Mohon tunggu...
Affandi duto Sekti
Affandi duto Sekti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa hubungan internasional yang menyukai banyak hal tentang amerika Serikat dan sejarahnya serta cara negara berdiplomasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Invasi Amerika ke Irak

22 Desember 2023   10:31 Diperbarui: 25 Desember 2023   16:17 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Serangan kelompok teroris Al Qaeda di amerika serikat pada 11 September 2001, perdana menteri inggris saat itu Tony Blair membuat komitmen publik untuk membantu sekutunya Amerika. Mengikuti prinsip NATO bahwa serangan terhadap salah satu negara anggota adalah serangan terhadap semua anggota, pasukan inggris mengambil bagian dalam operasi untuk menggulingkan Al Qaeda dan menggulingkan rezim Taliban di Afghanistan. 

George W Bush presiden amerika saat itu kemudian mengalihkan perhatiannya ke penguasa Irak pada masa itu, Saddam Hussein. Selama perang teluk (1990-1) ayah presiden George Bush Senior, memimpin koalisi yang mengusir pasukan Irak dari Kuwait, namun Ia gagal menggulingkan Saddam Hussein. 

Setelah amerika mengalihkan perhatiannya pada Irak dan presiden diktator nya Saddam Hussein pemerintahan George W Bush mulai melancarkan klaim bahwa pemerintahan Saddam Hussein secara aktif mengembangkan senjata biologi dan kimia yang mereka sebut senjata pemusnah massal atau weapon of mass destruction (WMD). yang dimana itu bertentangan dengan perjanjian dan protokol internasional.

1. Sebelum  Invasi

Pada tahun 2002 irak telah lama melanggar perjanjian perang teluk, yang mana irak telah menyetujui inspeksi senjata oleh PBB dan mematuhi zona larangan terbang. Saddam Hussein menentang perjanjian ini dengan melarang dan menolak akses ke pangkalan militer dan terus menerus melanggar zona larangan terbang di wilayah tersebut. Badan intelijen pusat Amerika awalnya melaporkan kepada pejabat Amerika Serikat bahwa Irak berupaya untuk membuat dan mendapatkan senjata pemusnah massal. Dengan keengganan Saddam Hussein dan Irak untuk mengizinkan pengawas senjata memasuki lokasi lokasi penting, Irak tampaknya menjadi ancaman besar bagi keamanan nasional, kemudian Amerika Serikat menganggap Saddam Hussein sebagai teroris (The George W Bush Foundation, n.d.)

Presiden Amerika Serikat George W Bush pertama kali menyebut Irak, Iran, dan Korea Utara sebagai “Poros Kejahatan” di PBB pada tanggal 29 Januari 2002. Pada tanggal 8 november 2002, dewan keamanan PBB mengeluarkan resolusi 1441 yang memperingatkan akan adanya konsekuensi serius jika Irak tidak memberikan akses tidak terbatas kepada pengawas senjaya PBB (The George W Bush Foundation, n.d.). 

Pada tanggal 26 Agustus 2002, dalam pidatonya di Konvensi Nasional ke-103 Veteran Perang Asing, Wakil Presiden Dick Cheney mengatakan, “Sederhananya, tidak ada keraguan bahwa Saddam Hussein sekarang memiliki senjata pemusnah massal. Tidak diragukan lagi dia mengumpulkannya untuk digunakan melawan teman teman kita, sekutu kita, dan melawan kita. Dan tidak ada keraguan bahwa ambisi regionalnya yang agresif akan membawanya ke dalam konfrontasi di masa depan dengan negara negara tetangganya  konfrontasi yang akan melibatkan senjata yang ia miliki saat ini, dan senjata yang akan terus ia kembangkan dengan kekayaan minyaknya.”

2. Invasi “Operasi Pembebasan Irak”

Dengan gagalnya mengajukan mandat pada PBB Untuk menyerang Irak, Amerika Serikat bersama dengan pasukan dari Australia, Belanda, Polandia, Denmark, dan Inggris meluncurkan operasi pembebasan Irak pada 19 Maret 2003. Pada 1 Mei Tahun 2003, Presiden Amerika George W Bush mendeklarasikan berakhirnya operasi tempur besar besaran dan otoritas sementara koalisi atau Coalition Provisional Authority (CPA) dibentuk sebagai pemerintahan transisi pertama dari beberapa pemerintahan transisi berturut turut. Sayangnya, konflik bersenjata masih jauh dari kata selesai.

3. pembubaran Tentara Irak

Setelah dua minggu bertugas, L Paul Bremer III, kepala otoritas sementara koalisi di Irak, menandatangani perintah yang membubarkan tentara Irak dan badan intelijen sehingga menyebabkan ratusan ribu orang bersenjata lengkap turun ke jalan. Perintah tersebut ditambah dengan keputusan untuk membubarkan atau menyingkirkan kelompok Baath dari pemerintahan karena memiliki dampak jangka panjang.

22 Juni 2003 di mulailah kejatuhan sang diktator dengan kekerasan yang mulai menyatu menjadi perlawanan yang terorganisir  terhadap pendudukan yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Putra putra dari Saddam Hussein yaitu Uday Hussein dan Qusay Hussein dibunuh oleh pasukan Amerika Serikat pada sebuah serangan di kota Mosul di bagian utara Irak. Perburuan yang berujung pada kedua kematian anak Saddam Hussein tersebut belum membuahkan hasil penangkapan Saddam Hussein sendiri atau para pendukung atau pembantu utamanya.

4. Penangkapan  Saddam Hussein

14 Desember 2003 Saddam Hussein berhasil ditangkap oleh pasukan Amerika Serikat. Penemuan lokasi persembunyian Saddam Hussein oleh pasukan Amerika Serikat berdasarkan petunjuk dari pengawal dan anggota keluarga sang diktator sendiri. Pasukan AS menemukan Saddam bersembunyi di sebuah lubang kecil di dekat rumah masa kecilnya di Tikrit. Penangkapan ini digembar-gemborkan oleh para pejabat militer sebagai sebuah titik balik, dan Washington menyatakan harapan bahwa kekerasan yang meningkat akan mereda.

5. Pembatalan pencarian Weapon of Mass Destruction (WMD)

24 Januari 2004 Pemerintahan Bush mengakui bahwa argumen-argumennya sebelum perang mengenai persediaan senjata kimia, biologi, dan bahkan nuklir yang besar di Irak Saddam ternyata keliru. Pada bulan Januari 2004, David Kay, mantan inspektur senjata AS, mengatakan kepada Kongres: "Kami hampir semuanya salah." Sebuah komisi kepresidenan menyimpulkan pada bulan Maret 2005 bahwa "tidak ada satu pun" informasi intelijen sebelum perang tentang senjata pemusnah massal Irak yang berhasil.

Kemudian pada 31 Maret di tahun yang sama Al-Qaeda di Irak melancarkan gelombang serangan bom bunuh diri, menyerang tempat-tempat suci umat Muslim Syiah di Baghdad dan Karbala. Serangan-serangan tersebut menewaskan ratusan orang dan memicu kebencian sektarian. Sementara itu, di Fallujah, empat kontraktor AS dibunuh, dibakar, dan digantung di sebuah jembatan, dan video pembantaian tersebut disebarkan ke seluruh dunia.

Meskipun terjadi kekerasan, tahun 2005 merupakan tahun pemilihan umum bagi Irak, dan merupakan tanda harapan bagi Washington. Pada musim gugur, kaum Syiah mengacungkan tanda kemenangan-dengan jari-jari yang berlumuran tinta-di depan gambar ulama Syiah Grand Ayatollah Ali al-Sistani setelah memberikan suara dalam referendum konstitusi Irak. Dua bulan kemudian, rakyat Irak memilih pemerintahan pertama mereka yang berkuasa penuh, yang memberikan kontrol mayoritas kepada Syiah di parlemen.

Pemilu Desember 2005 membawa Aliansi Irak Bersatu yang beraliran Syiah ke tampuk kekuasaan, dan pada bulan April 2006, partai ini menunjuk Nouri al-Maliki sebagai perdana menteri. Maliki adalah seorang politisi Irak yang memiliki hubungan dekat dengan Iran. Ia membentuk pemerintahan persatuan dengan Kurdi dan Sunni Irak pada bulan berikutnya.

Pengadilan mantan diktator Irak berakhir dengan vonis hukuman mati dengan cara digantung. Di selatan, warga Syiah turun ke jalan untuk merayakannya. Militan Sunni di utara Baghdad bersumpah akan membalas dendam. Di ruang sidang, seorang juru sita berusaha membungkam Saddam saat vonis "bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan" dijatuhkan. Saddam, sambil memegangi Alquran, menuju tiang gantungan setelah seperempat abad berkuasa secara brutal dan diktator. Bush mengatakan bahwa Saddam menerima keadilan yang ia tolak dari para korban rezim brutalnya. Namun, sebuah video yang beredar luas yang merekam penyiksaan Saddam di tangan para algojo, menodai vonis yang sudah kontroversial di mata sebagian orang.

Setelah lebih dari tujuh tahun perang, 4.400 korban jiwa dari pihak AS, dan puluhan ribu warga sipil Irak terbunuh, Amerika Serikat secara resmi mengakhiri misi tempurnya di Irak. Dalam pidatonya dihadapan rakyat Amerika Serikat, Obama menggarisbawahi pengorbanan bersama dalam perang ini dan menekankan bahwa Amerika Serikat tidak akan meninggalkan Irak. "Pada akhirnya, hanya warga Irak yang dapat menyelesaikan perbedaan mereka dan mengawasi jalan-jalan mereka," kata Obama. "Apa yang dapat dan akan dilakukan Amerika adalah memberikan dukungan kepada rakyat Irak sebagai teman dan mitra." Meskipun operasi tempur secara resmi telah berakhir, sekitar lima puluh ribu tentara AS masih akan terus berlatih dan bermitra dengan pasukan keamanan Irak. Seluruh pasukan AS dijadwalkan akan meninggalkan Irak pada akhir tahun 2011, meskipun peningkatan kekerasan dan kebuntuan politik yang masih berlangsung selama enam bulan setelah pemungutan suara di parlemen pada bulan Maret 2010, pemerintahan koalisi belum terbentuk sehingga mendorong munculnya seruan-seruan baru untuk mengevaluasi kembali jadwal penarikan pasukan AS dari Irak (Council on Foreign Relation, n.d.).

Sumber:

https://www.georgewbushlibrary.gov/research/topic-guides/the-iraq-war

https://www.cfr.org/timeline/iraq-war

https://www.nam.ac.uk/explore/iraq-war-invasion

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun