“Anak : anugerah bernama amanah” -Ahimsa Azaleav (2017)
Ketika membaca kutipan di atas dalam novel “Cinta yang Baru”, rasanya merinding. Manusia mungil nan polos yang disebut a-n-a-k itu ternyata memerlukan tanggungjawab yang besar. Ya, meski demikian, memiliki momongan adalah hal yang dirindukan bagi setiap rumah tangga. Sebagaimana kutipan tersebut, anak merupakan titipan berharga dari Tuhan yang harus dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut dimulai sejak dalam kandungan hingga dewasa dan menjadi sangat urgen ketika anak menginjak masa usia dini.
Anak usia dini dengan segala tingkah laku yang abstrak dan lugu seringkali membuat orangtua menjadi gemas. Hal tersebut lumrah, mengingat anak belum bisa mengungkapkan dengan gamblang atas apa yang mereka maksud. Selain itu, seluruh aspek perkembangannya belum matang, sehingga orangtua harus peka terhadap kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan tumbuh kembangnya.
Oleh sebab itu, penting bagi orangtua untuk memahami keluh kesah, kemauan, dan harapan anak. Bukan bermaksud memanjakan, namun hal itu semata-mata demi kebaikan hidupnya. Dan lagi, bukankah anak adalah ladang pahala? Maka dengan belajar mengerti keadaan buah hati akan sangat memberi manfaat bagi orangtuanya. Untuk itu langsung saja, inilah 9 permintaan anak yang tak pernah terucap, namun selalu mereka harapkan dengan penuh kecemasan :
1. “Jangan marahi aku di depan orang banyak!”
Tak ada satu pun manusia di dunia ini yang ingin dipermalukan di depan orang banyak. Bahkan orang dewasa yang telah mengalami konstruksi otak secara sempurna pun dapat menampakkan reaksi emotif ketika dipermalukan. Apalagi anak usia dini yang mana perkembangan emosinya belum utuh. Ketahuilah bahwa mereka hanya butuh bimbingan dan kasih sayang yang baik dari orangtua, bukan aksi marah yang diumbar saat mereka sedang berada di tempat umum. Terlebih lagi saat mereka sedang bermain dengan teman-temannya. Memarahi anak hanya akan membuat mereka sangat malu dan tertekan. Selain itu, hal tersebut berpotensi terjadinya bullying yang dilakukan oleh teman bermainnya. Sebaiknya orangtua memarahi anak dengan cara menasehatinya secara face-to-face. Tentunya bukan berupa bentakan, cacian, hinaan, dan kawan-kawannya.
2. “Biarkan aku mencobanya”
Anak usia dini memang belum mampu melakukan segala sesuatu dengan baik dan benar seperti orang dewasa, namun tak sepatutnya ketidakmampuan mereka menjadikan orangtua melarang ini-itu dengan dalih menjaga anaknya dari hal-hal yang tidak diinginkan. Di masa golden age nya, justru anak butuh untuk ber-eksplorasi tentang lingkungan di sekitarnya. Biarkan anak mengalami trial and erroruntuk melatih kemampuan refleksi diri dan menambah rasa ingin tahunya. Perlu diketahui bahwa semakin anak banyak mencoba, semakin banyak pengalaman yang didapat, maka akan semakin baik perkembangan otaknya.
3. “Aku ingin jadi diri sendiri, tolong hargailah”
Penghargaan yang baik untuk anak sangat diperlukan, karena inilah yang menjadi patokan kepribadiannya, apakah mereka akan menjadi anak yang percaya diri atau justru minder. Dan yang terpenting, jangan sampai ambisi orangtua membuat mereka tidak menjadi diri sendiri. Meskipun terkadang anak terlihat patuh ketika menuruti ambisi orangtua, bisa jadi mereka ingin melakukan perlawanan namun tak bisa mengutarakannya. Hal fatal ini akan menyebabkan anak tidak nyaman sehingga mereka akan menjadi pribadi yang tertutup dan suka melampiaskan emosinya kepada orang lain di luar rumah.
4. “Jangan bandingkan aku!”
Seperti yang pernah saya tulis di sini (Jangan Ucapkan 9 Kalimat Ini Kepada Anak), membanding-bandingkan anak dengan yang lain akan menimbulkan rasa ketidak-adilan bagi anak. Kalimat membanding-bandingkan ini seringkali tidak disadari oleh orangtua. Padahal seluruh teori perkembangan sepakat bahwa setiap anak bersifat unik, yakni memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing yang tidak bisa disamakan. Maka terimalah setiap kelebihan dan kekurangan anak karena setiap dari mereka adalah istimewa. Bantu mereka untuk melihat kelebihan dengan berfokus pada setiap individunya tanpa membandingkan dengan yang lain.
5. “Jangan lupa, aku adalah ‘miniatur’ kalian”
Ketika anak melakukan hal yang dianggap ‘nakal’ atau memiliki sikap yang kurang baik, orangtua sering menyalahkan tanpa mengetahui muasal kelakuannya. Padahal, bisa jadi hal tersebut dipengaruhi oleh faktor turunan maupun hasil dari meng-imitasi perilaku orangtuanya. Jadi sebelum menyalahkan anak, ingat dua hal ini : apakah anda sering melarangnya dengan kata ‘jangan’, atau pernah-kah anda melakukan kesalahan yang sama di masa sebelumnya? Ingat, anak merupakan representasi nyata dari orangtuanya. Bukan berarti anak adalah karma lho, ya.
6. “Jangan membuatku bingung, tegaslah kepadaku”
“Dulu boleh, sekarang tidak boleh. Dulu saat aku merengek, aku dimanja. Sekarang jangankan dimanja, dilirik saja tidak”. Mungkin demikianlah sekelumit ucapan yang hadir dibenak anak ketika orangtuanya tidak konsisten dalam mendidik dan mengasuh. Untuk itu, orangtua wajib mengubah gaya pengasuhan yang “abu-abu” menjadi “hitam-putih”. Perjelas aturan dan hak anak agar mereka tidak kebingungan dalam melakukan segala sesuatu. Karena orangtua yang tidak konsisten akan membuat anak menjadi was-was dalam mengambil keputusan. Dan yang terpenting, bersikaplah tegas tanpa menyakiti hari mereka. Jangan lupa, tegas dan keras adalah dua sisi yang berbeda.
7. “Kumohon jangan ungkit-ungkit kesalahanku!”
Tentu setiap manusia baik yang tua maupun muda, baik laki-laki maupun perempuan, tidak ada yang ingin diungkit kesalahan yang terjadi di masa lalu. Mengungkit kesalahan sama saja merobek hasil jahitan setelah operasi. Meskipun penyakitnya sudah tiada, namun lukanya masih tetap bersemayam... (kok jadi baper yak). Jadi, mengungkit kesalahan hanya akan menjadikan mereka mencontoh hal serupa kepada orang lain di kemudian hari.
8. “Jangan melarangku dengan kata jangan, ya!”
Ya, jangan berkata “jangan”. Hal ini sering disuarakan dalam setiap keilmuan parenting namun masih saja banyak orangtua yang menggunakan kata “jangan” saat melarang anaknya. Maka, sebaik mungkin atur bahasa yang akan diungkapkan untuk mengganti kata “jangan” dengan kata larangan yang lebih halus. Selain itu cobalah untuk memberikan rasionalisasi mengapa tidak boleh melakukan hal tersebut. Larangan tanpa rasionalitas hanya akan memperlihatkan sisi penghukuman dan penghakiman atas apa yang dilakukan anak, sehingga kreativitas anak akan terhambat.
9. “Aku tidak butuh boneka banyak, aku hanya butuh waktu kalian yang banyak”
Kalimat terakhir inilah yang memiliki banyak contoh nyata bagi anak-anak dengan orangtua yang sibuk bekerja. Mungkin tidak banyak anak yang mudah mengungkapkan isi hati dan kasih sayangnya kepada orangtua. Namun, taukah? Bahwa setiap anak hanya dan hanya memerlukan waktu untuk beraktivitas bersama orangtuanya. Meskipun mereka tampak senang ketika dibelikan boneka mahal, koleksi mobil-mobilan lengkap, kue yang enak, dan sebagainya, remember this, sebenarnya tak ada benda apapun yang dapat membayar kebahagiaan anak selain menghabiskan waktu bersama orangtua tercinta. Wallahua'lam bi shawab.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI