Mohon tunggu...
Afif Abdurrazaq
Afif Abdurrazaq Mohon Tunggu... Freelancer - CPNS Sekretariat Jenderal DPR RI

Memiliki hobi menonton film dan serial. Menggemari olahraga bulu tangkis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Presidential Threshold dalam Sistem Pemerintahan Indonesia dan Sistem Multipartai: Sebuah Kontradiksi

23 September 2024   15:01 Diperbarui: 24 September 2024   09:49 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam sejarah, Indonesia menerapkan sistem multipartai dalam melaksanakan pemilu. Hal tersebut berarti, setiap partai berhak mendaftarkan diri untuk mengikuti pemilu selama memenuhi syarat. 

Dalam perkembangannya, Indonesia juga memilih presiden dan wakil presiden secara langsung melalui pemilu. Dalam pencalonannya, calon presiden dan wakil presiden haruslah melalui partai politik. 

Dengan penerapan sistem multipartai, belasan partai dapat mengikuti pemilu dan masuk ke parlemen, sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan untuk memilih wakil mereka. 

Namun, hal ini berbanding terbalik dalam pemilihan presiden yang menerapkan presidential threshold sebesar 20 persen. Bakal calon presiden dan wakil presiden yang akan mencalokan diri, harus diusung dari partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki minimal 20 persen perolehan suara pemilu.

Penerapan presidential threshold berkontradiksi dengan sistem multipartai di Indonesia. Sistem multipartai memberikan kesempatan kepada semua partai politik untuk dapat berpartisipasi pada pemilu, tentu setelah lolos verifikasi dari KPU. 

Sistem multipartai juga memberikan lebih banyak pilihan kepada masyarakat untuk memilih partai yang paling mewakili diri mereka atau kelompok mereka. Namun, dengan penerapan presidential threshold, partai politik sangat dibatasi dalam mencalonkan kandidatnya.

Penerapan presidential threshold yang awalnya memiliki tujuan untuk menguatkan sistem presidensial dan mencegah calon presiden dan wakil presiden yang terlalu, dipandang sudah tidak lagi relevan dalam perjalanannya.

Mengingat, banyak dampak ditimbulkan dalam penerapan presidential threshold. Dampak tersebut antara lain: menghasilkan hubungan transaksional antara partai politik pengusung dengan presiden terpilih; menjegal jalan putra-putri terbaik bangsa untuk mencalonkan diri menjadi presiden dan wakil presiden; mengokohkan posisi partai besar dan menjadikan partai kecil semakin kecil di hadapan partai besar; menimbulkan polarisasi akibat jumlah pasangan calon yang berkontes hanya dua pasang.

Selain dampak yang ditimbulkan tersebut, melihat negara lain yang menganut sistem presidensil, seperti Amerika, Brazil, dan Kyrgyzstan, ambang batas tidak dikenal. Mereka menerapkan sistem terbuka pencalonan tanpa dipersyaratkan dukungan. Meski demikian, sistem pemerintahan mereka juga tergolong stabil, seperti yang dicontohkan oleh Amerika Serikat.

Penulis menyarankan penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold karna melanggar norma Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945. Pemilihan Umum seharusnya sesuai dengan demokrasi dan konstitusi, maka dari itu penulis menyarankan kepada pihak yang berwenang seperti pemerintah saat ini. 

Para ketua umum partai politik, Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjaga demokrasi Indonesia ke depan menjadi lebih baik, mau mengesampingkan ego politik masing-masing maupun golongan yaitu dengan menghapuskan aturan mengenai ambang batas pencalonan presiden dan kembali ke peraturan yang ditetapkan oleh pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun