Hubungan antara alam dan manusia selalu naik turun. Ada masa di mana manusia menghampiri alam seperti kawan, ia diperlakukan dengan sangat baik. Kala itu, alam menjadi sumber inspirasi bagi pertumbuhan serta perkembangan kreatifitas manusia. Bagi seorang penyair, alam menjadi rentetan ilham untuk mengukir kata-kata indah, dan bagi para matematikawan, alam menjadi deretan bilangan untuk menunjukkan kesempurnaan hitungan semesta.
Dalam tradisi Islam, alam berfungsi sebagai sumber ilmu pengetahuan. Sebagai sumber ilmu pengetahuan, seluruh realitas fisik alam menjadi hamparan data untuk dikaji dan ditemukan rumus-rumus umumnya. Hasilnya, induksi atas alam melahirkan berbagai teori-teori ilmu pengetahuan. Sehingga dari teori tersebut maka peradaban manusia pun dibangun dan teknologi pun diciptakan.
Jika saat ini kita menikmati kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat, itu semua disebabkan oleh penemuan para ilmuwan muslim di sepanjang masa.
Di masa itu, ilmuwan muslim banyak melakukan analisa yang sangat dalam terhadap berbagai fenomena yang terjadi di atas muka bumi ini. Dari tangan mereka lahirlah berbagai diskursus ilmu pengetahuan yang berguna untuk kehidupan manusia. Para ilmuwan-ilmuwan muslim, seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Rusyd, ataupun Ibn Sina, mereka semua adalah pelita peradaban Islam yang cahayanya masih bisa kita saksikan hingga detik ini.
Tak dipungkiri, apa yang telah dirintis oleh mereka terus tumbuh besar dan menjadi tradisi khazanah intelektual Islam yang mampu melintas batas berbagai sekat keyakinan, budaya, agama, bahkan negara. Nun jauh di Eropa dan Amerika, yang bukan mayoritas Islam, karya-karya para pemikir Islam tersebut terus dikaji dan didiskusikan.
Disamping sebagai sumber inspirasi ilmu pengetahuan, disisi lain, alam juga berfungsi sebagai sumber keimanan. Ini berarti menunjuk pada sikap penghayatan manusia yang dalam atas eksistensi alam yang akan melahirkan kesadaran yang tinggi atas Pencipta-Nya. Hal ini telah banyak dicontohkan oleh para ilmuwan muslim dalam sejarah kegemilangan peradaban Islam masa silam. Dari kesadaran inilah muncul kebudayaan dan peradaban manusia yang sangat menakjubkan.
Karena fungsinya sebagai sumber keimanan, maka eksistensi alam dimaknai sebagai sesuatu yang memiliki perasaan sebagaimana manusia memilikinya. Ketika alam merasa sakit, ia pun akan melakukan tindakan pembalasan atas rasa sakitnya. Begitupun sebaliknya, ketika manusia mencintai alam, maka ia pun akan berbalik mencintai manusia.
Mungkin terasa aneh pemaknaan seperti ini yang seakan-seakan keberadaan alam memiliki ruh (spirit) layaknya manusia. Namun, bisakah sesuatu yang tidak memiliki ruh memberikan kehidupan kepada manusia? Bagaimana mungkin matahari tidak bernyawa padahal ia memberi kehidupan kepada seluruh manusia? Persoalan tersebut akan mudah kita jawab manakala khazanah pemikiran Islam yang telah digariskan oleh para ilmuwan muslim sungguh-sungguh kita dalami. Dari situ, maka kita akan menemukan penjelasan yang utuh terkait persoalan hubungan antara Tuhan, alam dan manusia.
Selain berfungsi sebagai sumber ilmu pengetahuan dan sumber keimanan, alam juga berfungsi sebagai sumber kehidupan. Untuk fungsi ini, seringkali manusia lalai akan sikapnya terhadap alam. Hadirnya modernisme yang lahir sejak abad ke-17 M bermula dari keinginan manusia untuk melepaskan dirinya dari tekanan agama, sehingga melahirkan suatu pandangan yang reduktif terhadap alam.
Alam yang pada mulanya dipahami sebagai sahabat serta rekan perjalanan manusia, sejak masa itu, dipahami hanya sebagai realitas fisik saja. Alhasil, alam pun dieksploitasi habis-habisan tanpa memperhatikan keseimbangannya. Buntut dari itu semua mengakibatkan terjadinya berbagai bencana alam, mulai dari gempa bumi, tsunami, tanah longsor, gunung meletus, hingga banjir bandang. Semua itu merupakan tanda bahwa ada "something wrong" sesuatu yang tidak beres atas sikap manusia berkawan dengan alam. Artinya, manusia seringkali memberlakukan alam dengan cara yang tidak wajar.
Islam sendiri sudah dari awal memperingatkan manusia untuk berkawan baik dengan alam. Bahkan banyak perintah di dalam Al-Qur'an yang menegaskan akan pentingnya manusia belajar dari alam semesta.
Ajaran tauhid yang diajarkan Islam hendaknya melahirkan motivasi yang sangat kuat bagi kita untuk melakukan berbagai macam observasi, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan tanpa harus merasa takut akan berbagai macam rintangan. Kita mesti meyakini bahwa alam semesta adalah tanda atas kebesaran-Nya, sehingga dalam proses pencarian ilmupun dapat diniatkan sebagai proses penyingkapan jejak-jejak simbol Tuhan yang terserak di alam semesta.
Dalam ajaran Islam, alam merupakan 'makrokosmos', dan manusia sebagai 'mikrokosmos'. Sebagai makrokosmos apa yang ada pada alam akan berpengaruh kepada kehidupan manusia, begitupun dengan manusia sebagai mikrokosmos, apa yang dilakukan oleh manusia akan berpengaruh kepada kehidupan alam.
Maka jika kita ingin mendapatkan manfaat (benefits) dari alam maka sudah sewajarnya kita meletakkan alam dalam fungsi yang sebenarnya yaitu alam sebagai makrokosmos yang memiliki fisik dan juga jiwa, dan pada saat yang bersamaan sebagaimana manusia sendiri sebagai mikrokosmos. Dari perpaduan antara alam dan manusia inilah yang akan melahirkan tatanan kehidupan yang penuh dengan kebaikan, kedamaiaan dan kebahagiaan. Wallahu a'lam bi al-shawab.
*Tulisan ini telah rubrik di kolom opini harian Tribun Timur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H