Kata itu bergema di telingaku,
sebuah ejekan yang menyayat hati.
"Rumah?" tanyaku pada bayangan diri,
"Di mana gerangan rumahku?"
Hahaha, tawa getir menggema,
menggelinding di lorong kesunyian.
Aku tak punya rumah untuk pulang,
hanya ada aku dan kesepian yang setia menemani.
Dinding-dinding kosong,
menatapku dengan tatapan kosong.
Tak ada cahaya hangat,
tak ada aroma masakan yang menggoda.
Hanya sunyi,
menyerbu relung hati,
menelan sisa-sisa harapan.
Rumah, kata itu bagaikan fatamorgana,
menghilang begitu saja saat disentuh.
Hanya milik orang-orang beruntung,
yang tak pernah merasakan pahitnya kesepian.
Aku, tak seberuntung itu.
Aku hanya debu yang terhempas angin,
terombang-ambing tanpa arah,
tanpa tujuan,
tanpa tempat untuk berlabuh.
Kemanakah aku harus pergi?
Ke mana aku harus pulang?
Aku tak punya rumah,
hanya ada aku dan kesunyian,
yang tak pernah lelah menyapa.
Mungkin, rumah bukanlah sebuah tempat,
melainkan sebuah perasaan.
Perasaan tenang,
perasaan aman,
perasaan dicintai.
Dan aku,
hanya bisa merindukannya,
merindukan rumah yang tak pernah kumiliki.
Kendal, 05/09/2024
Afid Alfian A.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H