Generasi Z (Gen Z) yang lahir pada rentang tahun 1995 hingga 2010 dapat dikatakan sebagai generasi native digital. Mereka tumbuh dan berkembang bersama dengan kemajuan teknologi digital dan internet. Sejak lahir, mereka sudah akrab dengan berbagai gadget canggih seperti komputer, laptop, smartphone, dan berbagai inovasi digital lainnya. Tidak heran jika Gen Z kerap disebut sebagai generasi era digital.
Kemajuan teknologi informasi membuat Gen Z sangat mudah dan cepat dalam mengakses internet dan segala macam informasi di dalamnya. Hampir semua aktvitas Gen Z tak terlepas dari internet dan teknologi digital, mulai dari sosial media, mencari informasi, bermain game online, belajar daring, berkomunikasi, hingga berbelanja kebutuhan sehari-hari. Bagi Gen Z, hidup terasa "telanjang" tanpa gadget dan internet.
Sayangnya kemajuan teknologi dan kemudahan mengakses informasi ini tidak selalu berdampak positif bagi Gen Z. Di balik segala kemudahannya, banyak pihak yang melihat ada kemunduran nilai dan adab pada Gen Z digital native ini. Hal ini terutama nampak pada gaya komunikasi dan interaksi mereka yang cenderung bebas tanpa filter, kurang santun, hingga cenderung anarkis.
Fenomena kemunduran adab ini menjadi perhatian dan keprihatinan banyak kalangan. Sebagai generasi digital native yang lahir dan besar bersama teknologi digital, tak pelak lagi ada dampak signifikan terhadap nilai dan perilaku Gen Z. Jika dibiarkan, hal ini bisa berakibat pada merosotnya nilai-nilai adab dan akhlak mulia pada generasi muda bangsa.
Salah satu indikasi nyata kemunduran adab Gen Z Digital Native ini terlihat dari gaya komunikasi dan interaksi mereka di dunia maya yang cenderung kurang santun. Di berbagai platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, hingga Youtube, tak sedikit Gen Z yang dengan entengnya melporkan kata-kata kasar, umpatan, caci maki, bully, ujaran kebencian (hate speech), dan berbagai konten negatif lain terhadap orang lain.
Fenomena cyberbullying bahkan kian marak terjadi di kalangan remaja Gen Z yang notabene adalah pengguna media sosial paling aktif. Di sini mereka bebas melontarkan caci maki, intimidasi, hingga menyebarkan konten memalukan orang lain di dunia maya. Ini jelas sudah kelewat batas dan melanggar etika berkomunikasi secara digital.
Perilaku Gen Z di media sosial tersebut sangat bertentangan dengan tata krama dan sopan santun dalam berbahasa dan berinteraksi menurut norma agama dan budaya Timur kita. Hal ini juga jauh dari nilai-nilai moral dan akhlak mulia yang diajarkan di lingkungan keluarga dan sekolah kepada anak-anak dan remaja.
Jika dibiarkan terus menerus, gaya komunikasi digital Gen Z yang cenderung anarkis dan tak beretika ini bisa mengikis nilai-nilai kesantunan dan toleransi yang selama ini menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Maka dari itu, diperlukan pembinaan karakter dan bimbingan secara intensif terhadap Gen Z Digital Native agar mereka bijak dalam menggunakan teknologi dan media sosial.
Kemunduran adab yang terjadi pada Gen Z juga terlihat dari mulai memudarnya nilai-nilai moral dan akhlak mulia dikalangan remaja digital native ini. Salah satunya adalah mulai merebaknya gaya hidup hedonisme dan materealisme di kalangan anak muda Gen Z saat ini.
Banyak di antara Gen Z yang terjebak dalam lifestyle mewah dan konsumtif semata-mata demi pencitraan di media sosial. Mereka rela menghabiskan uang yang tak sedikit hanya untuk berfoya-foya ke klub malam, pesta miras, liburan serba glamour, hingga membeli barang branded mahal. Gaya hidup ini mereka umbar secara terang-terangan di media sosial untuk mendapat pengakuan dan pujian dari followers.