Dalam perjalanan hidup ini, sering kali kita terjebak dalam rutinitas sehari-hari, melupakan hal-hal yang lebih besar dan lebih penting. Salah satu hal yang sering terabaikan adalah pengingat akan akhirat. Menurut Imam Ghazali, mengingat akhirat adalah suatu hal yang sangat penting.
Mengapa demikian? Karena sesungguhnya, hidup seseorang sangat tergantung pada himmahnya, atau cita-cita serta tujuan hidup yang dimilikinya.
Himmah yang Membentuk Cara Pandang
Sebagaimana tertulis dalam ungkapan,
Hidup seseorang bisa dilihat dari himmahnya. Ketika seseorang mengingat kematian dalam setiap aktivitasnya, ia akan lebih cenderung mempertimbangkan apakah tindakan yang dilakukannya akan mendatangkan keridhaan Allah setelah ia meninggal. Dengan himmah yang terfokus pada akhirat, setiap pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih selektif. Kunci utamanya adalah kesadaran akan akhirat dan kematian.
Ilustrasi Beragam Profesi
Dalam kitab Ihya' Ulumuddin, terdapat ilustrasi yang menggambarkan beberapa orang dengan profesi yang berbeda-beda. Mereka semua memasuki sebuah bangunan besar. Meskipun bangunan yang dimasuki sama, cara pandang mereka terhadap bangunan itu berbeda, sesuai dengan profesi dan himmahnya masing-masing.
- Seorang penenun akan melihat karpet dan kain-kain yang ada.
- Ahli besi akan menilai konstruksi bangunan.
- Ahli bangunan akan fokus pada desain tembok.
- Arsitek akan mengamati keseluruhan desain bangunan.
Begitu pula, saya yang terbiasa berbicara sejak kecil, ketika memasuki masjid, yang saya perhatikan adalah sistem suara yang ada.
Dari ilustrasi ini, jelas bahwa orang yang memiliki himmah akhirat akan mencari rezeki yang halal dan berkualitas. Mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari jalan yang tidak diridhoi, karena yang ada dalam pikirannya adalah bekal untuk kehidupan setelah mati.
Perbedaan Perspektif dalam Pendidikan
Dalam masyarakat, kita juga melihat perbedaan perspektif antara lulusan pondok pesantren dan sekolah formal. Di pondok, penekanan lebih pada pengembangan otak kanan, yang sering kali lebih berorientasi pada nilai-nilai spiritual dan moral. Sebaliknya, di sekolah formal, otak kiri yang lebih ditekankan, sering kali menghasilkan pandangan pragmatis seperti "hemat pangkal kaya." Di pondok, ajaran tentang sedekah dan keberkahan menjadi sangat penting, sedangkan di sekolah, fokusnya adalah pada pencapaian materi.