Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Gentle Parenting, Apakah Sesuai dengan Karakter Anak Indonesia?

7 Agustus 2024   18:48 Diperbarui: 7 Agustus 2024   18:50 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi orang tua, menentukan gaya pengasuhan yang tepat bagi anak seringkali menjadi trial and eror. Tak jarang pula orang tua menerapkan gaya pengasuhan tertentu tanpa disadari. Sebab, gaya pengasuhan seringkali timbul akibat 'dendam' dari pengalaman di masa kecil yang terbawa hingga dewasa.

Salah satu gaya pengasuhan yang saat ini sedang happening di kalangan orang tua ---khususnya new parents adalah gentle parenting. Berbagai konten di media sosial menampakkan keseharian orang tua baru yang sedang berusaha melakukan negosiasi panjang dengan anak, menunjukkan reaksi yang lembut ketika anak melakukan kesalahan, dan sebagainya.

Sesungguhnya, apa itu gentle parenting? Apakah sama dengan gaya pengasuhan demokratis? Dan, apakah cocok apabila diterapkan pada anak Indonesia dengan karakteristik dan mental yang beragam? Yuk, kita ulas satu-satu~

Asal Mula Istilah Gentle Parenting

Istilah gentle parenting tentu tidak muncul tiba-tiba, gaya pengasuhan ini merupakan hasil dari perkembangan pemikiran psikologi dan pendidikan anak. Konsep ini dipengaruhi oleh berbagai teori psikologi yang menekankan pentingnya hubungan emosional yang positif dan pengertian dalam pengasuhan anak.

Salah satu teori yang menjadi dasar dari gentle parenting ini adalah teori attachment atau kelekatan. Dikembangkan oleh Bowlby Ainsworth, teori ini menekankan pentingnya hubungan yang aman dan penuh kasih antara orang tua dan anak. Gentle parenting banyak mengadopsi prinsip dari teori attachment ini dengan menekankan pentingnya memahami dan merespons kebutuhan emosional anak.

Model pembelajaran modern seperti Montessori dan Waldorf juga berkontribusi pada perkembangan gentle parenting dengan menekankan pada pembelajaran melalui kemandirian, mengelola empati, dan penghargaan terhadap otonomi anak. Tahu sendiri, kan, pendekatan model pembelajaran Montessori dan Waldorf sangat children-centered alias anak berperan aktif dan dominan.

Pada intinya, gentle parenting berfokus pada membangun hubungan yang penuh kelembutan, kasih sayang, dan saling menghormati antara orang tua dan anak dalam batasan tertentu. Prinsip utamanya adalah rasa empati, komunikasi yang positif, dan penguatan perilaku baik. Ini bukan tentang menghindari disiplin, tetapi lebih tentang bagaimana kita mendisiplinkan anak dengan cara yang lebih smooth.

Contoh kecil yang sering kita temui sehari-hari yakni ketika anak melakukan kesalahan, kebanyakan orang tua akan berkata, "Tuhhh, kan, Mama tadi bilang apa?" atau "Ayah, kan, sudah bilang jangan lompat di sofa!" dan berbagai "kan, kan, kan..." lainnya, wkekekek. Dalam gentle parenting, teguran seperti demikian kurang dibenarkan.

Alih-alih membuat anak menyesal dan menyalahkan perilaku mereka, orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan gentle parenting justru menetapkan ekspetasi dan menyugesti rasa aman kepada anak ---tentunya dengan perkataan tanpa tendensi, seperti "Boleh saja bermain di atas sofa, tapi tidak perlu lompat, ya. Adik tahu, kan, fungsi sofa itu untuk apa? Iya, untuk duduk. Jadi, mainnya sambil duduk saja, ya"

Perbedaan Gentle Parenting dengan Gaya Pengasuhan Lain

Gentle parenting berbeda dari gaya pengasuhan lainnya dalam beberapa hal penting. Mari kita bandingkan dengan beberapa pola asuh yang mungkin lebih dikenal:

Gentle Parenting vs. Otoriter

Gaya pengasuhan otoriter lebih menekankan pada aturan yang ketat dan hukuman. Orang tua cenderung lebih menekankan kepatuhan tanpa banyak penjelasan. Sebaliknya, gentle parenting lebih fokus pada penjelasan dan komunikasi. Hukuman fisik dan ancaman dihindari, dan lebih banyak menekankan pada dialog dan pemahaman. Yap, orang tua sebaiknya mengubah energi 'marah' menjadi energi 'diplomasi' kepada anak.

Gentle Parenting vs. Permisif

Orang tua yang permisif cenderung memberikan kebebasan penuh kepada anak tanpa banyak aturan. Mereka lebih suka menghindari konflik dengan anak. Meskipun gentle parenting juga menghindari hukuman, ia tetap memiliki struktur dan batasan yang jelas. Tujuannya adalah untuk membantu anak memahami konsekuensi dari tindakan mereka melalui komunikasi, bukan sekadar membebaskan mereka tanpa bimbingan.

Gentle Parenting vs. Neglectful

Pola asuh neglectful atau pengabaian melibatkan kurangnya perhatian dan keterlibatan orang tua dalam kehidupan anak. Anak sering kali dibiarkan sendiri tanpa bimbingan. Berlawanan dengan ini, gentle parenting sangat terlibat dan penuh perhatian. Orang tua berusaha memahami dan mendukung anak dengan cara yang penuh kasih.

Gentle Parenting dan Karakter Anak Indonesia

Lalu, apakah gentle parenting dapat diterapkan pada anak-anak Indonesia? Mengingat setiap ras dan budaya memiliki keunikan masing-masing, gentle parenting bisa diterapkan dengan penyesuaian tertentu seperti adaptasi budaya dan penerimaan nilai-nilai lokal seperti gotong royong, bhinneka tunggal ika, dan sebagainya.

Di Indonesia, rasa hormat terhadap orang tua adalah nilai yang sangat penting. Meskipun gentle parenting mendorong komunikasi egaliter, semestinya orang tua tetap menghormati nilai-nilai budaya dengan menunjukkan rasa hormat dan memberikan arahan yang jelas dengan cara yang lembut kepada anak.

Di samping itu, libatkan anak dalam kegiatan keluarga seperti memasak atau membersihkan rumah dengan cara yang menyenangkan, sesuai dengan nilai gotong royong. Ini mengajarkan anak-anak tentang kerja sama dan tanggung jawab sambil tetap menerapkan prinsip gentle parenting. Tentunya tanpa disertai paksaan atau oktaf tinggi, ya. Xixixi.

Gentle parenting ibarat gaya pengasuhan yang demokratis, tidak mengekang namun tidak juga membebaskan. Segala pilihan dan konsekuensi yang akan dihadapi anak akan didiskusikan terlebih dahulu dengan komunikasi dua arah yang aktif, tanpa ada dominasi dari orang tua maupun anak. Beberapa gambaran penerapan gentle parenting dapat kita lihat dari konten public figure yang concern terhadap gaya pengasuhan ini seperti Nikita Willy dan juga Dhannisa Pradana.

Meskipun mungkin memerlukan beberapa penyesuaian untuk sesuai dengan konteks budaya Indonesia, prinsip-prinsip dasarnya sangat relevan. Dengan menggabungkan nilai-nilai lokal dan teknik gentle parenting, semoga kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dan penuh kasih untuk anak-anak.

Setiap gaya pengasuhan tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, termasuk gentle parenting yang tak ubahnya membutuhkan banyak waktu, energi positif, dan pengelolaan emosi yang baik bagi orang tua. Yang terpenting adalah menemukan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter keluarga masing-masing, karena yang paling tahu adalah diri kita sendiri. Tetap semangat membersamai buah hati tercinta, ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun