Beberapa waktu lalu, saat hujan mengguyur kota Malang seharian, aku dan seorang teman memutuskan untuk mencari kehangatan dari semangkuk soto ayam dan minuman jeruk nipis hangat di warung pinggir jalan. Sembari menunggu pesanan datang, terjadilah diskusi yang cukup menarik kira-kira seperti ini:
Y (Temanku): Eh, ikhlas itu... bagaimana menurutmu?
X (Aku): Yaaa ketika seseorang nggak mengharapkan balasan atas kebaikan yang telah dia lakukan (iya, jawaban yang mainstream banget. Wkwkwk)
Y: Hmm... Lantas, kalau misalnya nih, aku meminjam uang kepadamu satu juta rupiah untuk biaya kuliah. Tiba-tiba, kamu tahu dari orang lain kalau uangnya malah aku pakai buat beli HP baru. Nah, perasaanmu bagaimana?
X: Kecewa, lah! Berarti aku sedang dibohongi, dong.
Y: Tuh, kan, itu artinya kamu sudah ikhlas belum?
Aku diam sejenak. Perkataan dia ada benarnya juga.
X: Ya, mungkin secara materil aku ikhlas. Uang kan bisa dicari lagi. Tapi, secara moril aku mungkin akan jengkel. Rasanya kayak dikhianati gitu, nggak sesuai dengan akad
Y: Nah, berarti secara tidak langsung kamu berharap kalau uang itu dipakai untuk bayar kuliah, kan? Hayo, padahal katamu ikhlas itu ketika harapan ada di titik nol. Pasrah.
X: ...
Y: Bagaimana?