Mohon tunggu...
amk affandi
amk affandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

coretanku di amk-affandi.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menyikapi Kondisi Anak

20 Desember 2012   13:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:18 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1356010153462370628

[caption id="attachment_230640" align="aligncenter" width="486" caption="dokumen pribadi"][/caption]

Pernahkan pembaca memperhatikan anak Anda? Saya yakin setiap saat, pembaca pasti memperhatikan. Minimal yang akan ditanya seputar mandi, makan, belajar dan sholat (bagi yang beragama Islam) Orang tua mana yang akan menelantarkan anaknya untuk hal-hal yang bersifat mendasar itu.

Empat macam rutinitas itulah yang mewakili kondisi fisik dan spiritual bagi pertumbuhan anak. Harapannya agar anak berkembang sehat jasmani dan rokhani. Bila dua unsur itu terpenuhi, harapan anak untuk hidup lebih baik, kemungkinannya lebih besar. Kewajiban orang tua memang mengantarkan anak agar kelak hidup bahagia.

Sesekali orang tua akan menanyakan secara serius kepada anak-anaknya tentang :

Cita-cita

Jarang kita temui kehidupan anak lurus dan konstan dalam meraih cita-cita sesuai dengan harapannya. Saat kecil biasanya hanya ada dua pilihan, manakala anak ditanya perihal cita-cita : Jadi dokter atau polisi. Bagi yang hidup di pegunungan, jarang terdengar kata-kata jadi pilot. Karena memang dokter merupakan sisi profesi yang menolong orang. Sedangkan polisi berjiwa besar, menggulung kejahatan.

Bagi yang tidak konsisten, dalam mengarungi hidup ini, telah mengalami empat kali perubahan. Perubahan pertama, saat masuk sekolah tingkat SLTP. Kedua, memasuki jenjang SLTA. Ketiga, saat meraih bangku kuliah, dan yang keempat setelah lulus kuliah. Yang paling realistis adalah sesi yang terakhir, yaitu setelah lulus kuliah dan mencari kerja. Dulu yang bercita-cita menjadi polisi, terpelesat sehingga berprofesi sebagai juru ketik. Waktu kecil bercita-cita menjadi dokter, ternyata terpental hanya menjadi sopir.

Sikap yang paling bijaksana adalah mengajak anak-anak melihat wawasan yang seluas-luasnya. Travelling ke pegunungan, pantai, museum, melihat berbagai macam pertujukan, melihat beraneka ragam pameran dll. Anak akan mengukir bayangannya sendiri.

Manajemen pribadi

Menata buku pelajaran, membersihkan kamar pribadi, membimbing membagi waktu dalam sehari adalah sarana latihan anak mengatur dirinya sendiri. Menanyakan secara langsung kepada anak tentang kehidupan, adalah sarana untuk berkomunikasi dan merekatkan hubungan antara orang tua dan anak.

Meskipun sekarang sudah tersedia banyak jasa laundry, pembantu rumah tangga, namun alangkah bijaksananya bila kebutuhan pribadi anak, diselesaikan sendiri oleh anak. Tidak harus semua pakian yang harus dicuci anak sendiri. Mulailah yang paling mudah, mencuci kaos, mencuci atau menyemir sepatu, member keleluasaan mengatur kamar pribadi.

Dari sekian aktifitas yang dilakukan anak, mungkin yang paling sulit dan membutuhkan kesabaran adalah mengatur waktu. Hiburan yang semakin banyak. Merencanakan menghidupkan televisi. Teman akrab yang selalu bermain ke rumah, adalah faktor eksternal yang sulit dihindari. Namun demikian tidak ada salahnya bila dimulai dari satu persoalan. Ajaklah anak untuk berdiskusi.

Emosi

Memasuki masa puber adalah waktu yang paling rentan pertengkaran anak dan orang tua. Hampir setiap tahun saya menjumpai keluhan orang tua perihal perilaku anaknya. Kemajuan zaman adalah anugrah. Prinsip pergaulan tetap harus mengacu pada sendi-sendi agama. Anak mulai senang dengan lawan jenis adalah fitrah. Orang tua hanya mengendalikan.

Pada masa puber, antara perubahan bentuk fisik dan emosi saling ketergantungan. Tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Anak mudah tersinggung karena perubahan fisik, demikian juga sebaliknya, karena perubahan fisik anak menjadi sensitif.

Interaksi Sosial.

Mamasuki usia sekolah, pergaulan anak menjadi semakin luas. Pertemanan berdasar seide atau serasa. Tak peduli rumahnya jauh. Maka muncul tidak sekedar teman biasa, tapi teman akrab.

Dari pertemanan ini muncul interaksi sosial. Pola hubungannya bukan lagi area tempat tinggal yang berdekatan. Mulai saat itulah orang tua harus mengenal lebih dekat, teman akrab dan orang tuanya. Dengan mengetahui latar belakang rekan dan orang tuanya, kita tidak akan dibuat was-was.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun