Beberapa waktu lalu, sekolah kami menyebar angket rencana pilihan SD di kelas B dan mendapati fakta menarik: hanya 8 dari 84 siswa yang memilih (atau, dipilihkan?) ke SD Negeri. Artinya, kurang lebih 90% siswa berencana lanjut ke SD Swasta. Pilihannya pun tidak begitu variatif, kebanyakan memilih SD Swasta yang prestisius dan "terkenal" di kota ini (based on data di sekolah kami doank ya).
Saat monthly report, kami turut menanyakan alasan masing-masing mengapa memilih SD yang sudah tertulis di angket. Mengingat latar belakang ekonomi dan pendidikan orangtua yg heterogen, kami penasaran mengapa SD "mahal" tetap menjadi primadona bahkan bagi kalangan menengah.
Ada apa dengan SDN? Sudah terjangkau (bahkan gratis), rasah mumet tes, tersebar di mana-mana pula. Sedangkan, SD swasta cenderung menghabiskan banyak biaya, terletak di daerah macet, bahkan jarak dengan rumah cukup jauh, mana tes-nya susah cuy.
Hasil dari diskusi kami dengan mereka menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap SDN mulai pudar bagi orangtua masa kini. Sistem zonasi yang belum merata; lingkungan yang dianggap kurang mendukung; fasilitas yang kurang memadai; tidak adanya program unggulan seperti tahfidz, full day school, bilingual, cambridge curricula ---you named it, membuat daya tarik SDN semakin berkurang. Nggak heran beberapa waktu lalu banyak berita bahwa SDN ditutup karena kekurangan siswa :(
Pertimbangan soal ambience sekolah, relasi, dan juga ajang unjuk diri tak luput disampaikan oleh wali siswa. Serius, lho. Bahkan ada yang terang-terangan mengaku memilih sekolah X hanya karena sekolahnya terlihat keren.Â
Tidak ada yang salah dengan pilihan masing-masing. Hanya saja pilihan tersebut kadang tidak memperhatikan faktor lain yang lebih penting.
Adakalanya kami menyayangkan ketika keinginan tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan anak. Mengingat dari tahun ke tahun, SD swasta "ternama" selalu mengadakan seleksi cukup ketat dengan standar kelulusan tinggi dan segudang tuntutan prestasi.Â
Oke, katakanlah lu punya duid, lu punya kuasaaa tapiiii coba pikirkan: apakah nantinya ananda tercinta bisa bertahan di sana?
Apakah berita siswa SD mengakhiri hidup beberapa waktu lalu akibat depresi berkepanjangan tidak cukup menampar kita?
Fakta menarik yang kedua: pendaftaran beberapa SD swasta sudah dibuka mulai bulan September ini. Bayangno, baru sebulan sekolah, adaptasi dengan teman baru, adaptasi dengan huruf dan angka yang sempat dilupakan saat libur panjang, tetiba sudah mau seleksi masuk SD saja. Orangtua ketar-ketir, guru TK senyam-senyum sambil dying inside. Wkekekek.