Pujon. Senin, 16 Mei 2022.
Kesempatan pertama bisa sowan kepada Abina merupakan suatu kebahagiaan yang luarbiasa. Karib kami dulu mondok disana (semoga ia selalu dalam kasih sayang Allah) di beberapa kesempatan kerap kali bercerita tentang Abina.
Termasuk ketika ia selesai Tsanawiyyah dan melanjutkan belajar jenjang Aliyyah di Tambakberas atas arahan dari Abina. Kemudian yang membuat kami sejenak merenung adalah ketika karib kami itu selesai jenjang Aliyyah di Tambakberas dan bermaksud kembali belajar di ma'had yang diasuh oleh Abina. Tapi waktu sowan kepada Abina mengenai hal tersebut, Abina dawuh bahwa lebih baik melanjutkan pendidikan (kuliah) di Tambakberas. Ada kyai sepuhnya (almaghfurlah Murabbi ruuhina Mbah Kyai Djamal) yang hebat itu. MasyaAllah, Allah-lah yang menggerakkan hingga hati kami terus berseru ingin sowan kepada Abina.
Alhamdulillah. Kami berangkat dari Jombang sekitar pukul 06.30, sampai Pujon kira-kira pukul delapan. Segera kami menuju lokasi sowan di dalam Ma'had Nurul Haromain yang luarbiasa itu. Alhamdulillah, kami mendapat kloter pertama dan bisa bermuwajjahah langsung dekat bersama Abina.
Namun sayangnya saat itu kami tidak membawa buku dan mencatat samudra ilmu yang beliau sampaikan. Kami hanya mengandalkan rekaman smartphone yang tidak bisa jelas betul itu. Ya Allah. Tapi sebisa mungkin, dengan keterbatasan penangkapan kami, akan coba kami tuliskan apa yang disampaikan Abina.
Abina rawuh dengan sangat teduh. Senyum beliau, langkah kaki beliau, dan suara beliau ketika menyapa kami semua. Beliau kemudian berbincang ringan dan memgajak kami agar (barangkali ini yang memang seringkali beliau sampaikan) menjaga hubungan baik kepada sesama manusia.
Sama ketika pengajian Ramadhan yang kami ikuti melalui channel youtube, Abina mengutarakan suatu prinsip "nyenengno uwong, nguwongno uwong, nggatekno uwong, lan ora nggelakno". Itu juga yang beberapa kali karibku katakan ketika aku bertanya tentang Abina.
"Bahkan dalam khutbah jum'ah, ada redaksi yang jika khotib tidak membaca itu maka akan mengurangi rukun". Tegas Abina yang kami simak dengan seksama.
Intinya berarti, kita sebagai sesama muslim punya jasa pada sesama muslim lainnya. Dimanapun berada. Mereka (muslim) diluar sana berjasa kepada kita, dan kita berjasa pula buat mereka (muslimin). Berjasa dalam hal apa? Tentu dalam hal memintakan ampun itu tadi. Artinya momen seperti ini beriringan dengan doa bahwa semoga besok (diakhirat) semuanya mendapat ampunan Allah. Sebab tidak mungkin kita masuk surga dengan membawa dosa. Disamping dengan anugerah syafa'at Kanjeng Nabi, juga jasa sesama muslim yang selalu saling memohonkan ampunan kepada Allah.
Kemudian para ulama' di akhir Ramadhan menganjurkan membaca doa
Kemudian dilanjutkan dengan
Lalu, lanjut Abina, dalam rangka terwujudnya sepuro (permintaan maaf) dari sesama, syaratnya adalah jangan sampai ada ghill antar sesama. Ghill itu perkara tercela yang ada dalam hati, prasangka buruk terhadap orang lain. Itu bagaimana kita bisa menghilangkan.
Ada tiga bacaan (doa):
yang pertama,
yang kedua,
yang ketiga,
Beliau melanjutkan dengan tawassul, do'a, dan menuntun kami membaca ketiga bacaan itu. Alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah
Kemudian beliau menjamu kami dengan sangat luarbiasa. Alhamdulillah alhamdulillah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H