Katanya terlalu sayang, jadi gak mau berbagi cerita pahitnya. Lalu ceritanya diberikan kepada perempuan lain. Gayung bersambut, satu cerita beranak pinak dalam waktu yang tidak singkat.Â
Dengan dalih "sayang" dia tumpahkan masalah yang menurutnya akan membebani pikiran istrinya kepada perempuan lain, Ia seakan sedang mengasah pisau yang akan ditancapkan pada pasangannya, karena ternyata satu ceritanya justru memperumit masalah.Â
Perempuan itu dengan keluarganya yang juga belum selesai, sedangkan Dia harus berpikir sebagai seorang laki-laki yang seharusnya bertanggung jawab atas segala hal yang dilakukan. Â Hari demi hari terlewati dengan baik, sampai pada akhirnya chat antara keduanya tertangkap namun hatinya sudah terperangkap terlalu dalam dengan perempuan yang mendengarkan satu ceritanya. Sudahlah, pisau itu sudah sangat siap untuk ditancapkan pada Istrinya.
Lihat? Seorang psikolog pernah berkata, Ketika kita sedang tidak baik-baik saja dan menumpahkannya di akun sosial media yang tidak diketahui oleh siapapun, itu adalah bentuk dari pelarian, dan itu tidak sehat. "lari" tidak hanya berarti saat tubuh kita bergerak, tapi juga bagaimana respon kita terhadap sesuatu. Dari cerita diatas, sang laki-laki jelas sedang berlari dari masalahnya. Dan darinya, Ia berhasil masuk kedalam masalah selanjutnya yang justru membuatnya kecewa terhadap dirinya sendiri.
Dalam kekecewaannya, lelaki ini hanya bisa berkata "Aku salah, membiarkan satu cerita berbuah luka, aku sungguh menyesalinya"
Kenapa hal ini bisa terjadi? Mengutip kata-katanya Bang Radit dalam bukunya, perjalanan yang tak begitu baik ya untuk memberikan pembelajaran betapa manisnya penyesalan. Tumbuhan yang ditanam ternyata tidak berbuah manis. Perjalanannya saja yang dirasanya seperti manis, tapi ternyata meracuni pemiliknya hingga terluka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H