UKT) adalah biaya yang harus dibayarkan oleh setiap mahasiswa 6 bulan sekali atau per semester selama menempuh pendidikan tinggi. Saat ini masyarakat Indonesia khususnya kalangan mahasiswa sedang digemparkan oleh fenomena kenaikan UKT di beberapa perguruan tinggi negri (PTN) yang mana kenaikannya dinilai tidak wajar oleh para mahasiswa. Kenaikan UKT yang tidak wajar ini memicu terjadinya demo yang dilakukan oleh para mahasiswa Salah satunya terjadi di Universitas Jendral Soedirman (Unsoed). Perwakilan badan eksekutif mahasiswa (BEM) Unsoed Maulana Ihsanul Huda mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan aksi demo sebanyak 2 kali sebagai bentuk protes yang dilakukan atas kenaikan UKT yang tidak wajar, bahkan Maulana Ihsanul Haq menyatakan bahwa kenaikan UKT di Unsoed telah menyentuh angka 300-500 persen. Oleh karena tidak adanya titik temu antara mahasiswa dan pihak universitas serta fenomena tersebut juga terjadi di beberapa perguruan tinggi lain maka para mahasiswa membawa permasalahan tersebut ke tingkat nasional.
Uang kuliah tunggal (Pendidikan tinggi merupakan jembatan menuju kehidupan yang lebih baik dan masa depan yang lebih cerah. Namun, kenaikan biaya ini dapat menghalangi akses terhadap pendidikan tinggi, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah. Hal ini tentunya bertentangan dengan semangat pemerataan pendidikan di Indonesia serta bertentangan dengan prinsip dari sila ke 5 yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Fenomena ini kemudian diperkeruh oleh pernyataan kontroversial dari Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Srie Tjahjandarie yang mengatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier yang bersifat opsional atau pilihan. Pernyataan ini tentunya merupakan pernyataan yang tidak simpatik dan melukai masyarakat khususnya generasi muda dari golongan menengah kebawah yang tentunya mendambakan akses pendidikan tinggi. Pernyataan ini juga menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen pemerintah terhadap pendidikan tinggi dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Kenaikan UKT dan pernyataan kontroversial tersebut tentunya menimbulkan kekhawatiran sekaligus pertanyaan dari masyarakat apakah saat ini pendidikan hanya digunakan sebagai ladang bisnis yang tentunya tidak sesuai dengan visi awalnya yaitu mencerdaskan bangsa. Selain itu, mahalnya UKT akan sangat berdampak pada visi Indonesia Emas 2045 karena untuk mencapai visi ini salah satu pilar utamanya adalah pengembangan sumber daya manusia berkualitas yang tentunya dapat dicapai melalui pendidikan yang terjangkau dan berkualitas. Hal itu juga mempengaruhi rendahnya penduduk Indonesia yang menempuh pendidikan tinggi, seperti data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik yang menyatakan bahwa masyarakat Indonesia yang telah menempuh pendidikan tinggi per maret 2023 hanya 10,15% yang mana hal ini akan menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia. Lalu apabila ingn tercapainya visi Indonesia Emas 2045 seharusnya pendidikan tinggi bukan lagi termasuk kebutuhan tersier melainkan sekunder, bahkan menjadi kebutuhan primer. Maka dari itu pemerintah diharapkan lebih peduli terhadap pendidikan dengan cara penekanan biaya kuliah agar terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, memperluas program Beasiswa serta pemberian beasiswa kurang mampu secara tepat agar pendidikan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga visi Indonesia Emas 2045 dapat terealisasikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H