Di zaman modern sekarang ini, LGBT sudah menjadi hal yang lumrah dan biasa terdengar di tengah-tengah masyarakat saat ini. Bahkan masyarakat di Indonesia sudah banyak yang masuk kedalam lingkaran tersebut. Aktivitas tersebut biasanya dilakukan oleh laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan sesamanya, adapula satu orang yang menyukai dua jenis kelamin berbeda, dan seseorang yang mencoba untuk mengganti jenis kelaminnya.Â
Pada hal ini biasa disebut dengan istilah LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Perilaku tersebut sebenarnya sangat bermasalah bagi pelakunya maupun masyarakat disekitarnya, karena hal tersebut dapat menimbulkan masalah yang serius baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang nantinya.
Jika kita melihat negara-negara lain, contohnya negara-negara besar seperti negara di benua Eropa, antara lain seperti: Spanyol, Norwegia, Swedia, Portugal, Denmark, Germany, Inggris, Prancis, dan negara besar lainnya sudah melegalkan adanya LGBT ini, bahkan negera besar itu pun menyetujui adanya pernikahan sesama jenis di negaranya. Menurut survey negara pertama yang melegalkan LGBT dan pernikahan sesama jenis adalah negara Belanda pada tahun 2001. Â
Kemudian di susul oleh Belgia pada tahun 2003 yang telah mengesahkan UU mengenai pernikahan sesama jenis pada saat itu, dan pada saat itulah negara-negara lain ikut turut melegalkan LGBT dan pernikahan sesama jenis, sehingga penyimpangan ini terus bertambah setiap tahunnya. Bahkan negeri yang biasa disebut dengan Paman Sam atau yang biasa kita kenal Amerika Serikat (AS) pada 26 Juni 2015 lalu mengesahkan bahwa negaranya resmi melegalkan LGBT dan pernikahan sesama jenis.
Tetapi di sisi lain banyak sekali masyarakat yang beranggapan bahwa LGBT ini adalah kaum berdosa dan menyimpang, bahkan ada beberapa negara yang melarang adanya LGBT ini, diantaranya ada negara Rusia yang baru-baru ini mengesahkan UU Anti-LGBT dimana warga yang melanggarnya nanti bisa di denda sebesar 103 Juta Rupiah untuk individu dan 1,2 Miliar Rupiah untuk badan hukum. Untuk warga negara asing (WNA) dapat menghadapi 15 hari penangkapan dan pengusiran dari Rusia.
Pada LGBT sendiri terdapat akronim yang dimana akronim ini sendiri bertujuan untuk menekankan keanekaragaman budaya yang berdasarkan atas identitas seksualitas dan gender, terkadang LGBT juga digunakan untuk orang-orang yang tidak heteroseksual.Â
aka sebab itu, biasanya huruf Q ditambahkan di belakang kata LGBT agar queer dan orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual mereka juga dapat terwakili. Queer sendiri biasa digunakan sebagai pernyataan politik dan menunjukkan bahwa orang tersebut tidak ingin diidentifikasi sebagai gender yang dipasangkan, queer adalah orang atau kelompok yang memiliki ketertarikan seksual atau hubungan romantis, tidak terbatas pada orang dengan identitas gender atau orientasi seksual tertentu.
LGBT sendiri memiliki bendera yang bersimbolkan pelangi, di dalam sejarahnya bendera tersebut dibuat oleh Gillbert Baker seniman asal San Fransisco pada tahun 1978. Pada saat itu Harvey Milk yang dimana ia adalah seorang gay yang meminta untuk mendesain bendera yang bertujuan mendukung hak-hak kaum gay. Baker sendiri memilih pelangi bukan tanpa alasan, tetapi menurutnya pelangi sangatlah cocok untuk menggambarkan keberagaman yang diantaranya ada warna, jenis kelamin, dan ras.
LGBT di Indonesia sendiri tidak dapat diterima di masyarakat dikarenakan memang menurut nilai-nilai agama, budaya, UU di negara Indonesia sangat bertentangan dengan LGBT apalagi negara Indonesia adalah negara yang berketuhanan, yang dimana LGBT dan pernikahan sesama jenis dilarang di semua agama yang ada di Indonesia.Â
Karena pada dasarnya LGBT dan pernikahan sesama jenis tergolong dosa besar, sebab manusia diciptakan oleh tuhan sudah berpasang-pasangan dimana laki-laki dengan perempuan dan perempuan dengan laki-laki, sudah seharusnya kita sebagai manusia yang diciptakan tuhan bisa mengikuti aturan tersebut dan tidak bertindak untuk melawan kodrat. "Semua agama menolak dan melarang perilaku paham LGBT karena itu bertentangan dengan Pancasila" kata Mahyudin, "Kita bersandarkan nilai agama, budaya, dan UU yang sudah ditetapkan di negara ini" Ucap Wakil Ketua Umum ICMI, Sri Astuti Buchari.
LGBT sendiri banyak merugikan berbagai macam segi, diantaranya ada segi kesehatan, dimana gay atau kelompok seks laki-laki dengan laki-laki 60 kali lipat lebih cepat tertular HIV-AIDS karena penularan yang paling mudah yaitu melalui dubur. Kedua ada segi pendidikan karena 5 kali lebih besar potensi seseorang yang masuk kedalam lingkaran LGBT ini putus sekolah dibandingkan dengan orang-orang normal lainnya, bahkan 28% dari mereka dipaksa meninggalkan sekolah.
Selanjutnya, segi keamanan karena sudah banyak saat ini kasus-kasus pelecehan seksual pada anak dan remaja, hal ini termasuk dalam dampak dari adanya lingkaran LGBT tersebut, sehingga pelecehan seksual baik dari lawan jenis maupun sesama jenis sudah banyak terjadi di negara ini.
Pandangan generasi Z terhadap seorang LGBT pasti dapat dimaklumi karena banyak dari generasi Z ini yang sudah masuk kedalam lingkaran LGBT tersebut, karena mempunyai beberapa faktor yang diantaranya adalah keluarga, ketika seorang anak melihat perilaku yang tidak wajar seperti halnya di keluarga Broken Home, hal tersebut dapat membuat anak itu lari kedalam lingkaran LGBT.Â
Tidak hanya keluarga, lingkungan dan pergaulan juga dapat menjerumuskan seseorang kedalam bagian dari LGBT, banyak generasi sekarang ini menjadi bagian dari LGBT karena teman-teman terdekatnya, penyimpangan ini dapat menular jika kita tidak bisa memilih mana yang baik dan mana yang benar. Dari kedua faktor tersebut, faktor pendidikan dan agama juga sangat penting karena jika seorang anak kurang dari segi pengetahuan dan nilai Agama yang ada di dalam diri, anak tersebut dapat terjerumus ke dunia LGBT.
Tetapi menurut Prof. Malik Badri pendiri dari International Association of Muslim Psychologists mengatakan bahwa penyimpangan ini dapat ditangani karena hal ini sama seperti faktor genetika yang dimana homoseksual dan lesbian dapat disembuhkan dengan cara terapi kognitif, terapi ini bertujuan untuk membangun kesadaran di dirinya bahwa yang dilakukannya salah tanpa harus seseorang menyudut dan mengucilkannya, dan setelah itu seseorang yang sudah terjerumus kedalam lingkaran LGBT dapat melakukan terapi behavior guna membentuk ulang perilaku dirinya menjadi lebih bersih dan lebih baik.
Generasi Z adalah generasi yang membawa perubahan, dengan lahirnya generasi Z di dunia teknologi, generasi ini harus membawa dunia menjadi yang lebih baik. Banyak cara untuk kita bisa mengingatkan jadi gunakanlah kecerdasan tersebut untuk menyadarkan orang-orang yang ada disekeliling kita yang sudah masuk ke dunia LGBT untuk bisa keluar dan lepas dari ikatan tersebut. Karena generasi Z harus bisa memilih mana yang baik dan mana yang benar, mana yang menyimpang dan mana yang tidak.Â
Karena pada dasarnya kaum LGBT juga memiliki hak asasi yang sama-sama pantas mereka raih, yaitu adalah hak kehidupan, hak mendapatkan perlindungan, dan masih banyak lagi. Sehingga kita sebagai generasi Z yang dapat memahami dan paham kondisi mereka kita seharusnya jangan menyudutkan atau membatasi hak asasi kaum tersebut.
Kita harus menerika keadaannya, karena kita tahu bahwa LGBT adalah penyakit yang dapat disembuhkan dengan cara tidak emnyudutkan dan memberikan ruang berekspresi untuk kaum tersebut, sehingga nantinya ia nyaman dan keluar dari lingkaran LGBT yang ia masuki, sehingga kaum-kaum tersebut dapat kembali kedalam perilaku yang normal dan tidak menyimpang serta tidak melanggar aturan dan kodrat yang sudah ditetapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H