Mohon tunggu...
amk affandi
amk affandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

coretanku di amk-affandi.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Terjebak Pengertian Tinggi

13 Maret 2011   07:19 Diperbarui: 4 April 2017   17:43 2327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_95817" align="aligncenter" width="470" caption="mengukur tinggi badan (pklgizi.wordpress.com)"][/caption] Tinggi dalam bahasa kita dipakai untuk mengukur. Bila adanya tanya berapa tinggai badannya? Maka kita akan menjawab sesuai dengan realita ukuran, yaitu sebuah ukuran dimulai dari nol kemudian naik ketas, sampai menuju sebuah titik ukuran tertentu. Kalau ada orang bertanya berapa tinggi gedung di seberang jalan? Maka kita akan menatap ujung gedung dengan kaki gedung. Dengan ilmu perkiraan kita bisa menjawab ukuran tinggi gedung. Konsep tinggi gedung dan tinggi nilai rapot akan merujuk pada sebuah bilangan berurutan mulai dari bawah sampai ke atas. Konsep ini jelas akan berbeda bila kita akan memperkirakan berapa panjang lapangan di sebelah kantor kelurahan. Serta merta kita akan memandang ujung lapangan sampai ke ujung yang lain. Konsep yang muncul adalah deretan bilangan berurutan mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Dua konsep diatas adalah mengukur, dan nilai ukurannya tetaplah menuju pada sebuah bilangan akhir yang menunjukkan nilai ukuran. Bila tinggi berarti mulai dari bawah sampai atas, bila mengukur panjang atau lebar berarti dari kiri kenan atau sebaliknya. Dalam matematika konsep tinggi sangat sering dipakai terutama pada materi geometri atau ilmu ukur. Tinggi hamper terdapat pada semua model benda. Segitiga, jajar genjang, trapesium bahkan pada benda berdimensi 3 seperti prisma, limas, tabung dll.

1300000091409530080
1300000091409530080
Konsep tinggi pada matematika selalu berpasangan dengan alas. Keduanya menjadi sejoli dan saling tegak lurus, itu kuncinya. Siswa sering terjebak menerapkan konsep tinggi. Lihat gambar 1. Ketika ditanya berapa tinggi bangun segitiga ABC, dengan cepat akan menjawab AC. Padahal bila ada soal semacam itu, mestinya kreatif untuk membuat tinggi sendiri, yaitu CD (lihat gambar 2). Apakah Bapak dan Ibu sebagai orangtua juga memiliki konsep seperti putranya? Tinggi, juga sering disalah artikan harus tegak keatas. Lihat gambar 3. Ketika Anda bertanya kepada ananda, manakah tinggi dari bangun itu? Kebanyakan akan menjawab AD atau BC. Konsep tinggi matematika, tidak harus tegak ke atas (vertical). Pada gambar 3 tingginya adalah AB karena tegak lurus terhadap garis AD maupun BC.
13000001861422575070
13000001861422575070
Akan lebih membingungkan lagi, bila konsep tinggi melekat pada bidang ruang. Lihat gambar 4. Benda itu adalah yang sering dipakai untuk jembatan kendaraan bila dimasukkan ke ruangan yang lebih tinggi. Tiap hari memakai kan? Model pada gambar itu adalah sebuah prisma. Kalau saya bertanya alasnya berbentuk apa? Tingginya apa? Jawaban yang sering saya dengar adalah alasnya berbentuk persegi panjang ABED dan tingginya adalah AC. Bila jawaban tersebut merujuk pada konsep prisma jelas salah. Kunci prisma adalah alas dan tutup/atas merupakan bangun yang kongruen (sama dan sebangun). Jadi yang benar adalah alasnya ABC atau DEF, sedang tinggi AD atau BE atau CF. Itulah bila konsep (pengertian) sehari-hari diterapkan dalam konsep matematika. Bila tidak hati-hati dengan memperhatikan dengan seksama, sering terjebak. Jebakan ini bukan tanpa dasar. Karena sudah terbiasa memakai, alasannya. Biasanya saya memberi contoh kepada siswa adalah yang paling mudah dan standar. Saat latihan, gambar diputar, dibalik atau angkanya saya ganti. Dengan demikian siswa terbiasa dengan suasana yang berbeda. Untuk itu saya menyerankan kepada orangtua, bila ananda mendapat PR, cobalah gambar dibuat lain (dengan cara memutar, dibalik) dan kombinasikan dengan angka yang berbeda. Saya yakin bila ini menjadi kebiasaan anak akan terbiasa menjawab soal yang variatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun