Kamu melambatkan langkah saat mendengar suara ayahmu dan seorang pria sedang bicara di ruang tamu.Â
Kamu tidak tahu siapa pria yang sedang bicara itu karena tidak melihat wajahnya, tetapi kamu jelas mendengar kalau pria itu menuduh ayahmu yang telah menjadi penyebab ibumu tiada.Â
Cepat-cepat kamu masuk rumah, kedua pria yang sedang saling mencengkeram kerah itu menoleh serempak ke arahmu.Â
"Arimbi!" Tatapanmu tertuju kepada pria yang menatapmu tajam itu. Pria itu menghempaskan ayahmu sampai hampir terjatuh. Pria itu menghampirimu dan menamparmu tanpa bisa kamu hindari.Â
"Apa yang kamu lakukan?" Ayahmu berteriak dan membuat pria yang tadi menamparmu itu terjatuh membentur dinding, sedangkan kamu menyentuh pipimu dengan mata berkaca-kaca.Â
"Dia anak enggak waras yang kamu pelihara! Dia yang sudah tega menghabisi Lia. Harusnya dia yang mati, bukan istriku!" Kamu hanya diam, menatap nyalang pria yang tengah menunjuk-nunjuk ke arahmu.Â
"Pergi kamu dari sini!" Kamu memilih diam, terus memperhatikan saat ayahmu menarik pria itu keluar dari rumah dan menutup pintu.Â
"Kenapa dia ke sini, Yah?"Â
"Dia masih mengira ibumu meninggal karena kita!"Â
Kamu mengangguk. "Dia harusnya yang ke psikolog bukan aku. Mencintai perempuan sinting yang jelas-jelas sudah punya keluarga."