang layak, dan air minum yang aman untuk dikonsumsi. Hal yang lebih mencengangkan dari proyeksi WHO, antara tahun 2030 hingga 2050, perubahan iklim mampu menyebabkan sekitar 250.000 kematian tambahan tiap tahunnya akibat kekurangan gizi, malaria, diare, dan tekanan panas. Menilik dari sisi ekonomi, pada tahun 2030 kerugian langsung yang disebabkan oleh kerusakan kesehatan akibat perubahan iklim diestimasikan mencapai US$ 2 – 4 miliar per tahun.

Pasti banyak yang bertanya-tanya, emang apa sih yang menyebabkan perubahan iklim? Menurut penelitian yang dilakukan National Aeronautics and Space Administration (NASA), penyebab utama terjadinya perubahan iklim dan polusi udara berupa emisi gas rumah kaca. Gas rumah kaca merupakan gas-gas di atmosfer bumi yang memerangkap panas. Sebenarnya gas-gas tersebut bertindak layaknya penghangat. Tanpa efek rumah kaca ini, suhu bumi akan turun drastis hingga -18˚C, yang mana suhu ini terlalu dingin untuk bisa menopang kehidupan di bumi. Sayangnya, aktivitas dari manusia mengubah efek rumah kaca alami ini, dengan peningkatan pelepasan gas rumah kaca secara drastis. Terdapat empat gas utama yang berkontribusi terhadap efek rumah kaca, yaitu karbon dioksida, metana, nitrous oksida, uap air, dan gas industri seperti klorofluorokarbon (CFC).

Nah, gas rumah kaca ini dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara dan minyak bumi. Akibatnya, terjadi peningkatan suhu udara permukaan rata-rata global. Hal ini diperkuat juga dengan analisis yang dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Menurut BMKG dari 115 stasium pengamatan, suhu udara rata-rata pada bulan April 2024 mengalami peningkatan sebesar 0.89˚C. Normalnya di Indonesia suhu udara klimatologis pada bulan April dalam rentang 1991 – 2020 sebesar 26.85˚C, sedangkan suhu rata-rata tahun 2024 pada bulan yang sama sebesar 27.74˚C.

Terus kalau bumi jadi panas, emang bisa bikin sakit? Eits jangan salah, paparan panas yang terus-menerus secara langsung, bisa menimbulkan banyak masalah bagi manusia loh. Hal ini karena adanya peningkatan morbiditas dan mortalitas, seperti stres akibat panas, kelelahan akibat panas, ruam kulit, serangan jantung dan gagal jantung, serta penyakit ginjal akibat dehidrasi. Dampak perubahan iklim tersebut dapat menyerang siapa saja, baik lansia, pekerja di luar ruangan, hingga anak-anak. Apalagi setelah adanya periode cuaca panas ekstrem yang disebut sebagai gelombang panas. Cuaca ekstrem ini terjadi selama dua minggu pada bulan Agustus, yang menyebabkan 70.000 kematian dini di seluruh Eropa. Wow, dampak yang sangat mengerikan!

Di tahun 2014, adanya temuan menarik yang didapatkan oleh Zacharias, dalam rentang 2001 hingga 2010 suhu udara panas menyebabkan peningkatan signifikan angka kematian akibat penyakit jantung iskemik. Jika diartikan, penyakit jantung iskemik adalah kondisi medis yang terjadi pada saat aliran darah ke jantung berkurang karena adanya penyumbatan sebagian atau seluruh arteri koroner. Nah, iskemia sendiri adalah keadaan dimana aliran darah ke bagian tubuh tertentu berkurang. Ketidakcukupan aliran darah menyebabkan kondisi tubuh yang terpengaruh menjadi kekurangan oksigen. Akibatnya bisa terjadi komplikasi loh, seperti nekrosis, gangguan fungsi organ, hipoksia, dan gangguan sirkulasi darah. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Bunker ditahun 2016, yang menemukan jika kenaikan suhu sebesar 1˚C meningkatkan kematian akibat kardiovaskular sebesar 4,15%.

Kok bisa sih, suhu panas bikin kematian? Jawabannya cukup sederhana, manusia adalah spesies berdarah panas, yang artinya tubuh manusia berupaya untuk menjaga suhu internal dikisaran 37˚C. Nah jika suhu tubuh memanas hingga kisaran 39 - 40˚C, otak manusia mulai memberikan sinyal, akibatnya otot-otot akan melambat dan muncul rasa lelah. Jika suhunya semakin tinggi, yang mencapai 40 - 41˚C, proses kimia yang terjadi di dalam tubuh akan terpengaruh oleh keadaan ini. Jantung mulai kelebihan beban untuk terus memenuhi kebutuhan aliran darah ke seluruh tubuh, yang bahkan pada tahapan lebih parah memicu terjadinya kegagalan organ ganda.

Ternyata dampak suhu panas akibat perubahan iklim tidak hanya seputar penyakit jantung saja loh, namun bagi seseorang yang memiliki penyakit neurodegeneratif, seperti demensia dan penyakit Parkinson seta masalah kesehatan mental, juga menunjukkan kerentanan yang besar terhadap tekanan panas. Selain itu, wanita hamil lebih beresiko mengalami dehidrasi karena adanya paparan panas yang menyebabkan peningkatan produksi panas. Hal ini terjadi karena penambahan berat badan dan kebutuhan dari metabolisme janin yang sedang tumbuh. Tapi ternyata, tidak hanya pada wanita hamil, suhu panas juga teridentifikasi sebagai faktor risiko terhadap hasil kelahiran yang merugikan, termasuk kelahiran premature, berat badan lahir rendah, lahir mati, dan cacat jantung bawaan. Pada gejala yang lebih ringan, suhu panas dapat menyebabkan pusing, mual, pingsan, kebingungan, kram otot, sakit kepala, keringat, dan kelelahan. Selain itu panas juga berdampak negatif pada kemampuan, efektivitas, dan produktivitas. Bahkan panas berpengaruh terhadap nafsu makan. Ketika udara panas, orang-orang cenderung makan lebih sedikit makan-makanan berat, mereka umumnya mengonsumsi makanan yang “lebih ringan” dan dingin.

Ternyata dampak perubahan iklim sangat menyeramkan ya. Tidak hanya menyerang lingkungan, perubahan iklim juga menyebabkan permasalahan kesehatan. Jadi, pemanasan global harus ditangani sesegera mungkin untuk menghindari terjadinya bahaya yang lebih parah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun