TV dan film di seluruh dunia punya sistem sensor sebelum tayangan dirilis ke penonton. Sensor di sini berarti memastikan konten yang ditayangkan sesuai dengan peraturan dan nilai-nilai yang disepakati masyarakat. Misalnya di Indonesia, TV dan film akan dipastikan bebas dari muatan pornografi. Lalu bagaimana dengan media sosial? Apakah ada sensor untuk konten di media sosial? Mari kita lihat bagaimana Youtube dan Instagram melakukan fungsi sensor.
Sebelum membahas bagaimana Youtube dan Instagram bekerja soal sensor, kita perlu tahu bagaimana praktik sensor untuk film dan televisi dilakukan. Pertama tentunya ada ketentuan-ketentuan yang harus dituruti oleh penyelenggara. Ketentuan ini berbeda-beda antara satu negara dengan lainnya. Namun prinsip penerapan sensor kurang lebih sama. Kita ambil contoh sensor film di Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.
Di AS, pada dasarnya tidak ada lembaga sensor film. Namun ada lembaga bernama "Motion Picture Association" (MPA) yang memberikan klasifikasi bagi film-film yang ditayangkan di bioskop. Klasifikasi ini mereka sebut dengan istilah "rating".Â
Misalnya, untuk film dewasa berisikan adegan seksual dan kekerasan secara eksplisit akan diberikan rating "R" atau "restricted" yang berarti terlarang untuk anak-anak. Sementara film yang bisa dinikmati oleh semua umur akan diberikan rating "G" atau "general audiences". Di sini MPA hanya memberikan rating, lembaga ini tidak melakukan tindakan sensor seperti melarang adegan-adegan tertentu.
Berbeda dengan AS, di Indonesia ada Lembaga Sensor Film (LSF). Hampir sama dengan MPA di AS, lembaga ini juga memberikan klasifikasi kepada film-film yang akan ditayangkan. Ada 4 klasifikasi atau rating film menurut LSF. Pertama "SU" untuk film bagi semua umur, lalu "13+" untuk film yang hanya layak ditonton oleh remaja mulai 13 tahun ke atas, kemudian "17+" untuk 17 tahun ke atas dan "21+" untuk 21 tahun ke atas.Â
Namun LSF tidak hanya memberikan rating. Lembaga ini juga memberikan "Surat Tanda Lulus Sensor" atau STLS. Ini yang membedakan LSF dengan MPA di AS. Masih ada sistem penyensoran di Indonesia. Sensor disesuaikan dengan norma-norma dan ketentuan hukum di Indonesia. Jika ada adegan yang melanggar, maka film akan dikembalikan kepada produser atau distributor untuk direvisi agar lulus sensor.
Cara kerja sensor di televisi juga hampir sama dengan film. Ada pembuat kebijakan, misalnya Federal Communications Commission (FCC) di AS dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di negara kita. Berdasarkan kebijakan ini, maka stasiun penyiaran melakukan sensor mandiri dan memberikan klasifikasi tayangan. Di Indonesia, KPI mengeluarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Stasiun TV akan melakukan sensor mandiri berlandaskan P3SPS. Lalu KPI secara berkala melakukan pengawasan. Jika terjadi pelanggaran maka akan dikeluarkan teguran hingga sanksi pada stasiun televisi.
Cara Youtube dan Instagram Melakukan Sensor
Bagaimana dengan media sosial seperti Youtube dan Instagram? Mereka punya sistem sendiri yang berlaku di seluruh dunia. Sistem yang mereka gunakan melibatkan sistem otomatis berupa teknologi "artificial intelligent" digabungkan dengan sekelompok orang yang memberikan penilaian secara manual.