#6 Rayuan Perempuan Gila

Hari ketiga di meja kerjamu selalu ditemukan bangkai tikus. Kamu sudah begitu geram, setelah beberapa hari mencoba tenang, bahkan salah menuduh seseorang. 

"Kok selalu ada bangkai tikus di ruang guru, ya!" Kamu mengabaikan gumaman pria paruh baya, petugas kebersihan di sekolah itu. Pandanganmu terus tertuju pada secarik kertas yang kamu temukan di samping bangkai tikus itu. 

"Pak tolong dibersihkan, ya!" Kamu gegas keluar dari ruang guru menuju ke gerbang sekolah. 

"Pak Agus, apa semalam ada yang datang ke sekolah?" tanyamu kepada satpam yang baru saja selesai membuat kopi. 

"Ada apa, Bu Arimbi? Apa ada yang hilang?" 

"Bukan. Apa ada siswa yang datang ke sekolah saat malam atau pulang paling akhir kemarin?" Pria dengan kumis lebat dan perut membuncit itu terdiam, Tatapannya mengarah ke atas dengan jari telunjuk mengetuk dagunya. 

"Pak," tegurmu tidak sabaran. 

"Eh, enggak ada, Bu. Saya juga jam enam sore sudah pulang. Tapi ...." Pria tersebut kembali terdiam.

"Ada apa, Pak?" tanyamu mendesak. Pria itu menggeleng. Membuatmu memilih pergi meninggalkannya dan kembali ke ruang guru. 

"Bu, Bapak ingat kemarin lihat Mas Arles masuk ke ruang guru sambil bawa kotak warna hitam juga!" 

"Bapak yakin?" Kamu memperhatikan dengan saksama pria paruh baya yang baru saja memberimu informasi baru itu. "Apa Bapak bisa saya minta kesaksiannya ketika Arles sampai sekolah nanti?" 

"Bi-bisa, Bu, tapi Bapak takut kalau Mas Arles enggak mengaku!" Kamu terdiam sesaat sebelum akhirnya menjamin jika Arles tidak akan membuat ulah. 

***

"Bapak lihat apa isi kotak hitam yang saya bawa?" Kamu memilih diam memperhatikan siswa bernama Arles itu yang tampak kesal setelah mendapat tuduhan. 

"Bapak enggak lihat, hanya saja kotak di tempat sampah yang ada tikusnya itu sama kayak punya Mas Arles!" 

"Sial! Bapak sudah tua, mending pensiun saja deh." 

"Arles!" Kamu menegur siswa tersebut yang bicara tidak sopan kepada pria paruh baya itu. "Jaga ucapan kamu." Kamu berdiri dan menarik tangan siswa tersebut. 

Mengabaikan tatapan dari siswa-siswi di lorong sekolah, kamu terus membawa siswa tersebut ke toilet pria. Di sana kamu menyuruh siswa itu untuk membersihkan seluruh toilet pria dan menyuruhnya untuk mencari tikus. 

"Ibu enggak bisa seenaknya begitu saja kasih hukuman, dong!" 

"Kenapa enggak? Saya dan guru di sini punya hak memberi hukuman kepada siswa yang membuat masalah!" 

"Sial." Kamu mengabaikan umpatan siswa tersebut.

"Saya akan memberitahu guru yang nanti mengajar di kelasmu kalau kamu dihukum." Setelah itu kamu pergi, meninggalkan siswa tersebut yang masih terus mengumpat kesal. 

Langkahmu memelan saat melihat pria paruh baya yang tadi mengadu kepadamu itu, kamu melihatnya seperti tengah mengintip di pintu ruang guru yang tidak tertutup. 

Pria itu juga terkejut saat kamu sapa dan lekas pergi begitu saja. "Loh, Pak Budi ke mana? Padahal tadi saya minta tolong dibelikan rokok!" 

"Bapak yang suruh Pak Budi menunggu di sini?" tanyamu penasaran kepada guru pria yang tampak kebingungan itu. 

"Iya. Ah, sudahlah. Saya beli sendiri saja!" Kamu memilih masuk ke dalam ruang guru. Duduk diam di tempatmu, mengabaikan keseruan guru-guru lainnya yang sedang bercengkerama. 

***

"Sebenarnya sudah tiga hari ini ada bangkai tikus di meja kerjaku, Al. Dan hari ini ada surat, aku belum sempat membacanya." Kamu menyerahkan secarik kertas itu kepada Alva. 

Pria tersebut menerimanya. "Enggak ada tulisan apa pun, Rim. Hanya ada gambar pisau! Lihatlah!" 

"Apa artinya ini, Al?" 

"Bisa jadi dia orang yang benci kamu!" Kamu menghela napas pelan, menyobek kertas tersebut dan membuangnya ke tempat sampah yang ada di dalam mobil. 

"Mau kubantu mencari tahu?" 

"Enggak perlu. Aku pasti bisa menangkapnya sendiri!" 

"Rim!"