Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Review] El-Emploe, Tujuh Menit Sejuta Makna

28 Januari 2017   14:02 Diperbarui: 28 Januari 2017   21:08 2569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin malam saya mendapat kiriman link video ini (https://www.youtube.com/watch?v=yvSyoH4M6Hk) dari seseorang dan baru saya saksikan selepas shubuh tadi. Video animasi yang berdurasi 7:08 menit tersebut banyak di re-upload oleh beberapa akun youtube dengan judul-judul yang hampir sama. Saya jadi penasaran, bagaimana bisa video yang durasinya amat singkat dapat meraih penghargaan sebanyak itu? Jadilah saya putar sambil ngantuk-ngantuk manjah *abaikan*

Video ini dimulai dengan suara detik jam weker dan disusul dengan alarm pada pukul 7:15 pagi. Kemudian seorang laki-laki botak terbangun dari tidurnya dan mematikan alarm tersebut. Laki-laki itulah yang menjadi lakon utama dalam video singkat-dan-tidak-unyu ini. Selanjutnya ia melakukan daily activities seperti manusia pada umumnya hingga pergi ke kantor untuk bekerja. Sampai di menit kedua, saya bergeming melihatnya. Rasanya ada kehampaan di setiap detiknya. Tak ada backsound, tak ada percakapan, tak ada ke-unyu-an, yang ada hanya kesan ironi.

Kali pertama saya meng-khatam-kan video tersebut, saya bingung. Ini teh maksudnya naon? Apalagi tuh, seluruh perabotan yang digunakan lakon utamanya adalah manusia! Mulai dari lampu, kursi, meja, gantungan jas, taksi, dan sebagainya. Dan lagi, ekspresi yang digambarkan pada video tersebut very deep but I don’t know why. Maka saya putar ulang video tersebut *udah nggak ngantuk manjah ceritanya*.

Tidak cukup kepo sampai di situ, kemudian saya ublek-ublek informasi lagi dari kang google. Ternyata animasi tersebut dibuat pada tahun 2008 dan memang benar-benar memenangkan 102 penghargaan internasional. Ditinjau dari credit di akhir video, tertulis alamat e-mail blablabla.ar, “ar” itu Argentina bukan sih? Juga di awal video terdapat tulisan “el-emploe” yang merupakan judul dari video tersebut. 

Kata kang google (lagi), kalau memang benar itu bahasa Argentina, arti “el-emploe" dalam bahasa Inggris adalah “employment” yang berarti kepegawaian. ya, sekilas memang seperti menceritakan tentang keseharian pegawai yang membosankan. Tapi semakin lama semakin aneh dan bahkan endingnya kok begitu? Mungkin beberapa poin di bawah ini dapat mewakili sebagian dari ibroh yang terkandung dalam video tersebut, bisa jadi tidak, bisa jadi iya. Yang penting bismillah mah :

1. Bahwa hidup kita tidak lepas dari hidup orang lain

Bisa jadi, manusia-manusia yang menjadi perabotan dalam video tersebut (termasuk lakon utama) merupakan simbol bahwa tidak ada manusia yang tidak membutuhkan manusia lain. Pun ketika kita telah memiliki segalanya, bukankah seluruh elemen dari “segalanya” tersebut juga hasil dari campur tangan siapapun? Lihat saja, lakon utama memerlukan orang lain untuk menjadi kursi, meja, bahkan taksi baginya. Dan dia pun diperlukan orang lain untuk menjadi ... (isi sendiri titik-titiknya ya, nggak tega). Yah, terlepas dari seberapa besar manfaat kita, tetaplah berusaha menjadi manfaat semampunya walau hanya sebesar butiran debu *uuuw. Selalu ingat bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Semoga kita semua bisa menjadi sebaik-baik manusia setelah menonton video tersebut ya, aamiin!

2. Bahwa hidup itu harus menghargai siapapun

Awalnya saya berpikir bahwa lakon utama dalam video tersebut berprofesi semacam PNS, dosen, atau apalah. Daaan jengjengjeng... never imagine that ternyata ia adalah seorang... demikian. Welahdalah. Bisa aja nih yang bikin videonya. Tapi setelah direfleksi kembali, pekerjaan yang begitu kok pakaiannya rapi dan berdasi? Itulah, maybe, yang bikin video ingin menyampaikan bahwa hargailah profesi seseorang apapun itu, baik yang memiliki jabatan tinggi, rendah, maupun yang sedang-sedang saja. Maka dari itu beliau menggambarkan pakaian yang baik bagi lakon utamanya. Terpikirkan nggak? Saya juga baru terpikirkan setelah makan pisang goreng huahuahua. Pisangnya pisang emas pula, makanya otak menjadi agak blink-blink *abaikan*

3. Bahwa tidak ada pekerjaan yang tidak bisa dilakukan

Amati video tersebut dan pikirkan, apakah ada sosok pengamen jalanan? (Punten) Pengemis? Point ini menjadi cukup logis mengingat di jaman globalisasi kini tidak ada pekerjaan yang tidak bisa dilakukan. Lihatlah, dalam video tersebut semua orang bisa jadi apa saja, mulai hal yang tak terpikirkan sampai hal yang besar. Oleh sebab itu... kuy jadi insan yang kreatif!

4. Bahwa rutinitas dunia akan membuat hidup menjadi kosong

Dari ekspresi yang terlihat dalam video tersebut, tersirat kehampaan pada seluruh tokoh yang ada. Bahkan kursi dan meja yang bisa berkedip-kedip itu juga nampak hampa. Karena apa? Seharian mereka hanya mengurusi dunia dan orang lain. Sekali lagi, kuy jadi insan yang kreatif. Jangan hanya dunia saja yang dijalankan, tapi akhirat juga prioritas. Coba saja kalau dalam video tersebut digambarkan lakonnya juga taat beribadah, otomatis dia akan menjalankan perintah agamanya seperti murah senyum, suka melempar salam, cinta kebersihan, dan menjadi manusia berakhlak seperti ajaran seluruh agama di muka bumi ini. Andaikata demikian, maka hidupnya takkan hampa lagi. Dan video ini takkan ironi lagi huehue.

5. Bahwa di jaman modern kini manusia seakan-akan tidak punya pilihan lain

Saya setuju dengan salah seorang yang mengomentari video tersebut kurang lebih (komentarnya panjang sangat, singkatnya kira-kira begini) : ini seperti kritik atas segala aturan pekerjaan yang melenyapkan perasaan dan gugatan atas tercabutnya ekspresi sebagai makhluk sosial. Manusia di masa kini ibarat mesin, sudah terprogram. 

Video ini bisa jadi cibiran pada hal-hal yang pada akhirnya semu seperti kehampaan prilaku santun seorang penjaga kasir, keramahan sales-promotion-girl, senyum manis pegawai bank, ucapan terima kasih dan selamat pagi dari pegawai minimarket, dan sebagainya. Semuanya palsu. Video ini sepertinya menertawai hal yang demikian, kekeringan ekspresi pekerja, yang tidak bisa menikmati hidupnya, dan akan menjadi individu yang individualis.

Ah iya, totally agree. Ketulusan hidup bersama kini dipertanyakeun :(

Oke sekian my-first-time-video-review-yang-jauh-dari-sempurna ini, apabila ingin menambahkan atau berdiskusi lebih lanjut, monggo. Barangkali ada yang punya estimasi lain saya tunggu ya. Semoga bermanfaat dan menginspirasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun