Mohon tunggu...
Afifah putrinurisma
Afifah putrinurisma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi etika politik islam dalam pembentukan lembaga yudikatif

17 Desember 2024   20:18 Diperbarui: 17 Desember 2024   20:18 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Etika memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, termasuk dalam dunia politik. Di tengah dinamika politik modern yang seringkali dipenuhi dengan tindakan yang tidak sesuai dengan norma etika, prinsip-prinsip etika politik menjadi semakin penting. Agama Islam sebenarnya Islam sesungguhnya telah mencakup semua aspek kehidupan manusia, bukan hanya menyentuh permasalahan individu tetapi juga masalah kenegaraan.Dalam konteks sistem pemerintahan, Islam tercermin dalam konsep kepemimpinan imamah, diatur secara jelas dalam siyasah dusturiyah, yang berkaitan dengan aturan mendasar tentang bentuk pemerintahan dan batasan kewenangannya, metode pemilihan kepala negara, batasan kewenangannya yang diperlukan untuk menjalankan kepentingan umat, serta penetapan hak yang wajib dipenuhi bagi individu dan kelompok, termasuk hubungan antara pemimpim(penguasa) dan rakyatnya. Pembagian kewenangan ini dapat dilihat pada masa 4 sahabat atau masa Khulafaur Rasyidin, kewenangan eksekutif berada di bawah kendali seorang khalifah, kekuasaan legislatif dikelola oleh Majelis Syuro', dan kekuasaan yudikatif dipegang oleh Qadhi atau hakim. Pada periode Khulafaur Rasyidin, khalifah yang pertama kali memegang kekuasaan eksekutif dalam negara Islam adalah Abu Bakar. Sementara itu, Majelis Syuro' yang berperan sebagai badan legislatif terdiri dari tokoh-tokoh kaum Anshar dan Muhajirin.

Membahas mengenai peradilan (yudikatif) di dunia Islam, lembaga ini sudah ada sejak zaman negara Madinah. Pada masa awal Islam, kekuasaan institusi peradilan dengan masing-masing kompetensinya dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : Pertama, pengadilan yang dipimpin oleh Qadi yangmemiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara-perkara perdata. Kedua, pengadilan yang dipimpin Muhtasib (pengawas) yang berwenang mengadili urusan-urusan umum dan perkara pidana (jinayat) serta hukuman uqubah, biasanya untuk perkara-perkara kecil seperti penganiayaan. Ketiga, Pengadilan yang dipimpin oleh Khalifah atau Gubernur yang menangani perkara pidana berat, terutama jika melibatkan keluarga pejabat atau pejabat pemerintahan, dengan siding yang dipimpin oleh Khalifa atau Gubernur. Mengenai kebebasan para hakim dari campur tangan kekuasaan lain, Haekal menyatakan bahwa : "Para hakim memutuskan perkara secara bebas menurut pendapat mereka sendiri dalam batas-batas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah".

Oleh karena itu, penelitian ini akan menitikberatkan pada "Etika Politik Islam dalam Membentuk Lembaga Yudikatif". Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami peran etika politik Islam dalam proses pembentukan lembaga yudikatif serta implementasinya dalam praktek pembentukannya.

Menurut Ahmad Amin Etika ialah ilmu yang menerangkan mengenai makna baik dan buruk, menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh individu terhadap orang lain, serta menetapkan tujuan yang harus dicapai oleh manusia melalui tindakan mereka dan cara untuk mencapainya. Etika mencerminkan upaya manusia untuk menggunakan akal budi dan pikirannya dalam menyelesaikan masalah kehidupa, dan berupaya melakukan tindakan terbaik yang mengarah pada kebenaran, kebaikan, dan ketepatan. Secara lebih luas, Etika tidak hanya membahas soal baik dan buruk, tetapi juga mengenai bertindak dengan benar, baik, dan tepat".

Sedangkan Politik Secara hakikat, menunjukkaan perilaku atau tingkah laku manusia, baik dalam bentuk kegiatan, aktivitas, ataupun sikap, yang bertujuan mempengaruhi atau mempertahankan tatanan kelompok masyarakat melalui penggunaan kekuasaan. Ini berarti bahwa kekuasaan bukanlah inti dari politik, meskipun tidak bisa dipisahkan darinya. Justru, politik membutuhkan kekuasaan agar kbijakan tertentu dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

Ahmad Amin mendefinisikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan makna baik dan buruk serta menentukan apa yang seharusnya dilakukan oleh individu terhadap orang lain. Pendekatan ini menekankan pada penggunaan akal budi dan daya pikir untuk mencapai tindakan yang benar, baik, dan tepat dalam memecahkan masalah kehidupan. Pendapat ini menunjukkan bahwa etika bukan sekadar penilaian moral, tetapi juga panduan praktis untuk bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Pencapaian etika menurut Ahmad Amin bukan hanya pada tataran teori, tetapi juga pada aplikasi dalam tindakan nyata yang mengarah pada kebenaran dan kebaikan.

Menurut pengertialn halkikalt politik, politik melibaltkaln alktivitals malnusial yalng mencalkup tindalkaln, kegialtaln, altalu sikalp yalng bertujualn untuk mempengalruhi altalu mempertalhalnkaln struktur sosiall kelompok malsyalralkalt dengaln menggunalkaln kekualsalaln. Meskipun kekualsalaln bukaln inti dalri politik, nalmun tidalk dalpalt dipisalhkaln dalri politik kalrenaldiperlukaln untuk melalksalnalkaln kebijalkaln dallalm kehidupaln malsyalralkalt. Ini menyoroti balhwalpolitik melibaltkaln dinalmikal kekualsalaln daln interalksi malnusial dallalm malsyalralkalt untuk mencalpali tujualn tertentu. Kedual konsep tersebut salling terkalit dallalm konteks pengalturaln kehidupaln bermalsyalralkalt. Etikal memberikaln keralngkal morall yalng sehalrusnyal mendalsalri tindalkaln daln keputusaln politik. Seballiknya, politik sebalgali pralktik kekualsalaln memerlukaln lalndalsaln etis algalr kebijalkaln daln tindalkaln yalng dialmbil tidalk halnyal efektif tetalpi jugal aldil daln bermorall. Kombinalsi alntalral pemikiraln etis daln tindalkaln politik yalng tepalt salngalt penting untuk mencalpali taltalnaln malsyalralkalt yalng balik daln halrmonis.

Politik dallalm balhalsal ALralb disebut sebalgali siyalsalh, yalng beralrti mengaltur, mengelolal, daln memerintalh, altalu dalpalt jugal dialrtikaln sebalgali pemerintalhaln, politik, sertalpembualtaln kebijalkaln. Pengertialn ini menunjukkaln balhwal tujualn dalri siyalsalh aldallalh untuk mengaltur daln merumuskaln kebijalkaln dallalm hall-hall yalng bersifalt politis gunal mencalpali sualtu tujualn tertentu. Fiqh yalng membalhals topik ini disebut sebalgali fiqh siyalsalh.

Jikal studi politik dihubungkaln dengaln studi etikal yalng dikenall sebalgali etikal politik, malkal etikal politik menjaldi balgialn dalri kaljialn filsalfalt, khususnyal filsalfalt morall, yalng membalhals prinsip-prinsip morall dallalm konteks politik. Etikal politik aldallalh prinsip-prinsip morall yalng menilali balik altalu buruknyal tindalkaln altalu perilalku individu dallalm ralnalh politik. (Abd Haris, 2022). Politik Islalm merupalkaln alktivitals politik yalng dilalkukaln oleh umalt Islalm dengaln menjaldikaln aljalraln Islalm sebalgali lalndalsaln nilali, bertujualn untuk menciptalkaln balldaltun thalyibaltun walralbbun ghalfur, yalng beralrti negeri yalng sejahtera daln dalmali di balwalh perlindungaln ALlalh.(Abdul Qadir Djaelani, 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun