Di kawasan kampung Ketandan ini terdapat masjid An-Nur yang menjadi objek bersejarah Islam. Sejarah dari Masjid An-Nur telah dibangun sejak tahun 1915 Masehi.
Namun, sebelum menjadi masjid bangunan tersebut adalah sebuah langgar untuk tempat ibadah masyarakat sekitar yang dibangun pada 1914 Masehi.
Dengan ini mungkin saja setahun setelahnya langgar tersebut direnovasi dan diperbesar menjadi sebuah masjid. Di dalam ruangan masjid didominasi cat putih dan keramik putih dan hijau.
Di atas ruangan di beri plafon putih berbentuk kotak-kotak dan banyak penyangga stainless untuk korden. Di dalam ruangan juga ada jendela sebagai ventilasi yang diberi bata berpola.
Secara umum dan keseluruhan, masjid An-Nur memiliki arsitektur yang bisa dibilang sederhana, sesuai dengan bangunannya yang telah ada sejak zaman dulu.
Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Beralih ke objek selanjutnya yaitu Balai Budaya Cak Markeso. Bangunan ini menjadi daya tarik tersendiri di tengah-tengah kampung Ketandan. Keunikan arsitektur bangunan ini yaitu terdapat joglo sebagai atap bangunannya.
Bangunan ini berupa ruang terbuka yang memiliki 12 pilar penyangga, dan pilar utamanya ada 4 tiang. Hampir seluruh unsur bangunan menggunakan bahan kayu, kecuali genteng di joglo dan lantai yang warnanya senada dengan kayu.
Pada bagian belakang terdapat bidang (sejenis kwade) yang terbuat dari kayu dengan motif ukiran berbentuk jendela dan pintu, juga tak kalah ada ukiran berbentuk motif tumbuh-tumbuhan.
Di bagian atasnya terdapat kayu-kayu yang berjejer untuk menyangga joglo, dan terdapat lampu gantung khas zaman dulu, karena terdapat ornamen-ornamen pada hiasan lampunya.
Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Kemudian ada juga bangunan Makam Mbah Buyut Tondo yang terletak di belakang pendopo, ini merupakan makam yang masih menjadi pertanyaan siapa sosok sebenarnya Buyut Tondo itu, namun menurut Pak Eka (warga sekitar) makam tersebut sudah ada sebelum adanya pemukiman disitu, makam sudah menjadi peninggalan sejak dulu.
Dilansir dalam laman kumparan.com bahwa Buyut Tondo itu adalah ‘pembabat alas’ di Ketandan sehingga kemungkinan ialah orang pertama yang ada di daerah Ketandan ini. Makam tersebut hingga kini masih dikeramatkan dan kerap kali warga sekitar melakukan istighotsah di pendopo untuk mendoakan Buyut Tondo.
Menurut penuturan Pak Eka bahwa dulu ada penjaga makam yang bernama Pak Jamali, namun saat ini beliau sudah meninggal. Kemungkinan besar Alm. Pak Jamali itu lah yang mengetahui lebih detail sejarah dari makam Mbah Buyut Tondo tersebut.
Dokumen Pribadi
Untuk memasuki makam Mbah Buyut Tondo cukup mudah diakses karena pintu masuknya berada di sisi kanan Balai Budaya Cak Markeso. Di pintu masuk terdapat tulisan “Mbah Buyut Tondo” yang menandakan identitas ahli kubur. Pintu masuk makam terbuat dari kayu dengan terdapat atap dari genteng, juga terdapat ukiran-ukiran di atas pintu.
Memasuki kawasan makam sebelah kiri terdapat dua makam yang diduga masih kerabat Mbah Buyut Tondo. Kemudian sebelah kanan terdapat pohon beringin yang berdiri kokoh dan terkesan sudah tua. Masuk lagi ke dalam arah kanan terdapat ruang terbuka untuk para peziarah duduk. Kemudian ke kanan sedikit terdapat lubang yang berkeramik dan disanalah terdapat tiga makam, yakni Mbah Buyut Tondo dan kemungkinan bersama Istri dan anaknya.
Makam-makam tersebut tidak memiliki arsitektur yang mewah, karena nisan makam tertutup kain putih dan badan makam hanya tertutup marmer putih dan batu bata.
Itulah sekilas perjalanan saya berkunjung di Kampung Wisata Ketandan, mohon maaf bila ada salah informasi karena sejatinya kita sama-sama belajar.
Terima kasih dan sampai jumpa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H