Mohon tunggu...
Afiandari Nur Ardiati
Afiandari Nur Ardiati Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik

Hello~

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Budaya Ngopi Kaum Milenial

31 Januari 2022   13:04 Diperbarui: 31 Januari 2022   14:17 2644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lestari kopiku, lestari negeriku.

Sedikit kutipan lagu Gombloh yang sudah dimodifikasi di atas dapat menjadi cermin budaya Indonesia yang lagi ngehits baru-baru ini.

Apalagi kalau bukan ngopi, kebiasaan masyarakat Indonesia yang sebenarnya sudah ada sejak lama, namun dahulu kebanyakan hanya orang tua pecinta kopi yang melakoni kebiasaan ini.

Ya, menikmati secangkir kopi di warung kopi sembari berbincang-bincang dengan pembeli lainnya untuk mengakrabkan diri, bahkan tradisi ini dianggap sebagai simbol kerukunan. Sangat jarang anak muda yang suka ngopi seperti itu pada zaman dahulu.

Kini, budaya minum kopi tidak hanya disukai oleh para orang tua saja, kaum milenial rupanya mulai memasukkan tradisi “ngopi” dalam aktivitas favoritnya. Tak sekadar untuk mengenal budaya ngopi atau menghilangkan kantuk, tetapi juga sebagai mood booster dan jadi teman nongkrong. Ketika ngopi, mereka merasa lebih mudah mencari inspirasi.

Seorang penikmat kopi asal Bogor, Nadia Humaira misalnya. Bagi dia, ngopi di coffee shop ibarat mengisi ulang daya baterai alias energinya. Bahkan dia menjadi lebih produktif, entah itu untuk mengerjakan tugas, menulis novel, ataupun membuat puisi. Tak heran jika perempuan muda ini betah berlama-lama nongkrong di Starbucks sembari menyeruput kopi. “Biasanya mulai dari jam 10 atau sebelas sampe jam 5 sore,” kata Nadia.

Lalu, apa yang sebenarnya menjadi daya tarik sebuah coffee shop? Besar kemungkinan yakni konsep bangunan yang instagramable.

Kedai kopi yang semula hanya berupa warung kopi sederhana, sekarang berubah menjadi kedai kopi atau biasa disebut coffee shop dengan tampilan elegan, mewah, dan penataan interior yang menarik. Instagramable kalau kata anak milenial.

Beberapa tema juga sering ditemui dalam desain coffee shop, mulai dari klasik, urban, etnik, hingga garden cafe.

Sedangkan instagram bagi anak muda zaman now ialah media sosial paling penting. Banyak sekali dari mereka yang sangat memerhatikan feeds instagramnya, foto apa yang harus diunggah di akun instagramnya supaya terlihat bagus dan estetik. Oleh sebab itu tempat berfoto juga sangat memengaruhi.

Akhirnya mereka akan mencari kedai kopi kekinian yang mengedepankan unsur estetika dalam konsep atau desain bangunannya.

Alhasil kedai kopi hits kian ramai pengunjung terutama dari kalangan generasi muda. Inilah situasi yang tidak sukai oleh sebagian orang. “Lebih suka coffee shop yang tenang (situasinya) kayak Starbucks. Bukan tempat buat nongkrong rame-rame terus berisik gitu,” ujar Nadia.

Lantas, benarkah budaya ngopi telah menjadi bagian dari kebutuhan? Atau sekadar gaya hidup?

Ya, kopi dan ngopi sebenarnya adalah dua hal yang sama namun tujuannya berbeda. Ngopi saat ini juga tak melulu tentang kopi. Ketika sedang berada di kedai kopi pun, tidak hanya ada menu kopi di dalamnya, tentu saja ada menu non coffee. Sebab, belum tentu semua orang menyukai ataupun bisa minum kopi.

Karin Mutiara, seorang kasir di sebuah kedai kopi bernama Hiddenleaf, mengatakan zaman sekarang ‘ngopi’ layaknya suatu istilah ‘mau nongkrong di coffee shop’, padahal belum tentu mereka membeli kopi.

“Kebanyakan belinya non coffee, cuman ya mereka nongkrong di coffee shop. Makanya bilang ngopi,” kata wanita yang juga belajar menjadi barista itu.

Lebih lanjut dia menilai, ‘kopi’ termasuk kebutuhan bagi beberapa orang karena mempunyai kandungan yang dibutuhkan manusia yakni kafein. “Ada customer di tempat kerja (Hiddenleaf), suka beli americano sampe 1 liter karena dia harus ngerjain kerjaan WFH sampe malem. Jadi buat ngebantu dia tetep melek pake kopi itu,” ujarnya.

Sedangkan ‘ngopi’ dikategorikan sebagai gaya hidup yang terkadang hanya sebuah klaim nongkrong bareng teman di coffee shop

Nadia juga mengungkapkan hal serupa. Dia menjelaskan, gaya hidup itu hanya sebuah keinginan dan dampak yang diinginkan adalah kepuasan. Jika kita tidak melakukan hal tersebut, kita tidak akan mendapatkan suatu efek yang signifikan. “Pergi ke coffee shop sebagai bagian dalam menenangkan diri. Rasanya kayak lagi istirahat, refresh otak. Tapi sebenernya nggak jadi masalah kalau saya nggak pergi sekali pun,” tutupnya.  

Menjamurnya coffee shop di Indonesia memang sudah menjadi pemandangan umum yang kita temui sehari-hari. Hampir semua kedai kopi didominasi oleh konsumen remaja maupun dewasa. Lantaran saat ini, coffee shop bukan hanya menjadi tempat untuk menikmati kopi, namun juga tempat untuk bertemu seseorang, tempat belajar, sampai tempat nongkrong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun