Pada situasi ini, muncul sosok Agus Wirahadikusumah yang datang membawa tawaran kepada Sigit untuk menenangkan diri di rumah dinas Agus.
Sigit yang mengiyakan ajakan itu, lantas tinggal di sana selama beberapa waktu sebelum kembali lagi ke Pelatnas Cipayung.
Momen titik balik bagi Sigit Budiarto
Tahun 1999, Sigit kembali berpartisipasi di perhelatan kompetisi dunia. Sayangnya, meski larangan bertanding telah berakhir, ia harus memupus harapannya untuk berlaga di Olimpiade Sydney 2000 mewakili Indonesia.
Pada saat itu juga Sigit tidak lagi berpasangan dengan Candra Wijaya.
Adapun selama masa skorsing Sigit berlaku, Candra diduetkan dengan Tony Gunawan. Sementara Sigit berpasangan dengan Halim Haryanto yang kemudian berhasil merebut juara Dutch Open 2000.
Setelah Olimpiade selesai, tepatnya pada tahun 2001, pelatih ganda putra Pelatnas mengembalikan duet Sigit bersama Candra.
Alhasil pasangan ini kembali menggila dengan gelar-gelar bergengsi seperti Japan Open, Indonesia Open, Malaysia Open, Thailand Open dan medali emas SEA Games 2001. Bahkan bisa juara beruntun di Piala Thomas tahun 2000 dan 2002.
“Ada satu hal lagi yang agak sedikit nyesek. Maksudnya pada saat itu, mestinya saya bisa menang tetapi kalah waktu di Thomas Cup 2002, semifinal ketemu Denmark. Jadi game pertama menang, game keduanya kalah, game ketiganya kalau ngga salah deuce kalah,” kenang Sigit kala dirinya belum berhasil menyumbangkan poin untuk tim Indonesia.
Pada tahun 2003, Sigit/Candra berhasil merebut gelar juara ganda putra All England, turnamen tertua di dunia.
Secara meyakinkan, mereka menang mudah dengan skor 15-7, 15-5 atas Lee Dong-soo/Yoo Yong-sung di partai puncak All England 2003.
“Yang susah itu kan dari pertama sampai final,” ujar Sigit sambil tertawa.