"Kenapa Ibu menuduh saya melakukannya?" Dahimu berkerut dengan tatapan tidak pernah lepas kepada siswa di hadapanmu itu yang terlihat tetap tenang. "Apa karena kemarin cinta saya ditolak, Ibu jadi menuduh saya? Konyol sekali."
Kamu menjadi geram, raut wajahmu menegang. Jawaban dari siswamu itu membuatmu kesal.
"Hanya kamu yang bisa melakukan itu, Arles!"
Dia menggeleng lalu memilih berdiri. "Mau ke mana? Saya belum selesai bicara!"
"Percuma bahas hal yang saya sendiri enggak lakukan. Bu Arimbi mudah sekali menuduh saya melakukannya hanya karena saya siswa yang suka buat masalah dan baru saja ditolak cintanya!"
Siswa itu pergi begitu saja meninggalkanmu dalam kesunyian.
Sesekali kamu menghela napas kasar, guratan di wajahmu terpancar jelas. "Siapa?" gumammu mencari jawab.
"Tadi ada yang mengintip!" Kamu tidak sengaja melihat seseorang mengintip dari jendela, tetapi tidak jelas siapa orangnya. Saat keluar kelas pun hanya ada dua orang siswi yang sedang sibuk membaca buku.
"Bu Arimbi pasti belum makan siang, saya belikan ini. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena tuduhan tadi!" Siswa yang tadi meninggalkan kamu kembali dan menyerahkan sebungkus roti dan air mineral.
Siswa itu pergi begitu saja setelahnya. Membuatmu mematung, mengabaikan tatapan dari siswi yang berada di dekat kelas. "Bukan Arles orangnya!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H