Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenali Jenis Kekerasan Psikis pada Anak

3 Mei 2017   12:25 Diperbarui: 3 Mei 2017   12:33 5960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan psikis merupakan suatu tindakan “penyiksaan kepada jiwa” yang berpengaruh besar pada berbagai aspek perkembangan manusia, terutama bagi perkembangan sosial dan emosional. Kekerasan psikis meliputi perilaku-perilaku non-fisik namun sangat berakibat fatal, terutama bagi perkembangan psikis anak usia dini yang notabene masih dalam proses “pembangunan”.

Di negara kita, tidak terhitung banyaknya kasus kekerasan psikis yang dialami anak di lingkungan rumah maupun sekolahnya, namun hanya sedikit yang terekspos di media. Bahkan pada kacamata kelam dunia pendidikan, ada banyak kasus kekerasan psikis yang benar-benar parah namun sama sekali belum ada penanganan serius karena sepertinya masyarakat terlalu fokus pada kekerasan fisik saja. Padahal anak yang mengalami kekerasan psikis akan mengalami kemunduran dalam kesejahteraan hidup apabila tidak ditangani dengan sungguh-sungguh.

Walaupun dampak dari kekerasan psikis tidak terlihat secara langsung, akan tetapi hal tersebut bisa mempengaruhi kepribadian anak dalam jangka panjang. Dan tentu saja proses pemulihan dari dampak tersebut membutuhkan waktu yang tidak singkat dan butuh kesabaran ekstra. Untuk itu, mengetahui jenis-jenis kekerasan psikis pada anak sangatlah penting dengan harapan kita dapat mengidentifikasi atau bahkan menindaklanjuti kasus-kasus yang terjadi di lingkungan sekitar.

Dalam buku Domestic Psychological Violence: Voice of Youth (2008), Sinclair meng-klasifikasikan kekerasan psikis pada anak usia dini menjadi enam dengan penjabaran sebagai berikut:

1. Ancaman dan terror

Jenis kekerasan psikis yang pertama ini sering tidak disadari oleh mayoritas orang tua. Salah satu bentuk ancaman kepada anak yang paling sederhana dan mungkin sering tidak sengaja dilakukan oleh orang tua yakni melalui kalimat “kalau tidak patuh nanti Ibu akan blablablabla lho”. Kalimat tersebut memang tidak terbilang kasar, namun jika sering dikatakan akan mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri pada anak. Sehingga kelak mereka akan merasa ragu ketika akan mengambil keputusan, alias tidak punya rasa inisiatif. Contoh lainnya yakni perilaku mengancam untuk membunuh atau melukai anak, mengatakan keburukan anak yang terjadi di masa lalu, mengancam untuk menyita atau merusak barang yang disenangi anak, dan sebagainya.

2. Verbal

Kekerasan psikis dalam bentuk verbal dilakukan melalui perkataan atau tulisan yang sifatnya menyakiti hati anak, contohnya seperti berkata kasar atau tidak pantas, memanggil mereka dengan sebutan yang tidak baik, membentak, mencaci maki, dan lain-lain. Kekerasan yang seperti ini akan menyebabkan anak menjadi “bandel” dan keras hatinya. 

3. Pemaksaan

Pemaksaan dapat berupa menyuruh anak untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya atau melakukan tindakan yang tidak pantas seperti “memuaskan” birahi orangtuanya, menyuruhnya untuk memakan makanan binatang, dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan anak menjadi trauma atau frustasi karena dituntut untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya.

4. Emosi

Kekerasan psikis dalam bentuk emosi meliputi tindakan memarahi anak, menyangkal emosi yang mereka ungkapkan, tidak memberi perhatian yang sewajarnya, yang akan mengakibatkan terciptanya rasa takut dan was-was pada anak. apabila kekerasan ini sering dilakukan, anak akan sulit untuk mengontrol dan menampakkan emosinya secara normal. 

5. Kontrol

Biasanya kekerasan ini dilakukan oleh orangtua dengan gaya pengasuhan yang otoriter, yakni mengatur segala kebutuhan anak dengan mengacuhkan pendapat mereka. Contoh perilakunya yaitu membatasi keinginan anak, menghilangkan kesenangan mereka, merampas hak primary anak seperti waktu bermain maupun istirahat untuk menuruti ambisi orang tua, mengisolasi anak dari kegiatan sosial, dan sebagainya.

6. Penyalahgunaan dan pengabaian. 

Jenis kekerasan yang terakhir ini juga sering dilakukan orang tua tanpa sadar. Beberapa contoh perilaku penyalahgunaan dan pengabaian yaitu mendiskriminasi atau membeda-bedakan anak dengan anak yang lain, menyalahgunakan kepercayaan anak untuk kepentingan pribadi, merasa selalu benar, tidak mendengarkan dan tidak menanggapi ketika anak bercerita, tidak merawat anak dengan sewajarnya, dan lain-lain. 

Saya pribadi juga belum bisa memberi solusi yang tepat untuk menekan angka kekerasan psikis di bumi pertiwi yang semakin tahun justru semakin meningkat. Entah apa yang menjadi penyebabnya, apakah faktor teknologi kah? Faktor globalisasi kah? Faktor pendidikan kah? Hmm, ini lucu, sebab orang-orang ber-jas rapi di luar sana kini senantiasa menggalakkan pendidikan karakter dalam setiap pidatonya. Pendidikan karakter naon? Wong kita semua tahu bahwa masyarakat terdahulu lebih tawadhu’ bila dibandingkan dengan masyarakat masa kini.

 

Pendidikan karakter yang seharusnya mengutamakan pembentukan sikap di samping pengetahuan dan keterampilan malah justru dirusak dengan kekerasan-kekerasan yang entah pelakunya mikir opo. Jadi, saya hanya bisa menulis ini sambil berdoa, semoga pemerintah juga punya big attention terhadap kasus-kasus kekerasan psikis maupun fisik yang terjadi pada anak bangsa, tidak hanya dibicarakan di depan khalayak tanpa ada tindakan. Please deh. Karena bagaimanapun, masa depan negara ini ada di tangan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun