Sebut saja aku lentera, dan kamu jendela. menginginkanmu itu hanya mentok di remang-remang, sementara di situ hatimu belum sempurna terbuka masih butuh banyak menimbang.
"Cinta yang baik tak pernah masuk lewat sela-sela jendela, Ia yang baik pasti datang baik-baik melalui pintu terhormat yang diketuk dengan permisi." Curhat jendela pada buku diarinya yang ia tak sadar selama ini bila ada seseorang yang sedang kepo terhadapnya.
Â
Sontak saja setelah diam-diam aku membaca diarinya aku sejenak terhenyak mentadaburi tulisannya.
"Ada benarnya juga.. Tapi, aku ini cuma lentera usang yang minderan. di mana hanya mau menyala bila kau nyalakan. Bila tidak ya cuma diam saja mematung merawat sepiku." Gumamku pada keriput dinding kamar yang sudah mulai bosan menatapku semakin menua.
Anehnya di sela-sela diamku dinding kamar rupanya tak pernah bosan menimpukku dengan ayat-ayat sindirannya.
"Sebagai seorang pria sejati haruslah punya pusa (desakan keinginan) dan percaya diri tinggi bila ingin menaklukan hati wanita pujaannya, mengharap ia yang awali mencintaimu bukanlah ciri seorang gentleman." Kicaunya sambil memunggungi wajah antikku.
-----
Indonesia Bagian Selatan, 2/06/19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H