Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah populasi terbanyak ke-empat di dunia, setelah Negara China, India, dan Amerika Serikat. Setiap pulau yang ada di Indonesia memiliki karakteristik alam dan kondisi geografis yang berbeda sehingga membentuk karakter dan budaya yang berbeda pada setiap daerah.
Dikutip dari Indonesia.go.id, Negara Indonesia dilaporkan –berdasarkan sensus penduduk BPS 2010– memiliki 1.340 suku bangsa dan budaya yang berbeda. Terlepas dari keberagaman budaya yang ada, Negara Indonesia memiliki identitas nasional yang diramu oleh para pendiri Indonesia dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang artinya “berbeda-beda tetapi tetap satu”. Semboyan ini menunjukkan kesatuan dan keutuhan bangsa Indonesia meskipun memiliki keberagaman budaya, bahasa, suku, serta agama.
Setiap budaya memiliki ciri khas tersendiri sehingga tidak bisa disamakan antara satu budaya dengan budaya lainnya. Budaya yang dimiliki oleh orang tua dapat memengaruhi gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua serta memengaruhi ekspektasi yang dimiliki oleh orang tua terhadap anak.
Budaya diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya, bahkan sampai generasi saat anak menjadi orang tua. Budaya dapat memengaruhi emosi dan pola perilaku yang membentuk berbagai perilaku orang tua dalam mengasuh anak, mulai dari nilai-nilai umum yang disampaikan hingga aspek kehidupan sehari-hari (Rahman 2020). Hal ini menyebabkan praktik pengasuhan yang dilakukan oleh satu budaya dengan budaya lainnya tidak bisa disamakan.
Indonesia sebagai bangsa yang bhineka membutuhkan sebuah konsep dan praktik pengasuhan yang dapat melekatkan keragaman budaya dan keharmonisan dalam pengasuhan anak. Pengasuhan anak di Indonesia sangat beragam dan disesuaikan dengan wilayah dan budaya lokal yang ada yang setiap daerah, hal ini disebut sebagai etnoparenting. Etnoparenting adalah sebuah konsep pengasuhan yang lahir karena adanya keberagaman suku bangsa yang di Indonesia.
Apa itu Etnoparenting?
Etnoparenting didefinisikan sebagai konsep dan praktik pengasuhan yang berlandaskan kearifan lokal, budaya, tradisi, adat istiadat, serta filosofi berdasarkan etnis tertentu (Rachmawati 2020). Konsep dan praktik etnoparenting ini diterapkan dalam pendidikan, pengasuhan, dan perawatan anak-anak berdasarkan sistem nilai yang dianut oleh kelompok masyarakat tertentu. Etnoparenting dibangun melalui sistem nilai dan pengasuhan anak yang sumbernya dari 7 elemen budaya pada suatu daerah, yaitu sistem agama, pengetahuan, bahasa, seni, kehidupan, organisasi sosial, dan sistem subsisten (Oktaviana dan Munawwarah 2021).
Sistem nilai ini membangun sebuah nilai-nilai dalam pengasuhan anak yang mencakup keyakinan, agama, perspektif orang tua, tata nilai, gaya hidup, tradisi, serta ada istiadat dan pengalaman yang terkait budaya dari masing-masing etnis. Setiap kelompok budaya memiliki nilai yang unik dan spesifik yang berbeda dari kelompok lain, meskipun memiliki beberapa kesamaan tetapi hal inilah yang dapat membangun konsep dasar etnoparenting.
Etnoparenting juga dikenal sebagai indigenous parenting atau pengasuhan anak yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal yang ada. Kearifan lokal pengasuhan ini terwujudkan melalui keyakinan, pengetahuan dan tradisi pengasuhan anak yang dilakukan orang tua di suatu daerah atau etnis tertentu. Selain indegenous parenting, etnoparenting juga dapat dikenal dengan parenting tradition, local wisdom parenting, kearifan lokal dalam pengasuhan anak serta pengasuhan berbasis lokal.
Aspek Etnoparenting
Etnoparenting memiliki core value atau aspek penting yang menghubungkan tradisi pengasuhan anak pada satu budaya dengan budaya lainnya. Aspek ini ada empat, yaitu:
Nilai ketuhanan
Nilai ketuhanan terlihat pada kepercayaan masyarakat terhadap Tuhan yang tercermin pada keyakinan religius terhadap tradisi upacara lokal, serta meyakini bahwa anak yang dianugerahi kepadanya adalah titipan Tuhan.
Nilai utama jati diri manusia
Nilai utama jadi diri manusia diartikan pada jati diri masyarakat Indonesia yang hidup berdampingan dengan orang lain. Beberapa budaya Indonesia, memiliki ekspresi dan pembahasaan tersendiri tentang konsep jati diri “Manusia Paripurna”. Pendekatan jati diri ini mendorong kita untuk menghargai keunikan dan perbedaan setiap individu. Hal ini berarti kita juga akan menghormati tatanan sosial masyarakat dan negara secara lebih luas.
Nilai pelestari alam dan lingkungan
Budaya lokal membimbing kita untuk kembali ke alam. Ini menuntun kita untuk hidup selaras dengan tanah, air, udara, serta beragam kondisi lingkungan di sekitar kita. Hal ini akan membantu kita merekonstruksi, memposisikan ulang, dan mendefinisikan kembali nilai-nilai kemanusiaan yang berkaitan dengan alam dan tempat yang kita tinggali. Dalam pengasuhan, setiap orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya untuk dekat dengan alam sekitar dengan cara menjaga dan merawatnya.
Nilai gotong royong dan keterlibatan masyarakat
Gotong royong menggambarkan secara filosofis manusia dan bangsa Indonesia. Dalam gotong royong terdapat nilai-nilai kebersamaan, kerja sama demi keadilan, musyawarah untuk mufakat serta saling menghargai. Dalam pengasuhan yang dilakukan, masyarakat Indonesia mengikutsertakan peran orang lain di luar orang tua anak untuk mengasuh, mendidik, dan merawat anak mereka.
Keutamaan Etnoparenting
Implementasi dari konsep etnoparenting merupakan salah satu hal yang menjadi prioritas masyarakat karena banyaknya permasalahan terkait keluarga disaat kekayaan alam dan lingkungan yang ada di Indonesia masih kaya. Implementasi dari etnoparenting merupakan suatu proses untuk memperbarui konsep-konsep pemberdayaan masyarakat dan lingkungan yang berasal dari masyarakat serta untuk masyarakat pula. Pendekatan etnoparenting berfokus pada pemanfaatan dan pemberdayaan lingkungan lokal setempat. Pada umumnya, setiap budaya sudah memiliki local wisdom dalam mengelola alam dan melakukan pemecahan masalah.
Etnoparenting dapat menjadi wadah yang digunakan oleh orang tua untuk menenamkan nilai budaya masyarakat Indonesia, termasuk tata krama, nilai kesopanan, serta standar kepantasan seseorang. Selanjutnya, etnoparenting memiliki nilai ekonomis karena dapat digunakan untuk mengelola alam, budaya, serta lingkungan sekitarnya dan tidak membutuhkan biaya yang mahal. Etnoparenting menggunakan gaya pengasuhan yang berakar pada kearifan lokal masyarakat yang tata nilai dan tradisinya sudah dikenali sehingga lebih mudah dilakukan dan diterapkan oleh keluarga.
Daftar Pustaka
- Alfaeni DK., Rachmawati Y. 2023. Etnoparenting: Pola pengasuhan alternatif masyarakat Indonesia. AULAD: Journal on Early Childhood. 6(1):51-60.
- Oktaviani A., Munawwarah H. 2021. Nilai utama dalam pengasuhan suku bangsa Indonesia. Proceedings of The 5th Annual Conference on Islamic Early Childhood Education; 2021 Nov 7; Yogyakarta, Indonesia. [diakses 2023 Des 15]. https://conference.uin-suka.ac.id/index.php/aciece/article/view/636
- Rahman MH. 2020. Orang tua multi etnik di Kota Tanjung Balai:Gaya pengasuhan dan perkembangan sosial emosional anak usia dini. AWLADY: Jurnal Pendidikan Anak. 6(2):173-191
- Rahmawati Y. 2021. Pengembangan model etnoparenting Indonesia pada pengasuhan anak. OBSESI: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. 5(2):1151-1163.
- Suku Bangsa. Indonesia.go.id. [diakses 23 Des 15]. Tersedia pada: https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa/kebudayaan/suku-bangsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H