Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Lulus Sarjana Pendidikan, Lebih Baik Pilih Lanjut Studi atau Berkarier?

10 Januari 2023   23:06 Diperbarui: 12 Januari 2023   04:25 1768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret saat diamanahi menyampaikan sambutan mewakili wisudawan/ti. Dokpri.

Berada di zona nyaman sebagai mahasiswa selama kurang lebih 4 tahun lamanya terkadang membuat seseorang bingung akan melakukan apa setelah wisuda. Meski banyak angan dan impian selama prosesnya, selalu ada pertimbangan baru yang bermunculan seiring berjalannya waktu. Pun bagi yang sedang menjalani studi, tentu ada kekhawatiran yang berkecamuk.

Pertanyaan pada judul di atas pun sesungguhnya bisa menjadi bahan pertimbangan bagi 3 kelompok. Pertama, yaitu siswa kelas 12 Sekolah Menengah Akhir (SMA)/sederajat yang ingin memilih jurusan kependidikan saat kuliah nanti. Kedua, bagi mahasiswa yang sedang menempuh studi di fakultas ilmu pendidikan. Terakhir, bagi sarjana pendidikan yang baru saja lulus dan belum memutuskan langkah mana yang ingin dilalui.

Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa seseorang yang menyandang gelar "S.Pd" tentunya akan berakhir menjadi guru. Oh, tidak semudah itu, Fernandes. Kesempatan berkarir menjadi guru di Indonesia pada masa kini semakin sempit dan membutuhkan pemikiran panjang sebelum mengambil keputusan. Sebab, problematika profesi guru di Indonesia seakan menjadi isu yang tak pernah ada habisnya.

Pilihan sarjana pendidikan untuk menjadi guru seringkali dihadapkan pada dilema dan realita yang dapat dikatakan ngeri-ngeri sedap. Contohnya yakni masalah gaji yang tidak sebanding dengan tuntutan kerja, perbedaan kontras antara hak guru honorer dan non-honorer, pemerataan yang tak kunjung rata, serta masih banyak lagi yang lainnya.

Belum lagi syarat sertifikasi dan akreditasi yang bikin mumet, sehingga banyak sarjana pendidikan yang berpikir ulang sebelum memutuskan untuk terjun menjadi guru. Padahal, kemajuan bangsa dapat dilihat dari bagaimana kemajuan sektor pendidikan di suatu negara. Apalagi, dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa". Betapa berat beban yang dipikul oleh pahlawan-tanpa-tanda-jasa ini.

Oleh sebab itu, tulisan kali ini akan membahas berbagai pertimbangan sebelum pengambilan keputusan yang cukup besar. Namun, perlu kita samakan persepsi terlebih dahulu bahwa sarjana pendidikan tidak harus menjadi guru. Di masa sekarang, banyak jalan yang dapat dipilih tanpa harus mempertimbangkan gelar dan "kata tetangga". Pun jika tetap memilih menjadi guru, tidak masalah. Panggilan hati memang tak perlu dielak.

Pertama, jika ada keinginan besar untuk serius berkarir menjadi praktisi, maka setelah lulus sarjana pendidikan dapat langsung mengambil Pendidikan Profesi Guru (PPG). Program ini terbagi menjadi dua, yakni "pra-jabatan" (prajab) bagi yang fresh graduate dan "dalam jabatan" (daljab) bagi yang telah mengajar. Sebab, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008, dijelaskan bahwa menjadi guru profesional memiliki beberapa syarat yang wajib dipenuhi.

Sumber: Tirto ID
Sumber: Tirto ID

Adapun di antara syarat tersebut yakni kualifikasi akademik yang sesuai, kompetensi pendidik, akta pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. PPG sendiri tidak hanya diperuntukkan bagi sarjana pendidikan saja, sarjana non-pendidikan pun dapat mengikuti apabila lolos ujian penyaringan.

Dengan melanjutkan studi PPG, sarjana pendidikan akan memperoleh sertifikat pendidik yang nantinya dapat menunjang sertifikasi serta meningkatkan kompetensi pedagogik, sosial, profesional, dan kepribadian demi menunjang karir. Di samping itu, lulusan PPG juga akan memperoleh pengakuan sebagai guru profesional sehingga kesempatan untuk menjadi PNS atau guru di Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) semakin besar. Oh, iya, pembiayaan studi PPG ditunjang oleh pemerintah, lho!

Sedangkan, bagi sarjana pendidikan yang ingin menjadi ahli dalam bidang kependidikannya masing-masing, maka pilihan untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister (S2) sangat bisa dipertimbangkan. Selain mendapatkan ilmu, relasi, dan pengalaman baru, gelar magister kini juga menjadi syarat prioritas bagi sekolah swasta bertaraf internasional.

Sumber: Forbes
Sumber: Forbes

Saingan pencari kerja bagi lulusan S2 tentu tidak sebanyak ketika sarjana dan memiliki prospek karir yang biasanya menawarkan salary lebih tinggi. Selain menjadi guru, penyandang magister pendidikan dapat menjadi kepala sekolah, dosen (yang beberapa tahun mendatang akan dinaikkan syaratnya menjadi S3), konsultan, pembicara dalam berbagai seminar, dan sebagainya.

Kuliah S2 pun terasa lebih menantang dan dinamis mengingat rentang usia dalam satu kelas bervariasi, terdapat praktisi yang kuliah sambil bekerja sehingga menambah insight baru, juga kesempatan bertemu dan berdiskusi dengan profesor yang ahli dalam suatu bidang semakin besar sehingga banyak ilmu baru yang didapatkan.

Menyoal biaya pendidikan, di Indonesia banyak sekali lembaga yang menyediakan beasiswa S2 seperti LPDP milik Kemenkeu, Baznas, dan masih banyak lagi. Tidak jarang lembaga swasta pun bersedia mendanai penelitian yang dilakukan selama menjadi mahasiswa S2. Kuncinya: jangan lelah mencari informasi di media sosial, ya.

Terakhir, jika lanjut studi PPG, S2, atau menjadi guru dirasa tak sesuai dengan passion, maka sarjana pendidikan pun bisa berkarir sesuai dengan kemampuan di luar gelar akademiknya. Dengan mengikuti berbagai pelatihan sesuai dengan bakat minat, berlatih terus menerus, dan mencari relasi sebaik mungkin, niscaya kesempatan kerja akan terbuka dengan sendirinya.

"Terus, kalau nggak pengen lanjut studi maupun jadi guru tapi nggak ngerti bakat dan minat diri sendiri, gimana, dong?"

Nah, kalau itu sih minta disentil pakai lato-lato! Hehe, canda. Bakat memang bawaan sejak lahir dan berasal dari keturunan, namun minat sangat bisa dicari dan digali. Mengenali bakat dan minat terkadang tidak mudah bagi beberapa orang, oleh sebab itu diperlukan usaha untuk mencoba berbagai kegiatan hingga menemukan sesuatu yang membuat klik. Tes psikologi juga dapat menjadi penunjang dalam menentukan bidang apa yang ingin dikuasai.

Di era industri 4.0 kini banyak perusahaan swasta yang tidak mementingkan gelar, melainkan kemampuan dan keterampilan dalam bekerja. Di negara maju pun, rekruiter jarang sekali yang menanyakan "Anda lulusan dari kampus mana?" atau "Berapa IPK Anda selama kuliah?", melainkan "Apa yang bisa Anda lakukan dan membawa manfaat bagi perusahaan kami?". Maka tidak menutup kemungkinan bagi sarjana pendidikan untuk bisa menjadi apa saja.

Belum lagi maraknya situs freelance yang membuka banyak peluang kerja bagi lulusan manapun, atau sarjana pendidikan yang memutuskan untuk self-employed alias ber-wiraswasta. Maka ---sekali lagi, semua bisa jadi apapun. Yang terpenting, pilihlah sesuai dengan keinginan dan tujuan masing-masing. Tak perlu berkecil hati, membandingkan dengan ina-inu, keputusan sepenuhnya ada di tangan kalian (dan juga restu orangtua, of course). Selamat memilih!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun