Apa yang kamu ketahui tentang pernikahan? Mengapa pernikahan itu diperlukan? Bagaimana pernikahan membentuk keluarga sakinah?
Dalam Islam, pernikahan merupakan penyatuan dua insan antara laki-laki dan perempuan berupa sebuah perjanjian atau ikatan melalui beberapa tahap dan proses dengan syarat ijab dan qabul. Manusia hidup di dunia dengan ibadah. Pernikahan merupakan salah satu bagian ibadah terlama dalam hidup manusia.
Berkenaan dengan pernikahan, Sayyid Sabiq dalam Mawahib (2019:55) memberikan sebuah komentar. Menurutnya, sunnah yang harus dilakukan oleh semua makhluk, baik manusia, hewan, dan tumbuhan. Pernikahan adalah jalan yang dipilih oleh Allah untuk manusia dapat memiliki anak dan melestarikan hidup. Dengan begitu, tujuan peran positif akan terwujud pada tujuan pernikahan.
Sebelum masuk pada tahap pernikahan, baik laki-laki dan perempuan akan adanya pergaulan di dalam kehidupan, berupa proses pembelajaran di sekolah, proses berteman dalam lingkungan, dan lain sebagainya. Dalam Islam, laki-laki dan perempuan bergaul memiliki etika yang perlu dipahami, yaitu berkenaan dengan tata bergaul pun ada batasannya sesuai dengan hukum dan aturan yang ada di dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Sebagaimana firman Allah yang tertera dalam QS. An-Nahl:89.
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka.”
Ayat ini bermaksud dengan petunjuk dalam mengatur segala urusan hidup, yaitu manusia untuk menjalankan kehidupan bukan hanya hubungan manusia dengan Allah (habluminallah), tetapi juga hubungan manusia dengan manusia (habluminannas).
Lebih jelasnya, etika pergaulan antara laki-laki dan perempuan terdapat ke dalam beberapa hal (Hidayati, 2019:23-32), yaitu sebagai berikut:
- Menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan (QS. An-Nur:31).
- Menutup aurat (QS. Al-Ahzab:59).
- Dilarang tabarruj (QS. Al-Ahzab:33).
- Berbicara seperlunya (QS. Al-Ahzab:32).
- Dilarang bersentuhan bukan mahram (HR. At-Thabrani:5045).
- Dilarang berkhalwat atau berduaan (HR. Ahmad:1813).
- Dilarang ikhtilat (Al-Istiqamah:361).
Dapat disimpulkan bahwa hukum Islam mengenai laki-laki dan perempuan sangat ketat dalam pergaulan. Segala hal yang berkaitan ada ketentuan dan penjelasannya. Begitulah perintah Allah terhadap pergaulan. Maka dari itu, baik laki-laki dan perempuan perlu berhati-hati dalam bergaul.
Sebelum terjadinya pelaksanaan pernikahan, Islam memberikan materi dan ilmu untuk persiapan pranikah. Hal ini berkenaan langsung dengan pasangan suami dan istri nantinya agar aspek-aspek yang ada dapat cukup dan sesuai kebutuhan keduanya. Kesiapan pranikah terbagi dalam beberapa aspek (Dyah, 2018:19-37), yaitu sebagai berikut:
- Ilmu dan materi, yaitu manfaat untuk pasangan, berupa materi kriteria memilih pasangan, materi pernikahan (ta’aruf, khitbah, mahar, akad nikah, dan walimah), materi konsep pembinaan keluarga sakinah, materi hak, kewajiban, dan tanggung jawab, materi hubungan orang tua dan anak.
- Kesehatan Fisik, yaitu keadaan matang dalam perkembangan anggota tubuh calon pasangan dengan sehat fisik dan sehat reproduksi.
- Kesehatan Mental, yaitu kemauan diri untuk mengenal calon pasangan berupa kedewasaan secara psikologis, mengontrol dan mengendalikan emosi, serta berpikir dan bertindak dengan baik dan tegas.
- Kesiapan Ekonomi, yaitu keadaan materi calon pasangan untuk melangsungkan pernikahan, pemberian nafkah, serta kebutuhan dan keberlangsungan hidup keluarga.
Dapat disimpulkan bahwa, pernikahan bukanlah sebuah permainan anak-anak yang dapat dilakukan secara bebas, melainkan pernikahan memerlukan persiapan yang matang agar terbentuknya keluarga sakinah demi keberlangsungan hidup.
Selain persiapan pranikah, dalam pernikahan pun terdapat syarat dan rukun nikah yang sesuai dengan hukum Islam dan undang-undang perkawinan (Ria, 2017:51-52), yaitu sebagai berikut:
- Wali yang sah untuk menikahkan, yaitu pernikahan tidak sah tanpa wali (HR. Khamsah:1839).
- Dua orang saksi, yaitu pernikahan dengan dua orang saksi yang adil untuk ditegakkan karena Allah (QS. Ath-thalaq:2).
- Ikrar akad pernikahan, yaitu shighotul aqdi atau ijab qabul (Az-Zariyat:49)
- Adanya mahar, yaitu mas kawin yang diberikan dengan kerelaan dari calon laki-laki kepada calon perempuan agar hal bersenang-senang (QS. An-Nisa:4).
Setelah berlangsungnya pernikahan, masing-masing dari suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang sesuai dengan hukum Islam dan undang-undang perkawinan (Ria, 2018:87-95,) yaitu sebagai berikut:
1) Istri
- Hak : Istri mendapatkan mahar dan mafkah, mendapatkan sikap dihargai, dihormati dan diperlakukan dengan baik, dilindungi dan dijaga nama baik istri, serta dipenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis dari suami
- Kewajiban : Istri memikul kewajiban luhur, saling mencintai dan menghormati, memelihara dan mengasuh anak (jasmani, rohani, dan pendidikan).
2) Suami
- Hak : Suami ditaati oleh istri dan memberikan pelajaran atau nasihat yang baik.
- Kewajiban : Suami membimbing dan melindungi istri, memberikan pendidikan, memberikan nafkah, serta memberikan biaya rumah tangga dan pendidikan anak.
Dapat disimpulkan bahwa, pasangan suami istri jika sudah bersatu bukan berarti berjalan secara bebas dalam hidup, melainkan adanya hak dan kewajiban masing-masing yang perlu dimiliki dan dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Dalam sebuah keluarga, bukan hanya hak dan kewajiban antara suami dan istri, melainkan adanya hak dan kewajiban anak kepada orang tua, yaitu sebagai berikut:
- Hak, yaitu mendapatkan cinta dan kasih sayang, mendapatkan penghormatan dan pemeliharaan, ditaati terhadap perintah, mendapatkan perlakuan baik (ihsan), mendapatkan nafkah, serta mendapatkan doa (Ulwan dalam Yasmine, 2017:9).
- Kewajiban, yaitu bertanggung jawab terhadap kehidupan orang tua, memelihara orang tua, menaati orang tua, serta memberikan nafkah kepada orang tua (Yasmine, 2017:8-10).
Jika hak dan kewajiban dari suami, istri, dan anak tidak terpenuhi secara baik, maka dapat timbulnya beberapa hal yang menimbulkan konflik dan permasalahan dalam rumah tangga. Menurut undang-undang perkawinan, putusnya perkawinan dapat terjadi karena perceraian, kematian, dan keputusan pengadilan.
Dalam hukum Islam dan undang-undang perkawinan, adanya sebab dan akibat putusnya perkawinan (Septiadi dan Setyaningsih, 2019:11-15), yaitu sebagai berikut:
- Sebab, yaitu talak ikrar suami berupa talak raj’i (suami rujuk di masa iddah), talak ba’in shughraa (tidak rujuk, tetapi akad nikah baru), talak ba’in kubraa (tidak rujuk dan tidak bisa nikah kembali), talak sunny (istri sedang suci), talak bid’i (istri sedang haid), dan talak li’an (suami menuduh istri berzina).
- Akibat, yaitu dengan syariah (hubungan asing atau berpisah, pemberian mut’ah, melunasi utang, pemeliharaan anak atau hadhanah), keputusan Pengadilan Agama (menjatuhkan talak, pemberian salinan keputusan, dan pembayaran biaya perkara.
Penutup dari tulisan ini, yaitu konsep pernikahan di dalam Islam sangat kompleks, demi terciptanya pernikahan perlu melewati beberapa tahap agar aspek-aspek yang diperintahkan oleh Allah dapat sesuai dengan kebutuhan pernikahan. Keluarga sebagai miniatur dari sebuah komunitas yang lebih luas (masyarakat, bangsa dan Negara). Eksistensinya sangat genting dalam menopang dan membentuk sebuah bangsa atau Negara yang berkualitas lahir dan bathin. Oleh sebab itu, pembentukan keluarga sakinah merupakan sebuah kemestian. Keluarga sakinah dalam perspektif Islam berupa tenteram, damai, serta diliputi cinta dan kasih sayang (mahabbah warahmah). Hal ini dilandasi nilai tauhid dan agama. Maka dari itu, berpola integratif-komprehensif berupa pranikah, pelaksanaan nikah, dan pasca akad nikah untuk menjalani bahtera rumah tangga. Dengan begitu, melalui pernikahan akan tercipta sebuah keluarga untuk melanjutkan keberlangsungan hidup. Keluarga sakinah akan terbentuk jika proses pernikahan berupa penanaman dan pengimplementasikan diberlakukan secara benar dan berkesinambungan.
Setelah membaca artikel ini, apakah arti pernikahan menurut kalian?
Daftar Pustaka:
Dyah, A. S. H. (2018). "Peran Pendidikan Pra Nikah dalam Membangun Kesiapan Menikah dan Membentuk Keluarga Sakinah: Studi Kasus Di Lembaga Klinik Nikah “KLIK” Cabang Ponorogo. (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo). Diakses pada tanggal 26 April 2021 : http://eprints.umpo.ac.id/4508/
Hidayati, A. (2019). "Pengaruh Pemahaman Etika Pergaulan dengan Lawan Jenis dalam Islam terhadap Akhlak Pergaulan pada Siswa Kelas VIII MTs N 1 Semarang (Doctoral dissertation, UIN Walisongo). Diakses pada tanggal 26 April 2021 : http://eprints.walisongo.ac.id/10468/
Mawahib, M. Z. (2019). "Perkawinan dalam Perspektif Islam; Sebuah Tinjauan Filosofis". Jurnal Iqtisad, 6(1), 50-72. (https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/IQTISAD/article/download/2719/2679 : diakses pada tanggal 26 April 2021).
Ria, W. R. (2017). "Hukum Keluarga Islam". (http://repository.lppm.unila.ac.id/id/eprint/9159 : diakses pada tanggal 26 April 2021).
Septiandi, P., & Setyaningsih, S. (2019). "Analisis Yuridis terhadap Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Nomor 324/PDT. G/2017/PA. TNG)". Reformasi Hukum Trisakti, 1(1). (https://trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/refor/article/view/7136 : diakses pada tanggal 26 April 2021).
Yasmine, C. (2017). "Pelaksanaan Kewajiban Anak terhadap Orang Tua Studi Kasus Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Khusnul Khotimah Pekanbaru Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan". JOM Fakultas Hukum Universitas Riau, IV (2), 8. (https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFHUKUM/article/view/17721 : diakses pada tanggal 26 April 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H