Teruntuk harapan, kau yang selalu menyapa,
Dengan senyum manis, membelai jiwa,
Menawarkan mimpi, membuncahkan asa,
Namun kenyataan, kau yang selalu menyapa,
Dengan wajah muram, menoreh luka,
Menghancurkan mimpi, mematahkan asa.
Narasi-narasi impian, terukir indah,
Di atas kanvas hati, penuh warna,
Menceritakan kisah, tentang masa depan,
Yang penuh bahagia, penuh keceriaan,
Namun kenyataan, menorehkan tinta hitam,
Menghilangkan warna, menghancurkan kisah.
Kurang apa aku untuk menggapaimu, harapan?
Aku telah berjuang, dengan segenap jiwa,
Aku telah berlari, dengan segenap tenaga,
Aku telah berteriak, dengan segenap suara,
Namun kenyataan, tetaplah kenyataan,
Menjadi dinding tebal, menghalangi langkah.
Aku terjebak dalam lingkaran tak berujung,
Harapan mendekat, kenyataan menjauh,
Aku terombang-ambing, di lautan mimpi,
Yang tak kunjung terwujud, tak kunjung nyata,
Aku merindukanmu, harapan,
Namun kenyataan, selalu menyapa,
Membuatku terpuruk, dalam kekecewaan.
Apakah aku harus menyerah, pada kenyataan?
Apakah aku harus melupakan, harapan?
Apakah aku harus menelan pil pahit,
Yang selalu kau tawarkan, kenyataan?
Tidak, aku tak akan menyerah,
Aku akan terus berjuang,
Aku akan terus bermimpi,
Aku akan terus berharap,
Sampai harapan dan kenyataan,
Bertemu di titik temu,
Yang penuh bahagia, penuh keceriaan.
Kendal, 03/09/2024
Afid Alfian A.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H