Mohon tunggu...
amk affandi
amk affandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

coretanku di amk-affandi.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Musketeer Harus Ada

30 Juni 2010   12:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:11 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_181552" align="alignleft" width="150" caption="musketeer (sevenroads.org)"][/caption]

Musketeer, manurut asal usulnya adalah sekelompok prajurit yang bertanggungjawab pada keselamatan raja.Di era monarkhi, raja adalah tuhan. Detak jantungseseorang akan selalu berdenyut atau mengakhiri hidup tergantung raja. Keberadaan seorang raja harus selalu tampil berwibawa, entah dia memiliki kharisma atau kewibawaan raja dibuat-buat, akan sangat tergantung sekelompok prajurit yang bernama musketeer.

Dalam perjalanan musketeer bisa berubah ujud dan nama, tapi esensi dan maknanya tidak akan berubah. Di era demokrasi seperti saat ini, musketeer dibutuhkan oleh kepala Negara. Musketeer tidak lagi punggawa yang selalu membawa senjata, namun menjelma menjadi sekelompok orang yang fungsinya memberi masukan yang utama bagi kepala Negara untuk mengambil keputusan.

Melihat posisi musketeer yang demikian sentral, maka tegak robohnya sebuah Negara berada dipundak musketeer. Keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh kepala Negara menjadi tanggungjawab musketeer.

Setali tiga uang. Negara dan sekolah pada dasarnya mirip. Pengelelolaan sekolah yang bagus, merupakan hasil dari pemikiran musketeer. Mereka adalah orang yang mampu menerjemahkan dan menafsirkan arah kebijakan sekolah.

Kepala sekolah boleh berganti, wakil kepala bisa mengalami rotasi. Namun musketeer tidak boleh kehilangan. Kelompok kecil yang memiliki wawasan yang jauh ke depan, ketrampilan yang mumpuni, serta memiliki daya juang yang tangguh. Dari mereka inilah sebenarnya budaya sekolah dapat terbentuk.

Membentuk budaya sekolah tidak bisa sekejap, dan dapat dilihat hasilnya. Budaya sekolah mengalami proses yang panjang, bahkan dapat pula melewati beberapa generasi. Terkadang kita silau terhadap kepemimpinan kepala sekolah dalam menahkodai laju sekolah. Sekolah tersebut merupakan favorit. Kita akan menilai seketika, bahwa sekolah itu hasil kerja kepala sekolah. Anggapan ini salah, menurut hemat penulis. Sekolah merupakan keluarga besar tempat berkumpulnya orang untuk berdialog, kompromi dan melakukan kesepakatan. Dari kompromi itulah sebenarnya menghasilkan keputusan yang sangat besar dalam kontribusinya terhadap kemajuan sekolah. Namun lambat, tidak seketika.

Akhirnya, tak bisa ditawar lagi bahwa sekelompok orang yang terlatih (musketeer) harus dibentuk.Bukan alamiah, namun terencana, terprogram dan melibatkan orang-orang yang memiliki sumber daya manusia yang cakap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun