Krisis ekonomi tahun 2008 menimbulkan efek domino permasalahan keuangan yang begitu kompleks di seluruh dunia dan di berbagai sektor keuangan sehingga banyak sektor yang sebelumnya dianggap potensial untuk mendatangkan keuntungan justru ditahun itu mengalami lesu hingga merugi, Akan tetapi ada sektor yang sebelumnya dianggap kurang “seksi” justru mampu bertahan dan sangat stabil sektor ini tak lain adalah sektor pangan karena secara sederhana apapun kondisi global masyarakat tetap perlu makan.
Krisis ini merubah paradigma para investor global akan pangan dimana sebelum terjadi krisis mereka adalah orang yang berkutat pada hilir dari sektor pangan dan bekerja sebagai spekulan harga pangan akan tetapi dengan terjadinya krisis dan makin banyaknya pemain baru di sektor pangan membuat mereka berlomba lomba untuk mengamankan cadangan pangan mereka baik itu korporasi multinasional ataupun negara sehingga bisnis pangan yang sebelumnya hanya berkutat di hilir hari ini mulai merambah ke hulu para pemain tersebut berebut kesediaan lahan dan mulai bermitra dengan negara dan petani untuk mengamankan kesediaan lahan.
Negara Negara berkembang dan Negara tertinggal yang memiliki lahan potensial menjadi tempat yang dilirik oleh para investor asing untuk di jadikan tempat menanam uang mereka disana hal ini karena negara tersebut memiliki luas lahan yang sangat luar biasa.Proses untuk mendapatkan konsensi lahan ini investor mendekati elite elite politik lokal negara tujuan terutama negara yang memiliki hukum agraria yang lemah sehingga sangat mudah bagi investor untuk masuk dengan segudang janji.Menurut laporan Bank dunia dalam laporan tahun 2010 total lahan pertanian yang diambil alih sekitar 36 juta hektar lebih luas dari Negara Spanyol.Menurut Lembaga kemanusiaan di Inggris, Oxfam, para investor tengah mengincar lahan sebesar 227 juta hektar lahan pertanian di Global.
Ekspansi lahan pertanian besar besaran ini memiliki alasan yang antara lain bagi negara kaya adalah untuk mengamkan cadangan pangan negara mereka di masa yang akan datang sedangkan untuk perusahaan multinasional tentu saja demi mendulang keuntungan di tengah transaksi pangan global yang makin menjanjikan.Diantara negara yang mulai masuk ke perburuan lahan pasca krisis 2008 adalah Arab Saudi, Negara kaya ray aini mulai merambah kesektor pangan untuk menjaga ketahanan pangan negarnya.
Melalui perantara Sykeh Mohammed Al Amoundi pengusaha kaya yang masuk daftar orang terkaya menurut Majalah Forbes peringkat 63 ini Kerajaan Arab Saudi mulai melakukan investasi besar besaran terkait pengadaan lahan untuk pangan di Ethopia hal ini karena sang Syekh adalah orang Ethopia kemudian menjadi warga Saudi sehingga mampu menjembatani kenginan Kerajaan Arab ini untuk membuka lahan pertanian di Ethopia berkat koneksinya dengan pejabat lokal Ethopia.
Pemerintah Ethopia sangat antusias menyambut investasi ratusan juta dollar dari pemerintah Saudi ini dengan menyediakan yang begitu luas karena menurut pemerintah dari total 75 juta Hektar tanah potensial baru 4 juta yang dimanfaatkan untuk pertanian sehingga lahan “Tidur” itu lebih baik diserahkan kepada para investor dengan sistem konsensi berjangka 60 tahun untuk dimanfaatkan.Tak hanya itu saja datangnya investor ini diharapkan mampu mengentaskan kemiskinan bagi 4 juta warga Ethopia dengan diberikanya kesempatan bekerja di ladang ladang baru nanti kedepanya.
Akan tetapi apa yang disampaikan pemerintah akan lahan tidur tersebut sama sekali tidak benar hal ini karena lahan lahan yang dianggap tidur tersebut sejatinya adalah lahan yang telah dibagi secara adat oleh suku suku yang ada di Ethopia sehingga walaupun belum teradministrasi secara menyeluruh akan tetapi tanah tanah tersebut telah memiliki hak ulayat masing masing suku artinya argumentasi tanah tersebut tanah kosong adalah hal yang tak benar, Misalnya saja tanah di wilayah Gambella yang pemerintah Ethopia berikan kepada Saudi Star dengan dalih tanah tersebut tanah tidur faktnya tanah tersebut adalah tanah adat milik masyarakat suku Anuak yang di manfaatkan untuk pertanian serta tanah yang dianggap kosong oleh pemerintah sejatinya adalah tanah suku Nuer yang sengaja mendiamkan tanah tersebut agar rumputnya subur karena disitulah mereka menggembalakan ternaknya.
Tak hanya itu janji pemerintah untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitarpun tak terealisasi dengan baik karena Saudi Star lebih senang mendatangkan pekerja asing seperti dari Pakistan,India dan negara lain nya.Hal ini karena pekerja lokal secara kualitas sumber daya Manusia belum memadai untuk mengoperasikan mesin mesin di lahan pertanian modern yang sangat canggih, Ini menyebabkan masyarakat lokal hanya bisa menonton para pekerja dari luar pagar.Kondisi ini makin mempermarah kondisi masyarakat sehingga cita cita mengentaskan kemiskinan justru makin menghantarkan rakyat pada kondisi yang lebih buruk dan konflik sosial yang akan makin tajam.
Permasalahan pencaplokan lahan besar besaran ini tak hanya terjadi di Ethopia akan tetapi banyak negarapun mengalami seperti petani dan penggembala di Kamboja yang hari mengeluhkan ternak dan pertanian mereka hancur akibat limbah yang dihasilkan pertanian modern di hulu sungai tercemar limbah dari lahan pangan modern milik investor asing,Kerusakan mereka menjadi abadi sedangkan para Investor akan pergi apabila sudah tak ada lagi yang mereka hisap.Permasalahan sosial yang terus membuntuti penguasaan lahan ini tak bisa dianggap sederhana karena terjadi di banyak negara dan yang diceitakan di atas hanyalah sekelumit masalah yang ada, Dengan dalih menyediakan ketersediaan pangan justru merusak dan merenggut sumber pangan manusia lain.
Media massa sudah banyak mengkisahkan bagaimana pencaplokan lahan di seluruh dunia dengan segala masalah yang ada.Banyak tokoh sudah bersuara akan bahaya dari hal ini mulai dari Bob Geldof sampai kolonel Gaddafi karena menurut mereka hal ini mengarah pada penghisapan dan penjajahan dalam bentuk baru. Dalam buku The Land Grabbers wartawan Fred Pearce memperingatkan bahwa lebih banyak ancaman bencana akan datang dari orang miskin seluruh dunia ketimbang dari perubahan iklim.
Sumber: Buku berebut Makan politik baru pangan karya Paul Mc Mahon