Ketika akan menuliskan ini, tiba-tiba aku teringat rekan ku yang sangat suka membaca tapi anti novel dan tulisan-tulisan fiksi. Ia kutu buku, terlihat dari kepandaianya meraih perhatian lawan bicara sebab seakan-akan, apa yang ia bicarakan adalah hal-hal yang baru kami tahu. Ia suka buku, tapi bukan buku fiksi.
Pernah suatu ketika, ia bertanya kepadaku apakah aku punya buku biografi Gus Dur. Kebetulan aku baru saja dapat buku bagus rekmendasi Mas Gus buat kubaca. Judulnya 'Mata Penakluk' karya Abdullah Wong. Sebuah novel yang menyerap kisah hebat seorang Guru Bangsa. Dikemas apik dan nyenyak. Membaca setiap bagiannya sama dengan merasakan apa yang terjadi dalam cerita. Tentu buku itu ku ajukan kepada rekanku itu.
Ia membolak-balik bukunya, lalu bertanya: "Ini Novel?"
"Yap"
Ia tersenyum kecut. Kecuut banget kek mangga belum mateng.
Daripada bagaimana-bagaimana, ku beranikan mulutku bertanya mengapa ia tak sekalipun menyukai novel. Begini jawabnya:
"Novel itu, Wan, meskipun novel biografi, pasti ada bumbu-bumbu penyedapnya. Ada semacam kisah yang digae-gae"
Aku mengangguk-angguk saja. Tanpa membalas ba-bi-bu-ba.
Dan ia pergi.
"Padahal buku ini bagus pakek banget" batinku.
_____
Sama bagusnya dengan buku karya Andrea Hirata: Guru Aini.
Membaca #guruaini aku bahasakan sebagai 'The Summary of Teaching and Learning'. Sebuah pendekatan epik sisi lain Pendidikan, Pendidikan karakter lebih tepatnya.
Beda tipis dengan buku sebelumnya, Orang-orang Biasa / #ordinarypeople, yang terkesan nyentrik fantastic. Karakter para tokoh yang kuat, seperti Pak Kumendan dan rekan kerjanya itu. Belum lagi tingkah Debut dkk, sang guru, dan aksi-aksinya yang membagongkan.
Membaca #guruaini, membuat kita mengerti bagaimana belajar yang menyenangkan. Bagaimana sikap guru menghadapi muridnya, sikap murid terhadap gurunya, sikap keluarga dalam mendukung pendidikan anaknya. Konklusi mengenai banyak hal soal Pendidikan bisa kita dapat sebab membaca tiap kisahnya.
Salah satu moment yang bakal menyentuh sanubari jiwa-raga kita saat membacanya kembali adalah ketika Desi Istiqomah akan berangkat penugasan. Babak dimana Ibu dan adik-adiknya melambai-lambaikan tangan sambil tersedu, dan sang ayah menghampiri Desi Istiqomah, Desi kaget, sebab sang ayah menalikan Kembali sepatu istimewa pemberian Ayahnya itu dengan cara yang istimewa pula. Hal kecil, tapi melekat. Itu juga yang terjadi Ketika Aini, murid yang mampu menggantikan posisi Debut Awwaluddin dalam hati Guru Desi akan berangkat tes masuk fakultas kedokteran.
#guruaini, tiap babaknya mampu membuat kita sadar bahwa:
"Dengan ketulusan, banyak hal kecil yang bisa kita lakukan dan berdampak besar buat kehidupan seseorang".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H