Perubahan sistem pemilu 2024 mengemuka tak kala sekelompok masyarakat mengajukan gugatan atas Undang Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu mengenai sistem proposional terbuka ke mahkamah konsitusi (MK).
Gugatan ini tak ayal menimbulkan pro kontra dari publik maupun partai politik peserta pemilu 2024,walaupun ketua komisi pemilihan umum (KPU) menyatakan hal ini hanya sebatas wacana semata,akan tetapi parpol peserta pemilu sepertinya memberikan respons serius hal ini dapat kita lihat Ketika 8 parpol peserta pemilu berkumpul untuk menyatakan sikap penolakan atas wacana proposal tertutup yang dianggap sebagai kemunduran demokrasi di Indonesia.
Namun respons berbeda di tunjukan oleh partai demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) yang secara tegas mendukung usulan proposional tertutup karena menanggap Partai adalah wadah yang digunakan untuk mendidik calon legislator secara ideologis sehingga partai lah yang memahami kemampuan setiap kadernya untuk di dudukan di parlemen sesuai kapasitasnya.
Senada dengan PDI-P partai bulan bintang(PBB) pun menyatakan dukunganya terhadap sistem proposional tertutup bahkan bukan hanya statement tetapi PBB juga mendaftarkan sebagai pihak terkait dalam siding Uji materi UU pemilu di MK.
Walaupun respons publik cenderung menolak wacana ini karena menganggap pemilu proposional tertutup seperti membeli kucing dalam karung yang mana mereka merasa tidak mengenal calon wakilnya dan tidak pula merasa terwakili oleh kader yang di tunjuk oleh partai.Akan tetapi banyak hal yang sepertinya perlu menjadi pertimbangan publik untuk berfikir ulang akan tersebut.
Menurut professor (prof) Yusril Izha Mahendra ketua umum PBB sekaligus guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia,Sistem pemilu proposional terbuka menuruntkan kualitas pemilu dan mereduksi partai politik.
Pada pasal 22E ayat 6 Undang-Undang dasar 1945 menyatakan bahwa pemilu bertjuan memilih anggota DPR,DPD dan DPRD dimana pemilihan anggota DPR dan DPRD di berikan kepada partai politik bukan perorangan sehingga partai memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan kader kader yang akan mengisi jabatan legislatif dan hal ini bis akita tasirkan bahwa konsitusi secara eskplisit memberikan otorita yang besar pada parpol dalam menyiapkan kepemimpinan nasional bukan hanya pada pemilihan legislative melainkan juga pemilihan presiden wakil presiden harus melalui partai politik.
Kelemahan terbesar pemilu sistem proposional terbuka adalah kekuatan calon terpusat pada popularitas dan kemapuan finansial semata tanpa melihat kapsitas kemampuan si calon itu sendiri sehingga Ketika calon tersebut terpilih dia akan sulit bekerja dengan optimal karena kurang memahami tugas fungsinya sebagai anggota dewan.
Sedangkan di sisi lain ada calon yang memiliki kapasitas namun tidak terpilih karena kurang kalah populer dan kalah dari segi finansial sehingga langkahnya pupus.Hal ini lah yang di lihat oleh Prof Yusril sebagai indicator bahwa proposional terbuka menurunkan kualitas pemilu.
Dengan sistem proposional tertutup partai memiliki otoritas untuk mengatur komposisi anggota legislate yang sesuai dengan garis ideologis partai dan sesuai dengan kebutuhan di setiap komisi sehingga calon calon yang di tempatkan dapat langsung bekerja.
Hal ini juga memberikan keadilan bagi kader partai karena mereka akan di nilai dari kapasitas,loyalitas dan akuntabilitas tidak lagi perlu takut akan kalah finansial dan popularitas calon calon artis yang baru bergabung di partai saat menjelang pemilu.