“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)
Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dalam hal ini, fitrah memiliki makna keadaan yang suci atau tidak memiliki dosa apapun. Seseorang yang kembali kepada fitrahnya, mempunyai makna ia mencari kesucian dan keyakinannya yang asli, sebagaimana pada saat ia dilahirkan. Ayat di atas berisi tentang penciptaan manusia berdasarkan fitrahnya dan perintah Allah agar manusia tetap menjaga fitrah tersebut. Kemudian ayat ini dijelaskan lebih lanjut dalam Hadist Rasulullah SAW yang berbunyi : “Setiap anak dilahirkan menurut fitrahnya, maka hanya kedua orangtuanya lah yang akan menjadikannya seorang Yahudi, seorang Nasrani, atau seorang Majusi” (HR Bukhari).
Hadist Rasulullah SAW tersebut menjelaskan peranan orangtua yang sangat penting, di mana segala perlakuan orangtua terhadap anaknya memiliki risiko yang dapat menyesatkan sang anak dari fitrahnya. Allah SWT memberi peringatan kepada para orangtua agar mendidik dan mengasuh anak dengan baik sehingga tidak melenceng dari fitrahnya. Pengasuhan yang benar adalah yang sesuai dengan fitrah sang anak, yang menjaga fitrah anak sehingga tetap lurus seperti ketika mereka dilahirkan.
Setiap orang tua tentunya memiliki karakteristik dan cara masing-masing dalam melakukan pengasuhan. Pada prinsipnya, pola pengasuhan anak wajib hukumnya untuk dibedakan satu sama lain walaupun berada dalam satu garis keturunan. Meski menjadi pewaris genetik dari keturunan sebelumnya, bisa jadi beberapa gen yang dibawa bersifat dominan atau resesif. Maka tidak heran ketika kita menemui kakak beradik (bahkan anak kembar) yang perilakunya bertolak belakang. Untuk itu, orangtua sebagai agen pertama dan utama pendidik anak harus jeli dalam menentukan pola pengasuhan terbaik.
Pola pengasuhan dapat dikatakan baik ketika anak mencapai ke-optimal-an pertumbuhan dan perkembangannya dalam aspek motorik, kognitif, linguistik, dan aspek-aspek lainnya. Ukuran baik tidaknya pola pengasuhan dilihat dari proses saat menjalaninya. Dan hal tersebut tidak dapat ditinjau secara teoritis, sebab teori hanya dapat dijadikan sebagai acuan saja. Namun beberapa ahli anak usia dini mengemukakan, ada 5 konsep yang penting dan harus diperhatikan dalam menentukan pola pengasuhan anak, yakni :
Preventing (Pencegahan)
Preventing adalah pencegahan terhadap perilaku-perilaku yang berisiko atau perilaku-perilaku bermasalah sebelum perilaku tersebut muncul atau dilakukan anak. Pencegahan yang baik tidak dilakukan dengan mengucapkan kata ‘jangan’ atau ‘berhenti’. Karena justru tanpa kita sadari, kata tersebut malah memperbesar rasa keingintahuan anak sehingga yang dilakukan malah sebaliknya. Lebih baik, gunakan kata-kata pengganti yang bermakna larangan tanpa memasukkan kata ‘jangan’ atau ‘berhenti’. Misalnya, ketika akan mengingatkan anak ‘jangan berlari’, bisa diganti dengan ‘lebih baik jalan saja supaya tidak capek’ dan sebagainya.
Yang harus diperhatikan dalam melakukan preventing ialah tentukan batasan-batasan anak dan perkuat batasan-batasan tersebut secara konsisten. Yakinkan bahwa batasan-batasan tersebut dapat dimengerti secara secara jelas. Jika anak melanggarnya, komunikasikan pada anak-anak dan berilah konsekuensi yang telah disepakati sebelumnya.
Monitoring (Pemantauan)
Orangtua harus melakukan pemantauan dalam setiap kegiatan anak di manapun berada. Sebagai agen monitoring, orangtua harus memberi perhatian penuh terhadap anak-anak dan lingkungan sekitarnya. Monitoring bukan berarti harus melihat seluruh kegiatan anak selama 24 penuh, akan tetapi dapat dilakukan secara jarak jauh. Ketika anak di sekolah, guru dapat menggantikan peran orangtua dalam monitoring.
Mentoring (Pengajaran)
Mentoring adalah kegiatan memberikan pengajaran. Orangtua secara aktif harus membantu anak-anak belajar lebih tentang segala hal. Baik dalam hal akademis maupun non-akademis. Sebagai seorang mentor, orangtua juga harus mendukung apapun yang sedang mereka pelajari selama hal tersebut tidak melenceng dari fitrah anak.
Responding (Memberi respon)
Responding merupakan timbal balik (feedback) yang dilakukan antara orangtua dan anak. Dalam konsep ini, kepekaan dan kepedulian antar keduanya adalah faktor yang harus diperhatikan. Ketika orangtua mengerti benar keinginan anak dan menunjukkan respon yang baik atas apa yang telah dilakukannya, maka hal tersebut akan meningkatkan eksistensi anak dalam kehidupannya. Dalam artian anak akan menyadari bahwa hidup dan keberadaannya dihargai benar.
Modelling (Memberi contoh)
Dalam melakukan suatu tindakan, anak melakukan imitasi terhadap lingkungan sekitarnya. Orangtua sebagai model yang pertama kali di-copy anak tentunya harus memperlihatkan akhlak, keyakinan, nilai, dan moral yang baik sebagai contoh untuk anak-anak dalam menjalani kegiatan sehari-hari dimanapun berada. Kembali pada poin yang harus diingat, bahwa orangtua harus menjaga fitrah dirinya dan anaknya untuk hidup yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H