Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Momong Oh Momong

10 September 2016   15:25 Diperbarui: 10 September 2016   16:14 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi masyarakat yang hidup di tanah Jawa, istilah momong tidak asing lagi untuk didengar, terutama bagi orangtua yang telah memiliki anak. Secara lughowi, momong (atau biasa juga dikenal dengan kata among atau ngemong) berasal bahasa Jawa ke-timur-an yang artinya mengasuh. Di masa kini, masyarakat luas mengenal istilah momong dengan kata parenting. Parenting sendiri berasal dari bahasa Inggris “parents” yang artinya orangtua.

Sedangkan secara umum, parenting dapat diartikan suatu “teknik” tentang bagaimana pola mengasuh, mendidik, dan membesarkan anak dengan baik dan benar, dengan harapan tumbuh kembang sang buah hati dapat sesuai dengan harapan. Jika seseorang ingin menjadi dokter, pilot, perawat, dan profesi lainnya dapat dicapai dengan cara meniti sekolah sesuai dengan bidang yang diinginkan, maka untuk menjadi orangtua yang baik masih belum ada sekolahnya, apalagi sarjananya. Namun bukan berarti menjadi orangtua yang baik tidak dapat dipelajari. Untuk itulah “ilmu momong” itu ada.

Di era sekarang, seminar-seminar yang berkaitan dengan momong sudah menjadi tren di masyarakat. Para orangtua berbondong-bondong menghadirinya dengan harapan setelah keluar dari seminar tersebut, mereka dapat menjadi orangtua yang “mendadak sempurna”. Padahal kita semua tahu dan menyadarinya, bahwa momong itu tidaklah mudah. Karena setiap anak terlahir dengan karakteristik yang berbeda-beda meskipun masih dalam satu garis keturunan.

Dengan keunikan dan kemampuan yang bermacam-macam, maka setiap anak akan berbeda pola pengasuhannya. Contohnya, anak yang pendiam tidak bisa diasuh dengan cara yang sama dengan mengasuh anak hiperaktif, dan sebaliknya. Oleh karena itu, beberapa poin di bawah ini adalah sedikit penjelasan dari fakta-fakta kecil terkait dengan momong yang dekat sekali dengan masyarakat namun sering ‘dilupakan’ : 

1. “Momong” adalah sebuah proses

Menjadi seorang “agen momong” yang profesional tidak dapat dicapai secara instan. Ya, tidak serta merta dengan mengikuti seminar parenting dan mengeluarkan banyak uang lantas orang tua tersebut dapat dikatakan sukses dalam mendidik anak. Nyatanya, belum tentu seratus persen materi-materi seminar parenting sesuai dengan praktek di lapangan. Momong adalah sebuah proses yang harus dilakukan secara bertahap (step by step), butuh waktu yang lama, dan memerlukan feedback atau timbal balik dari yang diasuh.

Bahkan hingga saat ini, belum ada tolak ukur yang pasti tentang keberhasilan “agen momong” itu sendiri. Apakah dengan memiliki anak yang berprestasi dalam berbagai bidang maka dapat dikatakan pengasuhannya berhasil? Bagaimana jika ternyata perilaku anak tersebut tidak baik kepada orang yang lebih tua misalnya? Maka, sebagai “agen momong” yang baik, jadikan proses momong tersebut sebagai pembelajaran dan seminar seumur hidup bagi diri sendiri. 

2. Momong bukan hanya sekedar ilmu, tetapi juga seni

Dalam pelaksanaannya, kegiatan momong tidak dapat diaplikasikan secara teoritis dan sistematis. Materi-materi kepengasuhan yang didapat dari berbagai macam seminar, buku, dan sumber lainnya tidak dapat diterapkan tanpa adanya kemampuan dan keterampilan dalam mengasuh. Maka, ilmu mengasuh dan seni mengasuh adalah 2 hal yang tidak dapat dipisahkan. Gambarannya, ketika kita mengasuh anak berkebutuhan khusus (ABK), yang kita perlukan tidak hanya ilmu kepengasuhan khusus bagi ABK, namun juga perlu seni komunikasi dan interaksi kepada ABK. Jadi tanpa adanya seni mengasuh anak, ilmu mengasuh tidak dapat diterapkan secara optimal, begitupula sebaliknya.

3. Momong adalah profesi yang minim “kesejahteraan”

Ya, momong adalah pekerjaan yang sebenarnya tidak menggiurkan. Sudah kerjanya 24 jam setiap hari, tidak mendapat gaji sepeserpun (pengecualian bagi baby sitter dan semacamnya), bahkan resiko ditanggung sendiri namun semua hasil dilepas. Namun yang mengherankan, mengapa hampir setiap manusia memiliki hasrat untuk memiliki momongan?

Begitulah, momong merupakan salah satu bentuk paradoks yang ada dalam kehidupan. Setiap manusia memiliki hasrat tersebut namun ketika telah menggapainya belum tentu ia dapat mengolah hasrat tersebut dengan baik. Intinya adalah jangan jadikan momong sebagai profesi, tapi jadikanlah momong sebagai bentuk pengabdian dalam kehidupan. Niscaya akan lebih banyak sesuatu yang kita dapat dan jauh lebih berarti dari hal-hal yang bersifat duniawi.

4. Momong adalah mendidik, tapi mendidik belum tentu momong

Di tengah masyarakat banyak timbul pertanyaan : manakah yang lebih didahulukan, pendidikan atau pengasuhan? Jika dilihat dari pengertiannya secara global, pendidikan dan pengasuhan adalah dua hal yang berbeda. Namun pada hakikatnya, pendidikan include dalam ranah pengasuhan, terutama pendidikan karakter. Ketika mengasuh, secara tidak langsung anak akan melakukan imitasi terhadap perilaku dan tutur kata orangtuanya. Selain itu, dalam pengasuhan banyak terselip pengembangan kemampuan bahasa, kognitif, motorik dan aspek-aspek lain yang menunjang keilmuan seorang anak. 

5. Momong ibarat menanam

Jelas sekali bahwa buah yang akan dipetik dari “menanam momong” adalah anak yang kita asuh akan tumbuh dan berkembang sesuai hasil yang diinginkan. Sebagaimana dalam konsep pertanian, segala hasil panen akan tergantung pada proses perawatannya. Di samping itu, perilaku momong akan menjadikan anak merasa berhutang budi kepada “agen momong” dan akan berpengaruh pada kehidupan bermasyarakat anak tersebut di masa mendatang. Contohnya saja, anak yang diasuh dengan baik di tangan orangtuanya akan berbeda dengan anak yang kurang asuhan (dalam tanda kutip, kurang kasih sayang). Anak yang “kurang momongan” akan cenderung cuek kepada lingkungan sekitarnya.

Dosen saya pernah bercerita, ada seorang anak yang berasal dari keturunan keluarga kaya raya. Semua kebutuhannya finansialnya selalu tercukupi baik gizi, pakaian, mainan, dan sebagainya. Bahkan sebelum dia mengatakan keinginannya, orangtua anak tersebut sudah membelikan produk terbaik dan keluaran terbaru. Apa yang terjadi? Ketika anak tersebut sudah dewasa dan bekerja, orangtuanya yang sudah renta diperlakukan sama seperti masa kecil anak tersebut.

Sebelum orangtuanya mengatakan keinginannya, anak tersebut sudah membelikan apapun yang dibutuhkan (secara laihiriah) oleh orangtuanya, termasuk mempekerjakan suster sebagaimana orangtuanya mempekerjakan baby sitter untuk anaknya di masa lalu.  Dari kisah singkat tersebut dapat kita ambil ibroh bahwa perhatian dan pengasuhan menjadi urgensi dalam kehidupan setiap anak karena akan berpengaruh besar pada kehidupan hingga akhir hayatnya.

Momong merupakan wujud implementasi hasanah dari hablu-minannas (hubungan antar manusia). Pekerjaan ini adalah suatu amanah dari Tuhan yang luar biasa dan tidak mudah untuk dijalani. Oleh karena itu, jadilah sebaik-baik “agen momong” karena masa depan bibit-bibit ahli surga ada di tangan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun